Thursday, June 15, 2023

TUBERKULOSIS PARU TANPA KOMPLIKASI

 

41

 

 

 

 

 

Dinkes Kab Defgh

TUBERKULOSIS PARU TANPA KOMPLIKASI

 

 

 

 

 

 

Puskesmas Abcde

 

SOP

Nomor

:

Terbit ke

: 01

No.Revisi

: 00

Tgl.Diberlakukan

: 2-01-2018

Halaman

: 1 / 2

Ditetapkan Kepala  Puskesmas Abcde

 

 

Kapus

NIP. nipkapus

 

A. Pengertian

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium tuberkulosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, namun dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.Indonesia merupakan negara yang termasuk sebagai 5 besar dari 22 negara di dunia dengan beban TB. Kontribusi TB di Indonesia sebesar 5,8%. Saat ini timbul kedaruratan baru  dalam penanggulangan TB, yaitu TB  Resisten Obat (Multi Drug Resistance/ MDR).

Masalah Kesehatan pada anak. Menurut perkiraan WHO pada tahun 1999, jumlah kasus TB baru di Indonesia adalah 583.000 orang per tahun dan menyebabkan kematian sekitar 140.000 orang per tahun. World Health Organization memperkirakan bahwa TB merupakan penyakit infeksi yang paling banyak menyebabkan kematian pada anak dan orang dewasa. Kematian akibat TB lebih banyak daripada kematian akibat malaria dan AIDS. Pada wanita, kematian akibat TB lebih banyak daripada   kematian   karena   kehamilan,   persalinan,   dan   nifas. Jumlah seluruh kasus TB anak dari tujuh Rumah Sakit Pusat Pendidikan di Indonesia selama 5 tahun (1998-2002) adalah 1086 penyandang TB dengan angka kematian yang bervariasi dari 0% hingga 14,1%. Kelompok usia terbanyak adalah 12-60 bulan (42,9%), sedangkan untuk bayi <12 bulan didapatkan 16,5%.

B. Tujuan

Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk penatalaksanaanpasien dengan tuberkulosis paru tanpa komplikasi

C. Kebijakan

SK Kepala UPTD Puskesmas Abcde Nomor ... tentang Kebijakan Pelayanan Klinis UPTD Puskesmas Abcde

D. Referensi

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07 / MENKES / 1186 / 2022 tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama

E. Prosedur

Hasil Anamnesis (Subjective)

 

Suspek TB adalah seseorang dengan gejala atau tanda TB.

Gejala umum TB Paru adalah batuk produktif lebih dari 2 minggu, yang disertai:

1.    Gejala   pernapasan   (nyeri   dada,   sesak   napas,   hemoptisis)

dan/atau

2.    Gejala sistemik (demam, tidak nafsu makan, penurunan berat badan, keringat malam dan mudah lelah).

 

 

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

 

Pemeriksaan Fisik

Kelainan pada TB Paru tergantung luas kelainan struktur paru. Pada  awal  permulaan  perkembangan  penyakit  umumnya  sulit sekali  menemukan  kelainan.  Pada  auskultasi  terdengar  suara napas bronkhial/amforik/ronkhi basah/suara napas melemah di apex paru, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.

 

Pemeriksaan Penunjang

1.    Darah: limfositosis/ monositosis, LED meningkat, Hb turun.

2.    Pemeriksaan mikroskopis kuman TB (Bakteri Tahan Asam/BTA) ataukultur kuman dari spesimen sputum/dahak sewaktu-pagi- sewaktu.

3.    Untuk TB non paru, spesimen dapat diambil dari bilas lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi jaringan.

4.    Radiologi dengan foto toraks PA-Lateral/ top lordotik.

Pada TB, umumnya di apeks paru terdapat gambaran bercak- bercak awan dengan batas yang tidak jelas atau bila dengan batas jelas membentuk tuberkuloma. Gambaran lain yang dapat menyertai yaitu, kavitas (bayangan berupa cincin berdinding tipis), pleuritis (penebalan pleura), efusi pleura (sudut kostrofrenikus tumpul).

 

Penegakan Diagnosis (Assessment)

 

Diagnosis Pasti TB

Diagnosis  ditegakkan  berdasarkan  anamnesis,  pemeriksaan  fisik dan pemeriksaan penunjang (sputum untuk dewasa, tes tuberkulin pada anak).

 

Kriteria Diagnosis

Berdasarkan  International  Standards  for  Tuberkulosis  Care  (ISTC

2014)

 

Standar Diagnosis

1.    Untuk  memastikan  diagnosis  lebih  awal,  petugas  kesehatan harus waspada terhadap individu dan grup dengan faktor risiko TB dengan melakukan evaluasi klinis dan pemeriksaaan diagnostik yang tepat pada mereka dengan gejala TB.

2.    Semua pasien dengan batuk produktif yang berlangsung selama=  2  minggu  yang  tidak  jelas  penyebabnya,  harus  dievaluasi untuk TB.

3.    Semua   pasien   yang   diduga   menderita   TB   dan   mampu mengeluarkan dahak, harus diperiksa mikroskopis spesimen apusan sputum/dahak minimal 2 kali atau 1 spesimen sputum untuk pemeriksaan   Xpert   MTB/RIF*,   yang   diperiksa   di laboratorium yang kualitasnya terjamin, salah satu diantaranya adalah  spesimen  pagi.  Pasien  dengan  risiko  resistensi  obat, risiko HIV atau sakit parah sebaiknya melakukan pemeriksan Xpert MTB/RIF* sebagai uji diagnostik awal. Uji serologi darah dan interferon-gamma release assay sebaiknya tidak digunakan untuk mendiagnosis TB aktif.

4.    Semua pasien yang diduga tuberkulosis ekstra paru, spesimen dari organ yang terlibat harus diperiksa secara mikrobiologis dan histologis. Uji Xpert MTB/RIF direkomendasikan sebagai pilihan uji mikrobiologis   untuk   pasien   terduga   meningitis   karena membutuhkan penegakan diagnosis yang cepat.

5.    Pasien  terduga  TB  dengan  apusan  dahak  negatif,  sebaiknya dilakukan pemeriksaan Xpert MTB/RIF dan/atau kultur dahak. Jika apusan dan uji Xpert MTB/RIF* negatif pada pasien dengan gejala klinis yang mendukung TB, sebaiknya segera diberikan pengobatan antituberkulosis setelah pemeriksaan kultur.

 

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan

 

Tujuan pengobatan:

1. Menyembuhkan,     mengembalikan     kualitas     hidup     dan produktivitas pasien.

2. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan.

3. Mencegah kekambuhan TB.

4. Mengurangi penularan TB kepada orang lain.

5. Mencegah terjadinya resistensi obat dan penularannya

 

Prinsip-prinsip terapi:

1.    Obat  AntiTuberkulosis  (OAT)  harus  diberikan  dalam  bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat   sesuai   dengan   kategori   pengobatan.   Hindari penggunaan monoterapi.

2.    Pemakaian  OAT-Kombinasi  Dosis  Tepat  (KDT)  /  Fixed  Dose

3.    Combination (FDC) akan lebih menguntungkan dan dianjurkan.

4.    Obat ditelan sekaligus (single dose) dalam keadaan perut kosong.

5.    Setiap praktisi yang mengobati pasien tuberkulosis mengemban tanggung jawab kesehatan masyarakat.

6.    Semua pasien (termasuk mereka yang terinfeksi HIV) yang belum pernah diobati harus diberi paduan obat lini pertama.

7.    Untuk  menjamin  kepatuhan  pasien  berobat  hingga  selesai, diperlukan  suatu  pendekatan  yang  berpihak  kepada  pasien  (patient centered approach) dan dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT= Directly Observed Treatment) oleh seorang pengawas menelan obat.

8.    Semua   pasien   harus   dimonitor   respons   pengobatannya.

9.    Indikator penilaian terbaik adalah pemeriksaan dahak berkala yaitu pada akhir tahap awal, bulan ke-5 dan akhir pengobatan.

10. Rekaman tertulis tentang pengobatan, respons bakteriologis dan efek samping harus tercatat dan tersimpan.

 

Tabel Dosis obat antituberkulosis KDT/FDC

 

 

Tabel Dosis obat TB berdasarkan berat badan (BB)

 

 

Pengobatan  TB  diberikan  dalam  2  tahap, yaitu tahap awal dan lanjutan

 

1. Tahap  awal  menggunakan  paduan  obat  rifampisin,  isoniazid, pirazinamid dan etambutol.

a. Pada tahap awal pasien mendapat pasien yang terdiri  dari 4 jenis obat (rifampisin, isoniazid, pirazinamid dan etambutol), diminum  setiap  hari  dan  diawasi  secara  langsung  untuk

menjamin kepatuhan minum obat dan mencegah terjadinya kekebalan obat.

b. Bila pengobatan tahap awal diberikan secara adekuat, daya penularan menurun dalam kurun waktu 2 minggu.

c. Pasien  TB  paru  BTA  positif  sebagian  besar  menjadi  BTA negatif (konversi) setelah menyelesaikan pengobatan tahap awal.    Setelah   terjadi   konversi   pengobatan   dilanujtkan dengan tahap lanjut.

2. Tahap  lanjutan  menggunakan  panduan  obat  rifampisin  dan isoniazid

a. Pada   tahap   lanjutan   pasien   mendapat   2   jenis   obat (rifampisin dan isoniazid), namun dalam jangka waktu yg lebih lama (minimal 4 bulan).

b.  Obat  dapat  diminum  secara  intermitten  yaitu  3x/minggu

(obat program) atau tiap hari (obat non program).

c. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

 

Panduan OAT lini pertama yang digunakan oleh Program Nasional

Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3

Artinya pengobatan tahap awal selama 2 bulan diberikan tiap hari dan tahap lanjutan selama 4 bulan diberikan 3 kali dalam seminggu. Jadi lama pengobatan seluruhnya 6 bulan.

2. Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3

Diberikan pada TB paru pengobatan ulang (TB kambuh, gagal pengobatan, putus berobat/default). Pada kategori 2, tahap awal pengobatan selama 3 bulan terdiri dari 2 bulan RHZE ditambah suntikan streptomisin, dan 1 bulan HRZE. Pengobatan tahap awal  diberikan  setiap  hari.  Tahap  lanjutan  diberikan  HRE selama 5 bulan, 3 kali seminggu. Jadi lama pengobatan 8 bulan.

3. OAT sisipan : HRZE

Apabila pemeriksaan dahak masih positif (belum konversi) pada akhir  pengobatan  tahap  awal  kategori  1  maupun  kategori  2, maka diberikan pengobatan sisipan selama 1 bulan dengan HRZE.

 

Konseling dan Edukasi

1. Memberikan  informasi  kepada  pasien  dan  keluarga  tentang penyakit tuberkulosis

2. Pengawasan ketaatan minum obat dan kontrol secara teratur.

3. Pola hidup sehat dan sanitasi lingkungan

 

Kriteria Rujukan

1. Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (+) tapi tidak menunjukkan perbaikan setelah pengobatan dalam jangka waktu tertentu

2. Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (-/ meragukan)

3. Pasien  dengan  sputum  BTA  tetap  (+)  setelah  jangka  waktu tertentu

4. TB dengan komplikasi/keadaan khusus (TB dengan komorbid)

5. Suspek TB – MDR harus dirujuk ke pusat rujukan TB-MDR.

 

Peralatan

1. Laboratorium untuk pemeriksaan sputum, darah rutin.

2. Radiologi

3. Uji Gen Xpert-Rif Mtb jika fasilitas tersedia

 

Prognosis

 

Prognosis pada umumnya baik apabila pasien melakukan terapi sesuai dengan ketentuan pengobatan. Untuk TB dengan komorbid, prognosis menjadi kurang baik.

 

Kriteria hasil pengobatan:

1.    Sembuh  :  pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap   dan  pemeriksaan  apusan  dahak  ulang (follow up), hasilnya negatif pada foto toraks AP dan pada satu pemeriksaan sebelumnya.

2.    Pengobatan lengkap  :  pasien     yang     telah     menyelesaikan pengobatannya   secara  lengkap  tetapi tidak         ada  hasil  pemeriksaan  apusan dahak  ulang  pada foto  toraks  AP  dan pada satu pemeriksaan sebelumnya.

3.    Meninggal :  pasien  yang  meninggal  dalam  masa  pengobatan karena sebab apapun.

4.    Putus berobat (default)   : pasien  yang  tidak  berobat  2  bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.

5.    Gagal : Pasien  yang  hasil  pemeriksaan  dahaknya  tetap  positif atau kembali menjadi positif pada bulan ke lima atau selama pengobatan.

6.    Pindah (transfer out)  :  pasien yang dipindah ke unit pencatatan dan pelaporan (register) lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.

 

b. Tuberkulosis (TB) Paru pada Anak

 

Hasil Anamnesis (Subjective)

 

Anak kecil seringkali tidak menunjukkan gejala walaupun sudah tampak pembesaran kelenjar hilus pada foto toraks. Gejala sistemik/umum TB pada anak:

1. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh (failure to thrive).

2. Masalah Berat Badan (BB):

a. BB turun selama 2-3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas, ATAU

b. BB  tidak  naik  dalam  1  bulan  setelah  diberikan  upaya perbaikan gizi yang baik ATAU

c.  BB tidak naik dengan adekuat.

3. Demam lama (= 2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain lain). Demam umumnya tidak tinggi (subfebris) dan dapat disertai keringat malam.

4. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.

5. Batuk  lama  atau  persisten  =  3  minggu,  batuk  bersifat  non- remitting       (tidak  pernah  reda  atau  intensitas  semakin  lama semakin parah) dan penyebab batuk lain telah disingkirkan

6. Keringat  malam  dapat  terjadi,  namun  keringat  malam  saja apabila tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lain bukan merupakan gejala spesifik TB pada anak

 

 

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

 

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan  fisik  pada  anak  tidak  spesifik  tergantung  seberapa berat manifestasi respirasi dan sistemiknya.

 

 

Pemeriksaan Penunjang

 

1. Uji Tuberkulin

 

Uji tuberkulin cara Mantoux dilakukan dengan menyuntikkan

0,1 ml PPD RT-23 2TU atau PPD S 5TU, secara intrakutan di bagian volar lengan bawah. Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan. Pengukuran dilakukan terhadap indurasi yang timbul, bukan hiperemi/eritemanya. Indurasi diperiksa dengan cara palpasi untuk menentukan tepi indurasi, ditandai dengan pulpen, kemudian diameter transversal indurasi diukur dengan  alat  pengukur  transparan,  dan  hasilnya  dinyatakan dalam milimeter. Jika tidak timbul indurasi sama sekali, hasilnya

dilaporkan sebagai 0 mm, jangan hanya dilaporkan sebagai negatif. Selain ukuran indurasi, perlu dinilai tebal tipisnya indurasi dan perlu dicatat jika ditemukan vesikel hingga bula. Secara umum, hasil uji tuberkulin dengan diameter indurasi =10 mm dinyatakan positif tanpa menghiraukan penyebabnya.

 

2. Foto toraks

Gambaran foto toraks pada TB tidak khas; kelainan-kelainan radiologis pada TB dapat juga dijumpai pada penyakit lain. Foto toraks tidak cukup hanya dibuat secara antero-posterior (AP), tetapi harus disertai dengan foto lateral, mengingat bahwa pembesaran KGB di daerah hilus biasanya lebih jelas. Secara umum, gambaran radiologis yang sugestif TB adalah sebagai berikut:

a. Pembesaran  kelenjar  hilus  atau  paratrakeal  dengan/tanpa infiltrat

b. Konsolidasi segmental/lobar c.  Milier

d. Kalsifikasi dengan infiltrat e.  Atelektasis

f.  Kavitas

g. Efusi pleura h. Tuberkuloma

 

3. Mikrobiologis

Pemeriksaan di atas sulit dilakukan pada anak karena sulitnya mendapatkan spesimen berupa sputum. Sebagai gantinya, dilakukan pemeriksaan bilas lambung (gastric lavage) 3 hari berturut-turut, minimal 2 hari. Hasil pemeriksaan mikroskopik langsung pada anak sebagian besar negatif, sedangkan hasil biakan  M.  tuberculosis  memerlukan  waktu  yang  lama  yaitu sekitar 6-8 minggu. Saat ini ada pemeriksaan biakan yang hasilnya diperoleh lebih cepat (1-3 minggu), yaitu pemeriksaan Bactec, tetapi biayanya mahal dan secara teknologi lebih rumit.

 

 

Penegakan Diagnosis (Assessment)

 

Pasien TB anak dapat ditemukan melalui dua pendekatan utama,yaitu:

1. Investigasi terhadap anak yang kontak erat dengan pasien TB

dewasa aktif dan menular

2. Anak yang datang ke pelayanan kesehatan dengan gejala dan tanda klinis yang mengarah ke TB. (Gejala klinis TB pada anak tidak khas).

 

Sistem skoring (scoring system) diagnosis TB membantu tenaga kesehatan agar tidak terlewat dalam mengumpulkan data klinis maupun pemeriksaan penunjang sederhana sehingga diharapkan dapat mengurangi terjadinya underdiagnosis maupun overdiagnosis.

 

Anak dinyatakan probable TB jika skoring mencapai nilai 6 atau lebih. Namun demikian, jika anak yang kontak dengan pasien BTA positif dan uji tuberkulinnya positif namun tidak didapatkan gejala, maka anak cukup diberikan profilaksis INH terutama anak balita

 

Catatan:

1.     Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama 1 bulan.

2.     Demam (> 2 minggu) dan batuk (> 3 minggu) yang tidak membaik setelah diberikan pengobatan sesuai baku terapi di puskesmas

3.     Gambaran  foto  toraks  mengarah  ke  TB  berupa:  pembesaran kelenjar   hilus    atau    paratrakeal    dengan/tanpa    infiltrat, atelektasis,         konsolidasi   segmental/lobar,   milier,   kalsifikasi dengan infiltrat, tuberkuloma.

4.     Semua bayi dengan reaksi cepat (< 2 minggu) saat imunisasi BCGharus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.

 

Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang meragukan, maka pasien tersebut dirujuk ke rumah sakit untuk evaluasi lebih lanjut.

 

 

 

Tabel Sistem Skoring TB Anak

 

 

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

 

Tabel OAT Kombinasi Dosis Tepat (KDT) pada anak (sesuai rekomendasi IDAI)

 

Keterangan:

1. Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg harus dirujuk ke rumah sakit

2. Anak dengan BB >33 kg, harus dirujuk ke rumah sakit.

3. Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah.

4. OAT KDT dapat diberikan dengan cara: ditelan secara utuh atau digerus sesaat sebelum diminum.

 

Sumber Penularan Dan Case Finding TB Anak

Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus dicari sumber penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular TB. Sumber penularan adalah orang dewasa yang menderita TB aktif dan kontak   erat   dengan   anak   tersebut.   Pelacakan   sumber   infeksi dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA sputum (pelacakan sentripetal).

 

Evaluasi Hasil Pengobatan

Sebaiknya pasien kontrol setiap bulan. Evaluasi hasil pengobatan dilakukan setelah 2 bulan terapi. Evaluasi pengobatan dilakukan dengan beberapa cara, yaitu evaluasi klinis, evaluasi radiologis, dan pemeriksaan  LED.  Evaluasi  yang  terpenting  adalah  evaluasi  klinis, yaitu menghilang atau membaiknya kelainan klinis yang sebelumnya ada pada awal pengobatan, misalnya penambahan BB yang bermakna, hilangnya demam, hilangnya batuk, perbaikan nafsu makan, dan lain- lain. Apabila respons pengobatan baik, maka pengobatan dilanjutkan. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, OAT dapat menimbulkan berbagai efek samping. Efek samping yang cukup sering terjadi pada pemberian isoniazid dan rifampisin adalah gangguan gastrointestinal, hepatotoksisitas, ruam dan gatal, serta demam.

 

Kriteria Rujukan

1. Tidak ada perbaikan klinis dalam 2 bulan pengobatan.

2. Terjadi efek samping obat yang berat.

3. Putus obat yaitu bila berhenti menjalani pengobatan selama >2 minggu.

 

Peralatan

 

1. Laboratorium untuk pemeriksaan sputum, darah rutin.

2. Mantoux test (uji tuberkulin).

3. Radiologi.

F. Diagram Alir

Memberikan tata laksana pada pasien sesuai hasil pemeriksaan

menulis hasil anamnesa, pemeriksaan dan diagnose ke rekam medic

 

menegakan diagnose berdasarkan hasil pemeriksaan

melakukan vital sign dan pemeriksaan fisik

Melakukan anamnesis pada pasien

 

 


menulis diagnose pasien ke buku register.

 

 

 


G. Hal-hal yang perlu diperhatikan

Kaji Ulang Untuk Ketepatan Diagnosia

H. Unit terkait

 Ruang Pemeriksaan Umum

I. Dokumen terkait

Rekam Medis

Catatan tindakan

J.Rekaman historis  perubahan

No

Yang diubah

Isi Perubahan

Tanggal mulai diberlakukan

 

 

 

 

 

 

 

G. Rekaman Historis:

No

Halaman

Yang dirubah

Perubahan

Diberlakukan Tanggal

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

No comments:

Post a Comment

accreditation of primary health facilities

CHAPTER 1 Leadership and Management of Community Health Centers; CHAPTER 2 Implementation of Public Health Efforts Oriented to Promotive an...