A. BAB I KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN PUSKESMAS (KMP)
1. Standar
1.1 Perencanaan dan kemudahan akses bagi pengguna layanan.
Perencanaan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dilakukan secara
terpadu yang berbasis wilayah kerja Puskesmas bersama dengan lintas program dan
lintas sektor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta dalam
pelaksanaan kegiatan harus memperhatikan kemudahan akses pengguna layanan.
Perencanaan Puskesmas dan jenis-jenis pelayanan yang disediakan
mempertimbangkan visi, misi, tujuan, tata nilai, hasil analisis kebutuhan dan
harapan masyarakat, hasil analisis peluang pengembangan pelayanan, hasil
analisis risiko pelayanan, dan hasil analisis data kinerja serta umpan balik
dari dinas kesehatan daerah kabupaten/kota. Puskesmas mudah diakses oleh
pengguna layanan untuk mendapat pelayanan sesuai kebutuhan, mendapat informasi
tentang pelayanan, dan untuk menyampaikan umpan balik serta mendapatkan
dukungan dari lintas program dan lintas sektor.
a. Kriteria 1.1.1
Puskesmas wajib menyediakan jenis-jenis pelayanan yang
ditetapkan berdasarkan visi, misi, tujuan, tata nilai, hasil analisis kebutuhan
dan harapan masyarakat, hasil analisis peluang pengembangan pelayanan, hasil analisis
risiko pelayanan, hasil analisis data kinerja, dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang dituangkan dalam perencanaan.
1) Pokok Pikiran:
a) Puskesmas sebagai unit pelaksana teknis daerah bidang
kesehatan yang bersifat fungsional dan unit layanan yang bekerja profesional
harus memiliki visi, misi, tujuan dan tata nilai sesuai ketentuan yang berlaku
yang sejalan dengan visi, misi presiden dan pemerintah daerah.
b) Puskesmas wajib menyediakan pelayanan sesuai dengan
visi, misi, tujuan, tata nilai, hasil analisis kebutuhan dan harapan
masyarakat, hasil analisis peluang pengembangan pelayanan, hasil analisis
risiko pelayanan, hasil analisis data kinerja, dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
c) Untuk mendapatkan hasil analisis kebutuhan dan harapan
masyarakat perlu dilakukan analisis situasi data kinerja Puskesmas dan data
status kesehatan masyarakat di wilayah kerja termasuk hasil pelaksanaan PIS-PK
yang disusun secara terpadu yang berbasis wilayah kerja Puskesmas.
d) Jenis data kinerja Puskesmas dan data status kesehatan
masyarakat di wilayah kerja serta tahapan analisis merujuk pada ketentuan
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang manajemen Puskesmas dan
sistem informasi Puskesmas.
e) Kebutuhan dan harapan masyarakat perihal pelayanan
kesehatan tidak sama antara daerah satu dengan daerah lain. Prioritas masalah
kesehatan dapat berbeda antardaerah. Oleh karena itu, perlu dilakukan
identifikasi dan analisis peluang pengembangan pelayanan Puskesmas serta
perbaikan mutu dan kinerja.
f) Dalam penyelenggaraan pelayanan, baik UKM, UKP,
laboratorium, dan kefarmasian, risiko yang pernah terjadi maupun berpotensi
terjadi perlu diidentifikasi, dianalisis, dan dikelola agar pelayanan yang
disediakan aman bagi masyarakat, petugas, dan lingkungan.
g) Hasil analisis risiko pelayanan harus dipertimbangkan
dalam proses perencanaan, sehingga upaya pencegahan dan mitigasi risiko sudah
direncanakan sejak awal serta disediakan sumber daya yang memadai untuk
pencegahan dan mitigasi risiko tersebut.
h) Hasil identifikasi dan analisis untuk menetapkan jenis
pelayanan dan penyusunan perencanaan Puskesmas terdiri atas:
a) hasil identifikasi dan analisis kebutuhan dan
harapan masyarakat,
b) hasil identifikasi dan analisis peluang
pengembangan pelayanan, dan
c) hasil identifikasi dan analisis risiko pelayanan,
baik KMP, UKM, maupun UKP, laboratorium, dan kefarmasian, termasuk risiko
terkait bangunan, prasarana, dan peralatan Puskesmas.
i) Agar Puskesmas dapat mengelola upaya kesehatan dengan
baik dan berkesinambungan dalam mencapai tujuannya, Puskesmas harus menyusun
rencana kegiatan untuk periode 5 (lima) tahunan yang selanjutnya akan dirinci
lagi ke dalam rencana tahunan Puskesmas yang berupa rencana usulan kegiatan
(RUK) dan rencana pelaksanaan kegiatan (RPK) sesuai siklus perencanaan anggaran
daerah.
j) Perencanaan Puskesmas dilakukan secara terpadu, baik
KMP, upaya kesehatan masyarakat (UKM), upaya kesehatan perseorangan (UKP),
laboratorium, dan kefarmasian, serta disusun bersama dengan sektor terkait dan
masyarakat.
k) Rencana usulan kegiatan (RUK) disusun secara
terintegrasi oleh tim manajemen Puskesmas yang akan dibahas dalam musrenbang
desa dan musrenbang kecamatan untuk kemudian diusulkan ke dinas kesehatan
daerah kabupaten/kota.
l) Penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan (RPK) tahunan
dilakukan berdasarkan:
(1) alokasi anggaran sesuai dokumen pelaksanaan
anggaran (DPA) yang disetujui oleh dinas kesehatan daerah kabupaten/kota;
(2) RUK yang diusulkan, dan
(3) situasi pada saat penyusunan RPK tahunan.
m) RPK tahunan dirinci menjadi RPK bulanan bersama target
pencapaiannya dan direncanakan kegiatan pengawasan dan pengendaliannya.
n) Penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan bulanan
dilakukan berdasarkan hasil perbaikan proses pelaksanaan kegiatan dan
hasil-hasil pencapaian terhadap indikator kinerja yang ditetapkan.
o) Rencana, baik rencana lima tahunan dan RPK
dimungkinkan untuk diubah/disesuaikan dengan kebutuhan saat itu apabila dalam
hasil analisis pengawasan dan pengendalian kegiatan dijumpai kondisi tertentu,
termasuk perubahan kebijakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
p) Revisi terhadap rencana harus dilakukan dengan alasan
yang tepat sebagai upaya pencapaian yang optimal dari kinerja Puskesmas.
q) Untuk Puskesmas Badan Layanan Umum Daerah (BLUD),
penyusunan rencana lima tahunan dan rencana tahunan harus sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan terkait BLUD.
2) Elemen Penilaian:
a) Ditetapkan
visi, misi, tujuan, dan tata nilai Puskesmas yang menjadi acuan dalam
penyelenggaraan Puskesmas mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan hingga
evaluasi kinerja Puskesmas (R).
b) Ditetapkan
jenis-jenis pelayanan yang disediakan berdasarkan hasil identifikasi dan
analisis sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (R,D,W).
c) Rencana
lima tahunan Puskesmas disusun dengan melibatkan lintas program dan lintas
sektor berdasarkan pada rencana strategis dinas kesehatan daerah kabupaten/kota
(R,D,W).
d) Rencana
usulan kegiatan (RUK) disusun dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor
berdasarkan rencana lima tahunan Puskesmas, hasil analisis kebutuhan dan
harapan masyarakat, dan hasil analisis data kinerja (R,D,W).
e) Rencana
pelaksanaan kegiatan (RPK) tahunan Puskesmas disusun bersama lintas program
sesuai dengan alokasi anggaran yang ditetapkan oleh dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota (R,D,W).
f) Rencana
pelaksanaan kegiatan bulanan disusun sesuai dengan rencana pelaksanaan kegiatan
tahunan serta hasil pemantauan dan capaian kinerja bulanan (R,D,W).
g) Apabila
ada perubahan kebijakan pemerintah dan/atau pemerintah daerah, dilakukan revisi
perencanaan sesuai kebijakan yang ditetapkan (R,D,W).
b. Kriteria 1.1.2
Masyarakat sebagai penerima manfaat layanan lintas program dan lintas
sektor mendapatkan kemudahan akses informasi tentang hak dan kewajiban pasien,
jenis-jenis pelayanan, dan kegiatan-kegiatan Puskesmas serta akses terhadap
pelayanan dan akses penyampaian umpan balik.
1) Pokok Pikiran:
a) Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama
(FKTP) wajib menyediakan pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dengan memperhatikan kebutuhan dan harapan masyarakat.
b) Puskesmas harus mudah diakses oleh masyarakat, baik
informasi, pelaksana maupun pelayanan, ketika masyarakat membutuhkan pelayanan
preventif, promotif, kuratif, dan/atau rehabilitatif sesuai dengan kemampuan
Puskesmas.
c) Puskesmas harus melakukan identifikasi dan
menyampaikan informasi tentang hak dan kewajiban pasien sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan, jenis-jenis pelayanan yang dilengkapi dengan
jadwal pelaksanaannya kepada pasien/pengguna layanan. Pasien juga diberikan
informasi tentang kewajiban mereka untuk memberikan informasi yang akurat
kepada petugas dan menghormati hak-hak petugas. Yang dimaksud dengan pasien
adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun
tidak langsung di fasilitas pelayanan kesehatan.
d) Dalam memberikan asuhan, petugas harus menghormati
hak-hak pasien yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, seluruh petugas
diberikan sosialisasi tentang regulasi dan perannya dalam implementasi
pemenuhan hak dan kewajiban pasien untuk berpartisipasi dalam proses asuhannya.
e) Pelayanan yang disediakan oleh Puskesmas dan
jaringannya perlu diketahui oleh masyarakat sebagai pengguna layanan, lintas
program dan sektor terkait untuk meningkatkan kerja sama dan saling memberi
dukungan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dan upaya lain yang terkait
dengan kesehatan dan untuk mengupayakan pembangunan berwawasan kesehatan. Yang
dimaksud dengan pengguna layanan adalah individu yang menerima manfaat layanan,
baik layanan kesehatan perseorangan maupun layanan kesehatan masyarakat.
f) Untuk memudahkan penyampaian informasi kepada
masyarakat dalam upaya memudahkan akses terhadap pelayanan, dapat digunakan
berbagai strategi komunikasi, antara lain dengan menggunakan bahasa yang
sederhana dan mudah dimengerti, memanfaatkan teknologi informasi yang dikenal
oleh masyarakat, dan memperhatikan tata nilai budaya yang ada. Penyampaian
informasi dapat dilakukan melalui berbagai media yang dikenal oleh masyarakat,
seperti papan pengumuman, penanda arah, media cetak, telepon, short message service (sms), media
elektronik, media sosial, atau internet.
g) Mekanisme untuk menerima umpan balik terkait kemudahan
akses dan usulan perbaikan terhadap pelayanan dari pengguna layanan diperlukan
untuk perbaikan sistem pelayanan dan penyelenggaraan upaya Puskesmas.
h) Tersedia mekanisme untuk menyelesaikan aduan/keluhan
pengguna layanan yang terdokumentasi dengan aturan yang telah ditetapkan dan
dapat diakses oleh publik.
i) Kepuasan pengguna layanan adalah hasil pendapat dan
penilaian pengguna layanan terhadap kinerja pelayanan yang diberikan oleh
Puskesmas, sedangkan kepuasan pasien adalah hasil pendapat dan penilaian pasien
terhadap kinerja pelayanan yang diberikan oleh Puskesmas. Kepuasan pengguna
layanan/pasien dapat dicapai apabila pelayanan yang diberikan sesuai atau
melampaui harapan pengguna layanan/pasien. Untuk itu, perlu dilakukan penilaian
kepuasan pengguna layanan/pasien secara berkala serta ditindaklanjuti.
2) Elemen Penilaian:
a) Ditetapkan
kebijakan tentang hak dan kewajiban pasien (R).
b) Dilakukan
sosialisasi tentang hak dan kewajiban pasien serta jenis-jenis pelayanan yang
disediakan oleh Puskesmas kepada pengguna layanan dan kepada petugas dengan
menggunakan strategi komunikasi yang ditetapkan Puskesmas (R,D,O,W).
c) Dilakukan
evaluasi dan tindak lanjut kepatuhan petugas dalam implementasi pemenuhan hak
dan kewajiban pasien, dan hasil sosialisasi jenis-jenis pelayanan yang
disediakan oleh Puskesmas kepada pengguna layanan (D,O,W).
d) Dilakukan
upaya untuk memperoleh umpan balik pengguna layanan dan pengukuran kepuasan
pasien serta penanganan aduan/keluhan dari pengguna layanan maupun tindak
lanjutnya yang didokumentasikan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan dan
dapat diakses oleh publik (R,D,O,W).
2. Standar 1.2 Tata kelola
organisasi.
Tata kelola organisasi Puskesmas dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tata kelola organisasi Puskesmas meliputi struktur
organisasi, pengendalian dokumen, pengelolaan jaringan pelayanan dan jejaring,
serta manajemen data dan informasi.
a. Kriteria 1.2.1
Struktur organisasi ditetapkan dengan kejelasan tugas, wewenang,
tanggung jawab, tata hubungan kerja, dan persyaratan jabatan.
1) Pokok Pikiran:
a) Agar dapat menjalankan tugas pokok
dan fungsi organisasi, perlu disusun struktur organisasi Puskesmas yang
ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b) Untuk tiap jabatan yang ada dalam
struktur organisasi yang telah ditetapkan perlu ada kejelasan tugas, wewenang,
tanggung jawab, dan persyaratan jabatan.
c) Perlu dilakukan pengaturan terhadap
tata hubungan kerja di dalam struktur organisasi yang ditetapkan.
d) Pengisian jabatan dalam struktur
organisasi tersebut dilaksanakan berdasarkan persyaratan jabatan oleh kepala
Puskesmas dengan menetapkan penanggung jawab masing-masing upaya.
e) Efektivitas struktur dan pengisian
jabatan perlu dikaji ulang secara periodik oleh Puskesmas untuk menyempurnakan
struktur yang ada dan efektivitas organisasi agar sesuai dengan perkembangan
dan kebutuhan.
f) Puskesmas dalam menjalankan tugas
pokok dan fungsinya harus mengikuti kode etik perilaku (code of conduct) yang berlaku untuk seluruh pegawai yang bekerja di
Puskesmas dan ditetapkan oleh kepala Puskesmas. Kode etik perilaku yang
ditetapkan mencerminkan visi, misi, tujuan, dan tata nilai Puskesmas serta
budaya keselamatan. Kode etik perilaku harus disosialisasikan kepada seluruh
pegawai Puskesmas. Evaluasi terhadap pelaksanaan kode etik perilaku dilakukan
sekurang-kurangnya setahun sekali. Evaluasi dapat dilakukan dengan metode
penilaian kinerja, termasuk penilaian perilaku pegawai yang didasarkan baik
perilaku yang sesuai dengan tata nilai maupun perilaku yang sesuai dengan kode
etik. Hasil evaluasi tersebut ditindaklanjuti dengan langkah-langkah agar
pelaksanaan kode etik perilaku pegawai semakin optimal.
g) Sebagai wujud akuntabilitas dalam
penyelenggaraan pelayanan di Puskesmas, perlu ditetapkan kebijakan dan prosedur
pendelegasian wewenang dari kepala Puskesmas kepada penanggung jawab upaya,
dari penanggung jawab upaya kepada koordinator pelayanan, dan dari koordinator
pelayanan kepada pelaksana kegiatan kepada pelaksana kegiatan apabila
meninggalkan tugas atau terdapat kekosongan pengisian jabatan yang ditetapkan
oleh kepala Puskesmas sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pendelegasian
wewenang yang dimaksud adalah pendelegasian manajerial.
2) Elemen Penilaian:
a) Kepala
Puskesmas menetapkan penanggung jawab dan koordinator pelayanan Puskesmas
sesuai struktur organisasi yang ditetapkan (R).
b) Ditetapkan
kode etik perilaku yang berlaku untuk seluruh pegawai yang bekerja di Puskesmas
serta dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaannya dan dilakukan tindak lanjutnya
(R,D,W).
c) Terdapat
kebijakan dan prosedur yang jelas dalam pendelegasian wewenang manajerial dari
kepala Puskesmas kepada penanggung jawab upaya, dari penanggung jawab upaya
kepada koordinator pelayanan, dan dari koordinator pelayanan kepada pelaksana
kegiatan (R,D).
b. Kriteria 1.2.2
Kebijakan, pedoman/panduan, prosedur, dan kerangka
acuan terkait pelaksanaan kegiatan, disusun, didokumentasikan, dan dikendalikan
serta didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk
pengendalian dokumen bukti pelaksanaan kegiatan.
1) Pokok Pikiran:
a) Dalam menyusun kebijakan,
pedoman/panduan, prosedur, dan kerangka acuan didasarkan pada ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau berbasis bukti ilmiah
terkini.
b) Berbasis bukti ilmiah terkini dapat
dibuktikan dengan mengacu pada referensi yang ter-update.
c) Untuk menyusun, mendokumentasikan,
dan mengendalikan seluruh dokumen yang ada di Puskesmas perlu disusun pedoman
tata naskah Puskesmas.
d)
Pedoman
tata naskah Puskesmas berfungsi sebagai acuan dalam penyusunan dokumen,
meliputi:
(1) dokumen regulasi (kebijakan,
pedoman/panduan, prosedur, dan kerangka acuan);
(2) dokumen eksternal; dan
(3) dokumen bukti rekaman pelaksanaan
kegiatan.
e) Pedoman tata naskah Puskesmas
mengatur, antara lain:
(1) penyusunan, tinjauan, dan pengesahan
dokumen regulasi internal oleh kepala Puskesmas;
(2) proses tinjauan dokumen regulasi internal
dilakukan secara berkala dan selanjutnya dilakukan pengesahan oleh kepala
Puskesmas;
(3) pengendalian dokumen dilakukan untuk
memastikan dokumen regulasi internal termuktahir yang tersedia di unit-unit
pelayanan;
(4) perubahan dokumen harus
diidentifikasi, salah satunya melalui riwayat perubahan dalam dokumen regulasi
internal;
(5) pemeliharaan dokumen meliputi
penataan dan penyimpanan sesuai dengan pengkodean dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan untuk memastikan identitas dan keterbacaan dokumen;
(6) pengelolaan dokumen eksternal
meliputi pencatatan, penataan, dan penyimpanan sesuai dengan pengkodean dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan;
(7) pengaturan masa penyimpanan (retensi)
dokumen yang kedaluwarsa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
dengan tetap menjamin agar dokumen tersebut tidak disalahgunakan; dan
(8) penyediaan alur penyusunan dan
pendistribusian dokumen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
f) Penyusunan pedoman tata naskah
Puskesmas dapat merujuk pada kebijakan masing-masing daerah dan/atau sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait tata naskah dinas.
g) Seluruh pegawai harus menggunakan
kebijakan, pedoman/ panduan, kerangka acuan, dan prosedur yang telah ditetapkan
untuk pelaksanaan kegiatan baik KMP, UKM, UKP, laboratorium, dan kefarmasian.
h) Penyusunan kebijakan,
pedoman/panduan, kerangka acuan, dan prosedur masing-masing pelayanan mengacu
pada ketentuan peraturan perundangundangan dan/atau pedoman yang dikeluarkan
oleh organisasi profesi terkait.
i) Masing-masing pelayanan kesehatan
perseorangan harus menyusun prosedur pelayanan kesehatan perseorangan yang
mengacu pada Pedoman Pelayanan Kedokteran dan Panduan Praktik Klinis.
2) Elemen Penilaian:
a) Ditetapkan
pedoman tata naskah Puskesmas (R).
b) Ditetapkan
kebijakan, pedoman/panduan, prosedur, dan kerangka acuan untuk KMP,
penyelenggaraan UKM serta penyelenggaraan UKP, laboratorium, dan kefarmasian
yang didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau berbasis
bukti ilmiah terkini (R,W).
c) Dilakukan
pengendalian, penataan, dan distribusi dokumen sesuai dengan prosedur yang
telah ditetapkan (R,D,O,W).
c. Kriteria 1.2.3
Jaringan pelayanan dan jejaring di wilayah kerja Puskesmas dikelola dan
dioptimalkan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kepada masyarakat.
1) Pokok Pikiran:
a) Puskesmas perlu mengidentifikasi jaringan pelayanan
dan jejaring yang ada di wilayah kerja Puskesmas untuk optimalisasi koordinasi
dan/atau rujukan di bidang upaya kesehatan.
b) Yang dimaksud jaringan pelayanan dan jejaring
Puskesmas adalah sebagaimana yang diatur dalam peraturan yang mengatur tentang
Puskesmas.
c) Kepala Puskesmas dan penanggung jawab upaya/kegiatan
Puskesmas mempunyai kewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap jaringan
pelayanan dan jejaring yang ada di wilayah kerja Puskesmas agar jaringan
pelayanan dan jejaring tersebut dapat memberikan kontribusi terhadap
penyelenggaraan UKM, UKP, laboratorium, dan kefarmasian yang mudah diakses oleh
masyarakat.
d) Program pembinaan meliputi aspek KMP, UKM, UKP,
laboratorium, dan kefarmasian, termasuk pembinaan ketenagaan, sarana prasarana,
dan pembiayaan dalam upaya pemberian pelayanan yang bermutu.
e) Indikator kinerja pembinaan jaringan dan jejaring
Puskesmas ditetapkan oleh kepala Puskesmas. Indikator tersebut digunakan untuk
menilai sejauh mana cakupan dan keberhasilan pelaksanaan program pembinaan
tersebut.
2) Elemen Penilaian:
a) Ditetapkan
indikator kinerja pembinaan jaringan pelayanan dan jejaring Puskesmas (R).
b) Dilakukan
identifikasi jaringan pelayanan dan jejaring di wilayah kerja Puskesmas untuk
optimalisasi koordinasi dan/atau rujukan di bidang upaya kesehatan (D).
c) Disusun
dan dilaksanakan program pembinaan terhadap jaringan pelayanan dan jejaring
Puskesmas dalam rangka mencapai indikator kinerja pembinaan dengan jadwal dan
penanggung jawab yang jelas (R,D,W).
d) Dilakukan
evaluasi dan tindak lanjut terhadap pencapaian indikator kinerja pembinaan
jaringan pelayanan dan jejaring Puskesmas (D).
Kriteria 1.2.4
Puskesmas menjamin ketersediaan data dan informasi melalui
penyelenggaraan sistem informasi Puskesmas.
3)
Pokok
Pikiran:
a) Dalam upaya meningkatkan status kesehatan di wilayah
kerjanya, Puskesmas menyediakan data dan informasi sebagai bahan pengambilan
keputusan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, maupun pengambilan keputusan pada
tingkat kebijakan di dinas kesehatan daerah kabupaten/kota termasuk penyampaian
informasi kepada masyarakat dan pihak terkait.
b) Ketersediaan data dan informasi akan memudahkan tim
mutu, para penanggung jawab upaya, koordinator pelayanan, dan masing-masing
pelaksana kegiatan, baik UKM maupun UKP, laboratorium, dan kefarmasian, dalam
merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi keberhasilan upaya
kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pengguna layanan.
c) Penyelenggaraan sistem informasi Puskesmas sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
d) Data dan informasi tersebut meliputi minimal data
dasar dan data program serta data dan informasi lain yang ditetapkan oleh dinas
kesehatan daerah kabupaten/kota, dinas kesehatan daerah provinsi, dan
Kementerian Kesehatan.
e) Data dasar terdiri atas identitas Puskesmas, wilayah
kerja Puskesmas, sumber daya Puskesmas, dan sasaran program Puskesmas.
Kemudian, data program meliputi data UKM esensial, UKM pengembangan, UKP, dan
program lainnya, yakni manajemen Puskesmas, pelayanan kefarmasian, pelayanan keperawatan
kesehatan masyarakat, pelayanan laboratorium, dan kunjungan keluarga pada
kegiatan PIS-PK.
f) Pengumpulan, penyimpanan, analisis dan pelaporan data
yang masuk ke dalam sistem informasi dilakukan sesuai dengan periodisasi yang
telah ditentukan.
g) Distribusi informasi, baik secara internal maupun
eksternal dilakukan sesuai dengan ketentuan, termasuk akses data dan informasi
harus mempertimbangkan aspek kerahasiaan informasi dan kepentingan bagi
pengguna data sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
h) Sistem informasi Puskesmas dapat diselenggarakan
secara elektronik dan/atau secara nonelektronik, serta perlu dilakukan
pengawasan/pemantauan dan evaluasi secara periodik.
2) Elemen
Penilaian:
a) Dilaksanakan
pengumpulan, penyimpanan, analisis data, dan pelaporan serta distribusi
informasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait sistem
informasi Puskesmas (R,D,W).
b) Dilakukan
evaluasi dan tindak lanjut terhadap penyelenggaraan sistem informasi Puskesmas
secara periodik (D,W).
c) Terdapat
informasi pencapaian kinerja Puskesmas melalui sistem informasi Puskesmas (D,O).
e. Kriteria 1.2.5
Penyelenggaraan pelayanan
UKM dan UKP dilaksanakan dengan pertimbangan etik dalam pengambilan keputusan
pelayanan.
1) Pokok Pikiran:
a) Puskesmas menghadapi banyak tantangan dalam memberikan
pelayanan kesehatan yang aman dan berkualitas. Kemajuan dalam bidang teknologi
kedokteran, sumber daya yang terbatas, dan harapan pasien yang terus meningkat
sejalan dengan makin meningkatnya pendidikan masyarakat serta dilema etik dan
kontroversi yang sering terjadi telah menjadi hal yang dapat dihadapi oleh
Puskesmas.
b) Demikian pula, bila keputusan mengenai pelayanan
menimbulkan pertanyaan, konflik, atau dilema bagi Puskesmas dan pasien,
keluarga atau pembuat keputusan, dan lainnya. Dilema ini dapat timbul dari
masalah akses, etik, pengobatan atau pemulangan pasien, dan sebagainya.
c) Pimpinan Puskesmas menetapkan cara-cara pengelolaan
dan mencari solusi terhadap dilema tersebut. Puskesmas mengidentifikasi siapa
yang perlu dilibatkan dalam proses serta bagaimana pasien dan keluarganya
berpartisipasi dalam penyelesaian dilema etik.
d) Etik ialah suatu norma atau nilai (value) mengenai sikap batin dan perilaku manusia. Oleh sebab itu,
masih bersifat abstrak, belum tertulis. Jika sudah tertulis, disebut kode etik.
e) Dilema etik merupakan situasi yang dihadapi oleh
seseorang yang mengharuskan dibuatnya keputusan mengenai perilaku yang patut.
Contoh, seseorang tidak bersedia diimunisasi karena alasan keyakinan, seseorang
tidak bersedia bersalin di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) karena
alasan keyakinan, pertimbangan menagih atau tidak menagih biaya perawatan
kepada pasien-pasien yang tidak mampu, tagihan biaya perawatan dianggap lebih
besar oleh pasien, tidak melakukan pemeriksaan kehamilan/nifas karena alasan
kepercayaan/budaya setempat.
f) Jika diperlukan, kepala Puskesmas dapat membentuk dan
menetapkan tim etik dengan keanggotaan terdiri atas perwakilan pelayanan UKM,
pelayanan UKP, mutu dan administrasi manajemen.
g) Dukungan kepala dan/atau pegawai Puskesmas dalam
penyelesaian dilema etik yang terjadi dapat berupa advokasi kepada tokoh
masyarakat/tokoh agama, pembinaan, berkoordinasi dengan dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota dan pihak terkait lainnya serta bentuk dukungan lainnya.
2) Elemen Penilaian:
a) Puskesmas
mempunyai prosedur pelaporan dan penyelesaian bila terjadi dilema etik dalam
pelayanan UKP dan pelayanan UKM (R).
b) Dilaksanakan
pelaporan apabila terjadi dilema etik dalam pelayanan UKP dan pelayanan UKM (D,W).
c) Terdapat
bukti bahwa pimpinan dan/atau pegawai Puskesmas mendukung penyelesaian dilema
etik dalam pelayanan UKP dan pelayanan UKM dan telah dilaksanakan sesuai
regulasi (D,W).
3. Standar 1.3 Manajemen sumber daya manusia.
Manajemen sumber daya manusia
Puskesmas dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketenagaan Puskesmas harus dikelola
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
a. Kriteria 1.3.1
Tersedia sumber daya manusia (SDM) dengan jenis,
jumlah, dan kompetensi sesuai kebutuhan pelayanan dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
1) Pokok
Pikiran:
a) Untuk memenuhi kebutuhan SDM di
Puskesmas berdasarkan jumlah, jenis, dan kompetensi, perlu dilakukan analisis
jabatan dan analisis beban kerja berdasarkan peraturan tentang perencanaan
kebutuhan pegawai dan dapat mempertimbangkan rekomendasi dari organisasi
profesi sebagai dasar pengajuan kebutuhan tenaga Puskesmas ke dinas kesehatan
daerah kabupaten/kota dan/atau pengadaan sendiri bagi Puskesmas BLUD.
b) Penyusunan analisis jabatan dan
analisis beban kerja mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan.
c) Analisis jabatan yang dimaksud di
Puskesmas merujuk pada jabatan sesuai dengan struktur organisasi Puskesmas,
jabatan fungsional, dan jabatan pelaksana di Puskesmas.
d) Pemenuhan SDM tersebut dimaksudkan
untuk memberikan pelayanan sesuai kebutuhan dan harapan pengguna layanan dan
masyarakat.
e) Puskesmas berupaya agar pegawainya
memiliki pendidikan, keterampilan, kompetensi, pengalaman, orientasi dan
pelatihan yang relevan dan terkini.
f) Puskesmas memfasilitasi
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan agar pegawai dapat mengikuti
pendidikan dan pelatihan yang diperlukan.
g) Puskesmas menetapkan mekanisme yang
menjamin pegawai memiliki pendidikan, keterampilan, kompetensi, pengalaman,
orientasi dan pelatihan yang relevan dan terkini.
h) Agar mutu pelayanan kesehatan yang
berorientasi pada keselamatan pasien dan masyarakat di Puskesmas lebih terjamin
dan terlindungi, perlu dipastikan bahwa setiap pelayanan kesehatan dilakukan
oleh dokter, dokter gigi, dan tenaga kesehatan lain yang kompeten melalui
proses kredensial. Pengusulan kredensial dan/atau rekredensial tenaga kesehatan
serta tindak lanjutnya, termasuk penetapan penugasan klinis mengacu pada
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Elemen Penilaian:
a) Dilakukan
analisis jabatan dan analisis beban kerja sesuai kebutuhan pelayanan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan (D,W).
b) Disusun
peta jabatan, uraian jabatan dan kebutuhan tenaga berdasar hasil analisis
jabatan dan hasil analisis beban kerja (D,W).
c) Dilakukan
upaya untuk pemenuhan kebutuhan tenaga baik dari jenis, jumlah maupun
kompetensi sesuai dengan peta jabatan dan hasil analisis beban kerja (D,W).
d) Terdapat
bukti Puskesmas mengusulkan kredensial dan/atau rekredensial tenaga kesehatan
kepada tim kredensial dinas kesehatan daerah kabupaten/kota dan dilakukan
tindak lanjut terhadap hasil kredensial dan/atau rekredensial sesuai ketentuan
yang berlaku (D,W).
b. Kriteria 1.3.2
Setiap pegawai Puskesmas
mempunyai uraian tugas yang menjadi dasar dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan
maupun penilaian kinerja pegawai.
1) Pokok Pikiran:
a) Kepala Puskesmas menetapkan uraian tugas setiap
pegawai sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan pelayanan. Setiap pegawai
wajib memahami uraian tugas masing-masing agar dapat menjalankan pekerjaan
sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan wewenang yang diembannya.
b) Uraian tugas pegawai berisi tugas pokok dan tugas
tambahan serta wewenang dan tanggung jawab yang ditetapkan oleh kepala
Puskesmas. Uraian tugas kepala Puskesmas dan kepala tata usaha ditetapkan oleh
kepala dinas kesehatan daerah kabupatan/kota sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
c) Kepala Puskesmas dalam menetapkan tugas pokok
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
(1) Jenis-jenis pelayanan yang disediakan di Puskesmas;
(2) Jenis-jenis kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya di
Puskesmas; dan
(3) Surat keputusan pengangkatan sebagai jabatan
fungsional sesuai tingkatannya yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.
d) Bagi pegawai non-ASN, tugas pokok adalah tugas yang
sesuai dengan surat keputusan pengangkatan sebagai tenaga kesehatan di
Puskesmas berdasarkan Standar kompetensi lulusan.
e) Tugas tambahan adalah tugas yang diberikan kepada
pegawai untuk mendukung kelancaran pelaksanaan program dan kegiatan.
f) Penilaian kinerja pegawai dilakukan untuk melihat
capaian sasaran kerja baik ASN maupun non-ASN, mengurangi variasi pelayanan,
dan meningkatkan kepuasan pengguna layanan.
g) Indikator penilaian kinerja setiap pegawai Puskesmas
disusun dan ditetapkan berdasarkan hal-hal sebagai berikut.
(1) uraian tugas yang menjadi tanggung jawabnya, baik
uraian tugas pokok maupun tugas tambahan;
(2) tata nilai yang disepakati;
(3) kode etik perilaku; dan
(4) kompetensi pegawai.
h) Perlu ditetapkan kebijakan, prosedur dan indikator
penilaian kinerja yang berdasarkan uraian tugas, tata nilai yang disepakati,
dan kode etik perilaku serta mengacu pada ketentuan peraturan
perundangundangan.
i) Indikator penilaian kinerja untuk uraian tugas pokok
bagi pegawai ASN dan non-ASN dapat menggunakan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP).
j) Dalam upaya peningkatan kompetensi dari tenaga
kesehatan yang memberikan asuhan klinis, perlu direncanakan, dan diberi
kesempatan bagi tenaga klinis melalui pendidikan dan/atau pelatihan.
k) Hasil penilaian kinerja ditindaklanjuti untuk
perbaikan kinerja masing-masing pegawai.
l) Kinerja pegawai dapat dipengaruhi oleh kesejahteraan (well being) dan tingkat kepuasannya,
misalnya kepuasan terhadap kepemimpinan organisasi, beban kerja, tim kerja,
lingkungan kerja, kompensasi dan lain-lain. Oleh karena itu, perlu dilakukan
penilaian tingkat kepuasan pegawai minimal setahun sekali. Hasil analisis
terhadap tingkat kepuasan pegawai digunakan untuk melakukan upaya perbaikan.
2) Elemen Penilaian:
a) Ada
penetapan uraian tugas yang berisi tugas pokok dan tugas tambahan untuk setiap
pegawai (R).
b) Ditetapkan
indikator penilaian kinerja pegawai (R).
c) Dilakukan
penilaian kinerja pegawai minimal setahun sekali dan tindak lanjutnya untuk
upaya perbaikan sesuai dengan mekanisme yang telah ditetapkan (R,D,W).
d) Ditetapkan
indikator dan mekanisme survei kepuasan pegawai terhadap penyelenggaraan KMP, UKM,
UKP, laboratorium, dan kefarmasian serta kinerja pelayanan Puskesmas (R).
e) Dilakukan
pengumpulan data, analisis dan upaya perbaikan dalam rangka meningkatkan
kepuasan pegawai sesuai kerangka acuan (R,D,W).
c. Kriteria 1.3.3
Setiap pegawai mendapatkan kesempatan untuk
mengembangkan ilmu dan keterampilan yang diperlukan.
1)
Pokok
Pikiran:
a) Dalam upaya peningkatan kompetensi
semua pegawai yang ada, Puskesmas perlu merencanakan dan memberi kesempatan
bagi seluruh pegawai yang ada di Puskesmas untuk meningkatkan kompetensi
melalui pendidikan dan/ atau pelatihan. Selain itu, peningkatan kompetensi
pegawai dapat dilakukan dengan cara mengikuti workshop/lokakarya, seminar,
simposium, dan on the job training
(OJT), baik secara daring maupun luring.
b) Puskesmas melakukan analisis
kesenjangan kompetensi untuk memetakan kebutuhan peningkatan kompetensi
pegawai.
c) Hasil analisis kesenjangan kompetensi
dijadikan sebagai dasar dalam mengajukan peningkatan kompetensi para pegawai
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
d) Puskesmas memfasilitasi pemenuhan
kompetensi pegawai karena adanya kesenjangan sesuai dengan mekanisme yang telah
ditetapkan sebagai bentuk dukungan dari manajemen bagi semua tenaga Puskesmas.
e) Puskesmas melakukan pendokumentasian
hasil peningkatan kompetensi sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
2)
Elemen
Penilaian:
a) Tersedia
informasi mengenai peluang untuk meningkatkan kompetensi bagi semua tenaga yang
ada di Puskesmas (D).
b) Ada
dukungan dari manajemen bagi semua tenaga yang ada di Puskesmas untuk
memanfaatkan peluang tersebut (R,W).
c) Jika
ada tenaga yang mengikuti peningkatan kompetensi, dilakukan evaluasi penerapan
terhadap hasil peningkatan kompetensi tersebut di tempat kerja (R,D,W).
d. Kriteria 1.3.4
Setiap pegawai mempunyai
dokumen kepegawaian yang lengkap dan mutakhir.
1) Pokok Pikiran:
a) Puskesmas wajib menyediakan dokumen
kepegawaian, baik dalam bentuk cetak maupun dalam bentuk digital, untuk tiap
pegawai yang bekerja di Puskesmas sebagai bukti bahwa pegawai yang bekerja
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan dilakukan upaya pengembangan untuk
memenuhi persyaratan tersebut. Dokumen kepegawaian tersebut dikelola sesuai
dengan mekanisme yang ditetapkan yang dapat menjamin kelengkapan dan
kemutakhirannya.
b) Tenaga kesehatan yang bekerja di
Puskesmas harus mempunyai surat tanda registrasi (STR), dan atau surat izin
praktik (SIP) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
c) Dokumen kepegawaian tiap pegawai
berisi antara lain:
(1) bukti pendidikan (ijazah),
(2) bukti surat tanda registrasi (STR)
yang masih berlaku,
(3) bukti surat izin praktik (SIP) yang
masih berlaku,
(4) uraian tugas pegawai dan/atau rincian
wewenang klinis tenaga kesehatan,
(5) bukti sertifikat pelatihan,
(6) bukti pengalaman kerja jika
dipersyaratkan,
(7) hasil penilaian kinerja pegawai,
(8) bukti kebutuhan
pengembangan/pelatihan,
(9) bukti evaluasi penerapan hasil
pelatihan, dan
(10) bukti
pelaksanaan orientasi.
2) Elemen Penilaian:
a)
Ditetapkan dan tersedia isi dokumen kepegawaian
yang lengkap dan mutakhir untuk tiap pegawai yang bekerja di Pukesmas, serta
terpelihara sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan (R,D,O,W).
b) Dilakukan
evaluasi dan tindak lanjut secara periodik terhadap kelengkapan dan
pemutakhiran dokumen kepegawaian (D,W).
e. Kriteria 1.3.5
Pegawai baru dan pegawai
alih tugas wajib mengikuti orientasi agar memahami dan mampu melaksanakan tugas
pokok dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
1) Pokok Pikiran:
a) Setiap pegawai baru dan pegawai alih
tugas baik yang diposisikan sebagai pimpinan Puskesmas, penanggung jawab upaya
Puskesmas, koordinator pelayanan, maupun pelaksana kegiatan harus mengikuti
orientasi.
b) Khusus Puskesmas yang menerima
mahasiswa dengan tujuan magang maka pelaksanaan orientasi dilaksanakan sesuai
dengan kebijakan Puskesmas dan kurikulum dari institusi pendidikan.
c) Orientasi dilakukan agar pegawai baru
dan pegawai alih tugas memahami tugas, peran, dan tanggung jawab yang akan
diemban.
d) Puskesmas menyusun kerangka acuan
pelaksanaan orientasi sebagai dasar dalam melakukan kegiatan orientasi umum dan
orientasi khusus.
e) Kegiatan orientasi umum dilaksanakan
untuk mengenal secara garis besar visi, misi, tata nilai, kode etik perilaku,
tugas pokok dan fungsi serta struktur organisasi Puskesmas, program mutu dan
keselamatan pasien, serta program pencegahan dan pengendalian infeksi. Kegiatan
orientasi umum yang ditujukan terutama kepada pegawai baru ini juga dapat
ditambah dengan penjelasan topik lainnya yang dipandang perlu oleh Puskesmas.
f) Kegiatan orientasi khusus difokuskan
pada orientasi di tempat tugas yang menjadi tanggung jawab dari pegawai yang
bersangkutan dan tanggung jawab spesifik sesuai dengan penugasan pegawai
tersebut.
g) Pada kegiatan orientasi khusus ini,
pegawai baru dan pegawai alih tugas juga diberikan penjelasan terkait apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan, bagaimana melakukan tugas dengan aman sesuai
dengan Panduan Praktik Klinis, panduan asuhan lainnya, dan pedoman program
lainnya.
2) Elemen Penilaian:
a) Orientasi
pegawai dilaksanakan sesuai kerangka acuan yang disusun (R,D,W).
b) Dilakukan
evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan orientasi pegawai (D,W).
f. Kriteria 1.3.6
Puskesmas menyelenggarakan
pelayanan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
1) Pokok Pikiran:
a) Pegawai yang bekerja di Puskesmas
mempunyai risiko terpapar infeksi yang dapat menimbulkan penyakit akibat kerja,
terjadinya kecelakaan kerja terkait dengan pekerjaan yang dilakukan dalam
pelayanan baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pegawai
mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan perlindungan terhadap
kesehatannya.
b) Program pemeriksaan kesehatan secara
berkala perlu dilakukan sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh kepala Puskesmas.
Demikian juga dengan pemberian imunisasi bagi pegawai yang sesuai dengan hasil
identifikasi risiko penyakit infeksi dan program perlindungan pegawai dari
penularan penyakit infeksi perlu dilakukan dan dilaporkan jika terjadi paparan.
Tindak lanjut pelayanan kesehatan dan konseling perlu disusun dan diterapkan.
c) Program K3 juga meliputi promosi
kesehatan dan kesejahteraan (well being)
pegawai (misalnya: manajemen stres, pola hidup sehat, monitoring beban kerja,
keseimbangan kehidupan, dan kepuasan kerja) serta pencegahan penyakit akibat
kerja.
d) Pegawai juga berhak untuk mendapat
pelindungan atas tindak kekerasan yang dilakukan oleh pengguna layanan, keluarga
pengguna layanan, maupun oleh sesama pegawai. Program pelindungan pegawai
terhadap kekerasan fisik, termasuk proses pelaporan, tindak lanjut pelayanan
kesehatan, dan konseling, perlu disusun dan diterapkan.
e) Untuk menerapkan program kesehatan
dan keselamatan kerja pegawai, semua staf harus memahami cara mereka
melaporkan, cara mereka dirawat, dan cara mereka menerima konseling dan tindak
lanjut akibat cedera, seperti tertusuk jarum (suntik), terpapar penyakit
menular, memahami identifikasi risiko dan kondisi yang berbahaya di tempat
kerja serta masalah-masalah penerapan kesehatan dan keselamatan lainnya.
Program tersebut juga menyediakan pemeriksaan kesehatan pada awal bekerja,
imunisasi dan pemeriksaan preventif secara berkala, pengobatan untuk kondisi-kondisi
umum yang berhubungan dengan pekerjaan, seperti cedera punggung, atau cedera
yang lebih mendesak.
f) Puskesmas melakukan evaluasi dan
tindak lanjut terhadap hasil pelaporan pelaksanaan program K3 bagi pegawai.
Pelaksanaan tindak lanjut K3 dapat terintegrasi dengan kegiatan pelayanan
kesehatan lainnya yang saling berkaitan.
g) Dalam menyelenggarakan program K3,
kepala Puskesmas menunjuk petugas yang bertanggung jawab terhadap program K3
yang dalam tata hubungan kerjanya berada di bawah penanggung jawab mutu. Jika
Puskesmas tidak memiliki SDM yang memadai, petugas yang bertanggung jawab
terhadap program K3 dapat dirangkap oleh petugas yang bertanggung jawab
terhadap program lain, seperti manajemen fasilitas dan keselamatan (MFK),
pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI), keselamatan pasien (KP), dan
lainnya.
2) Elemen Penilaian:
a) Ditetapkan
petugas yang bertanggung jawab terhadap program K3 dan program K3 Puskesmas
serta dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program K3 (R,D,W).
b) Dilakukan
pemeriksaan kesehatan secara berkala terhadap pegawai untuk menjaga kesehatan
pegawai sesuai dengan program yang telah ditetapkan oleh kepala Puskesmas (R,D,W).
c) Ada
program dan pelaksanaan imunisasi bagi pegawai sesuai dengan tingkat risiko
dalam pelayanan (R,D,W).
d) Apabila
ada pegawai yang terpapar penyakit infeksi, kekerasan, atau cedera akibat
kerja, dilakukan konseling dan tindak lanjutnya (D,W).
4. Standar 1.4 Manajemen fasilitas dan
keselamatan.
Manajemen sarana (bangunan), prasarana, peralatan,
keselamatan dan keamanan lingkungan Puskesmas dilaksanakan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Sarana (bangunan), prasarana, peralatan, keselamatan
dan keamanan lingkungan dikelola dalam Manajemen Fasilitas dan Keselamatan
(MFK) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan dan dikaji dengan
memperhatikan manajemen risiko.
a. Kriteria 1.4.1
Disusun dan diterapkan program Manajemen Fasilitas dan
Keselamatan (MFK) yang meliputi manajemen keselamatan dan keamanan fasilitas,
manajemen bahan berbahaya beracun (B3) dan limbah B3, manajemen kedaruratan dan
bencana, manajemen pengamanan kebakaran,
manajemen alat kesehatan,
manajemen sistem utilitas, dan pendidikan MFK.
1) Pokok Pikiran:
a) Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan
tingkat pertama yang memberikan pelayanan kepada masyarakat mempunyai kewajiban
untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
bangunan, prasarana, peralatan dan menyediakan lingkungan yang aman bagi
pengguna layanan, pengunjung, petugas, dan masyarakat termasuk pasien dengan
keterbatasan fisik diberikan akses untuk memperoleh pelayanan.
b) Pemenuhan kemudahan dan keamanan
akses bagi orang dengan keterbatasan fisik, misalnya penyediaan ramp, kursi roda, hand rail, dan lain-lain harus dilakukan.
c) Puskesmas perlu menyusun dan
menerapkan program manajemen fasilitas dan keselamatan (MFK) untuk menyediakan
lingkungan yang aman bagi pengguna layanan, pengunjung, petugas dan masyarakat.
d) Program MFK perlu disusun setiap
tahun dan diterapkan. Program MFK meliputi hal-hal sebagai berikut:
(1) Manajemen keselamatan dan keamanan
fasilitas. Keselamatan fasilitas adalah suatu keadaan tertentu pada bangunan,
halaman, prasarana, peralatan yang tidak menimbulkan bahaya atau risiko bagi
pengguna layanan, pengunjung, petugas dan masyarakat. Keamanan fasilitas adalah
perlindungan terhadap kehilangan, pengrusakan dan kerusakan, atau penggunaan
akses oleh mereka yang tidak berwenang.
(2) Manajemen bahan berbahaya beracun
(B3) dan limbah B3.
Bahan berbahaya harus dikendalikan dan limbah bahan
berbahaya harus dibuang secara aman. Manajemen B3 dan limbah B3 meliputi:
(a) Penetapan jenis dan area/lokasi
penyimpanan B3 harus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
(b) Pengelolaan, penyimpanan, dan
penggunaan B3 harus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
(c) Sistem pelabelan B3 harus sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan;
(d) Sistem pendokumentasian dan perizinan
B3 harus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
(e) Penanganan tumpahan dan paparan B3
harus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
(f) Sistem pelaporan dan investigasi jika
terjadi tumpahan dan/atau paparan harus sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan;
(g) Pembuangan limbah B3 yang memadai
harus sesuai peraturan perundang-undangan; dan
(h) Penggunaan alat pelindung diri (APD)
harus sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
(3) Manajemen kedaruratan dan bencana.
Manajemen kedaruratan dan bencana adalah tanggap terhadap wabah, bencana dan
keadaan kegawatdaruratan akibat bencana. Manajemen kedaruratan dan bencana
direncanakan dan efektif.
Manajemen kedaruratan dan bencana perlu disusun dalam
upaya menanggapi kejadian bencana, baik internal maupun eksternal yang
meliputi:
(a) identifikasi jenis, kemungkinan, dan
akibat dari bencana yang mungkin terjadi menggunakan Hazard Vulnerability Assessment (HVA),
(b) menentukan peran Puskesmas dalam
kejadian bencana
(c) strategi komunikasi jika terjadi
bencana,
(d) manajemen sumber daya,
(e) penyediaan pelayanan dan
alternatifnya,
(f) identifikasi peran dan tanggung jawab
tiap pegawai serta manajemen konflik yang mungkin terjadi pada saat bencana,
dan
(g) peran Puskesmas dalam tim
terkoordinasi dengan sumber daya masyarakat yang tersedia.
Puskesmas juga perlu merencanakan dan menerapkan suatu
kesiapan menghadapi bencana yang disimulasikan setiap tahun yang meliputi huruf
b) sampai dengan f) dari manajemen kedaruratan dan bencana.
(4) Manajemen pengamanan kebakaran.
Manajemen pengamanan kebakaran berarti Puskesmas wajib
melindungi properti dan penghuni dari kebakaran dan asap.
Manajemen pengamanan kebakaran secara umum meliputi
pencegahan terjadinya kebakaran dengan melakukan identifikasi area berisiko
bahaya kebakaran dan ledakan, penyimpanan dan pengelolaan bahan-bahan yang
mudah terbakar, penyediaan proteksi kebakaran aktif dan pasif. Secara khusus,
manajemen pengamanan kebakaran akan berisi:
(a) frekuensi inspeksi, pengujian, dan
pemeliharaan sistem proteksi dan penanggulangan kebakaran secara periodik
sesuai peraturan yang berlaku,
(b) jalur evakuasi yang aman dari api,
asap dan bebas hambatan,
(c) proses pengujian sistem proteksi dan
penanggulangan kebakaran dilakukan selama kurun waktu 12 bulan, dan
(d) edukasi kepada staf terkait sistem
proteksi dan cara evakuasi pengguna layanan yang efektif pada situasi
kebakaran.
(5) Manajemen alat kesehatan.
Manajemen alat kesehatan ini berguna untuk mengurangi
risiko ketidaktersediaan dan kegagalan fungsi alat kesehatan. Alat kesehatan
harus dipilih, dipelihara, dan digunakan sesuai dengan ketentuan.
(6) Manajemen sistem utilitas.
Manajemen sistem utilitas meliputi sistem listrik,
sistem air, sistem gas medik, dan sistem pendukung lainnya, seperti generator
(genset), serta perpipaan air. Sistem utilitas dipelihara untuk meminimalkan
risiko kegagalan pengoperasian dan harus dipastikan tersedia selama 7 hari 24 jam.
(7) Pendidikan MFK.
e) Untuk menyediakan lingkungan yang
aman bagi pengguna layanan, pengunjung, petugas dan masyarakat dilakukan
identifikasi dan pembuatan peta terhadap area berisiko.
f) Pengkajian dan penanganan risiko
secara proaktif terkait keamanan dan keselamatan fasilitas, B3 dan limbah B3,
kedaruratan dan bencana, kebakaran, alat kesehatan, sistem utilitas, dan
pendidikan MFK dituangkan dalam daftar risiko (risk register) yang terintegrasi dengan daftar risiko (risk register) dalam program manajemen
risiko.
g) Rencana tersebut dikaji, diperbaharui
dan didokumentasikan dengan merefleksikan keadaankeadaan terkini dalam
lingkungan Puskesmas.
h) Untuk menjalankan program MFK maka
diperlukan tim dan/atau penanggung jawab yang ditunjuk oleh kepala Puskesmas.
i) Program MFK perlu dievaluasi minimal
per triwulan untuk memastikan bahwa Puskesmas telah melakukan upaya penyediaan
lingkungan yang aman bagi pengguna layanan, pengunjung, petugas, dan masyarakat
sesuai dengan rencana.
2) Elemen Penilaian:
a) Terdapat
petugas yang bertanggung jawab dalam MFK serta tersedia program MFK yang
ditetapkan setiap tahun berdasarkan identifikasi risiko (R).
b) Puskesmas
menyediakan akses yang mudah dan aman bagi pengguna layanan dengan keterbatasan
fisik (O,W).
c) Dilakukan
identifikasi terhadap area-area berisiko (D,W).
d) Disusun
daftar risiko (risk register) yang
mencakup seluruh lingkup program MFK (D).
e) Dilakukan
evaluasi dan tindak lanjut per triwulan terhadap pelaksanaan program MFK (D).
b. Kriteria 1.4.2
Puskesmas merencanakan dan melaksanakan manajemen
keselamatan dan keamanan fasilitas.
1) Pokok Pikiran:
a) Manajemen keselamatan dan keamanan
fasilitas dirancang untuk mencegah terjadinya cedera pada pengguna layanan,
pengunjung, petugas dan masyarakat, seperti tertusuk jarum, tertimpa bangunan
atau gedung roboh, dan tersengat listrik.
b) Manajemen keselamatan dan keamanan
fasilitas dengan menyediakan lingkungan fisik yang aman bagi pasien, petugas,
dan pengunjung, perlu direncanakan untuk mencegah terjadinya kejadian kekerasan
fisik maupun cedera akibat lingkungan fisik yang tidak aman seperti penculikan
bayi, pencurian, dan kekerasan pada petugas.
c) Agar dapat berjalan dengan baik, maka
manajemen keselamatan dan keamanan fasilitas tersebut juga didukung dengan
penyediaan anggaran, penyediaan fasilitas untuk mendukung keamanan fasilitas
seperti penyediaan closed circuit
television (CCTV), alarm, alat pemadam api ringan (APAR), jalur evakuasi,
titik kumpul, rambu-rambu mengenai keselamatan dan tanda-tanda pintu darurat.
d) Area yang berisiko keamanan dan
kekerasan fisik perlu diindentifikasi dan dibuatkan peta untuk pemantauan dan
meminimalkan terjadinya insiden dan kekerasan fisik pada pengguna layanan,
pengunjung, petugas, dan masyarakat.
e) Pemberian tanda pengenal untuk
pengunjung, petugas serta pekerja alih daya merupakan upaya untuk menyediakan
lingkungan yang aman.
f) Kode darurat yang diperlukan
ditetapkan dan diterapkan, minimal:
(1) kode merah atau alarm untuk
pemberitahuan darurat kebakaran,
(2) kode biru untuk pemberitahuan telah
terjadi kegawatdaruratan medik.
g) Dilakukan inspeksi fasilitas untuk
menjamin keamanan dan keselamatan.
h) Apabila terdapat renovasi maka
dipastikan tidak mengganggu pelayanan dan mencegah penyebaran infeksi.
2) Elemen Penilaian:
a) Dilakukan
identifikasi terhadap pengunjung, petugas dan pekerja alih daya (outsourcing) (R,O,W).
b) Dilakukan
inspeksi fasilitas secara berkala yang meliputi bangunan, prasarana dan
peralatan (R,D,O,W).
c) Dilakukan
simulasi terhadap kode darurat secara berkala (D, O, W, S).
d) Dilakukan
pemantauan terhadap pekerjaan konstruksi terkait keamanan dan pencegahan
penyebaran infeksi (D,O,W).
c. Kriteria 1.4.3
Inventarisasi, pengelolaan, penyimpanan, dan
penggunaan bahan berbahaya beracun (B3), pengendalian dan pembuangan limbah B3 dilakukan
berdasarkan perencanaan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
1)
Pokok
Pikiran:
a) Bahan berbahaya beracun (B3) dan
limbah B3 perlu diidentifikasi dan dikendalikan secara aman.
b) World Health Organization (WHO) telah
mengidentifikasi bahan berbahaya dan beracun serta limbahnya dengan kategori
sebagai berikut: infeksius, patologis dan anatomi, farmasi, bahan kimia, logam
berat, kontainer bertekanan, benda tajam, genotoksik/sitotoksik, dan
radioaktif.
c) Puskesmas perlu menginventarisasi B3
yang meliputi lokasi, jenis, dan jumlah B3 serta limbahnya yang disimpan.
Daftar inventaris ini selalu dimutakhirkan sesuai dengan perubahan yang terjadi
di tempat penyimpanan.
d) Pengelolaan limbah B3 sesuai Standar, mencakup pemilahan, pewadahan dan penyimpanan/tempat
penampungan sementara, transportasi serta pengolahan akhir.
e) Dalam pengelolaan limbah B3,
Puskesmas dapat bekerja sama dengan pihak ketiga sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
f) Tersedia instalasi pengolahan air
limbah (IPAL) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2)
Elemen
Penilaian:
a) Dilakukan
inventarisasi B3 dan limbah B3 (D).
b) Dilaksanakan
manajemen B3 dan limbah B3 (R,D,W).
c) Tersedia
IPAL sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (D,O,W).
d) Apabila
terdapat tumpahan dan/atau paparan/pajanan B3 dan/atau limbah B3, dilakukan
penanganan awal, pelaporan, analisis, dan tindak lanjutnya (D,O,W).
d. Kriteria 1.4.4
Puskesmas menyusun,
memelihara, melaksanakan, dan mengevaluasi manajemen kedaruratan dan bencana.
1) Pokok Pikiran:
a) Potensi terjadinya bencana di daerah
berbeda, yaitu antara daerah yang satu dan yang lain.
b) Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan
tingkat pertama (FKTP) ikut berperan aktif dalam upaya mitigasi dan
penanggulangan bila terjadi bencana, baik internal maupun eksternal.
c) Strategi untuk menghadapi bencana
perlu disusun sesuai dengan potensi bencana yang mungkin terjadi berdasarkan
hasil penilaian kerentanan bahaya (HVA).
d) kesiapan menghadapi bencana disusun dan
disimulasikan setiap tahun secara internal atau melibatkan komunitas secara
luas, terutama ditujukan untuk menilai kesiapan system pada huruf (b) sampai
dengan huruf (f) yang telah diuraikan dalam Pokok
Pikiran d) bagian 3)
Kriteria 1.4.1.
e) Setiap pegawai wajib mengikuti
pelatihan/lokakarya dan simulasi pelaksanaan manajemen kedaruratan dan bencana
yang diselenggarakan minimal setahun sekali agar siap jika sewaktu-waktu
terjadi bencana.
f) Debriefing
adalah sebuah reviu yang dilakukan setelah simulasi bersama peserta simulasi
dan observer yang bertujuan untuk
menindaklanjuti hasil dari simulasi.
g) Hasil dari kegiatan debriefing didokumentasikan.
2) Elemen Penilaian:
a) Dilakukan
identifikasi risiko terjadinya bencana internal dan eksternal sesuai dengan
letak geografis Puskesmas dan akibatnya terhadap pelayanan (D).
b) Dilaksanakan
manajemen kedaruratan dan bencana (D,W).
c) Dilakukan
simulasi dan evaluasi tahunan terhadap manajemen kedaruratan dan bencana yang
telah disusun, dan dilanjutkan dengan debriefing
setiap selesai simulasi. (D,W).
d) Dilakukan
perbaikan terhadap manajemen kedaruratan dan bencana sesuai hasil simulasi dan
evaluasi tahunan. (D).
e. Kriteria 1.4.5
Puskesmas menyusun, memelihara, melaksanakan, dan
melakukan evaluasi manajemen pengamanan kebakaran termasuk sarana evakuasi.
1) Pokok Pikiran:
a) Setiap fasilitas kesehatan termasuk Puskesmas
mempunyai risiko terhadap terjadinya kebakaran. Manajemen pengamanan kebakaran
perlu disusun sebagai wujud kesiagaan Puskesmas terhadap terjadinya kebakaran.
Jika terjadi kebakaran, pengguna layanan, petugas, dan pengunjung harus
dievakuasi dan dijaga keselamatannya.
b) Yang dimaksud dengan sistem proteksi adalah penyediaan
proteksi kebakaran baik secara aktif maupun pasif. Proteksi kebakaran secara
aktif, contohnya APAR, sprinkler,
detektor panas, dan detektor asap, sedangkan proteksi kebakaran secara pasif,
contohnya: jalur evakuasi, pintu darurat, tangga darurat, dan tempat titik
kumpul aman.
c) Merokok di fasilitas pelayanan kesehatan dapat menjadi
sumber terjadinya kebakaran. Puskesmas harus menetapkan larangan merokok di
lingkungan Puskesmas, baik bagi petugas, pengguna layanan, maupun pengunjung. Larangan
merokok wajib dipatuhi oleh petugas, pengguna layanan, dan pengunjung.
Pelaksanaan larangan ini harus dipantau.
2) Elemen
Penilaian:
a) Dilakukan
manajemen pengamanan kebakaran (D,O,W).
b) Dilakukan
inspeksi, pengujian dan pemeliharaan terhadap alat deteksi dini, alarm, jalur
evakuasi, serta keberfungsian alat pemadam api (D,O).
c) Dilakukan
simulasi dan evaluasi tahunan terhadap manajemen pengamanan kebakaran (D,W,S).
d) Ditetapkan
kebijakan larangan merokok bagi petugas, pengguna layanan, dan pengunjung di
area Puskesmas (R,O,W).
f. Kriteria 1.4.6
Puskesmas menyusun dan melaksanakan pengelolaan
program untuk memastikan semua peralatan kesehatan berfungsi dan mencegah
terjadinya ketidaktersediaan dan kegagalan fungsi alat Kesehatan.
1) Pokok Pikiran:
a) Manajemen alat kesehatan ditujukan
untuk:
(1) memastikan bahwa semua alat kesehatan
tersedia dan dilakukan kegiatan pemeliharaan dan kalibrasi secara berkala agar
semua alat kesehatan berfungsi dengan baik;
(2) memastikan bahwa individu yang
melakukan pengelolaan alat kesehatan memiliki kualifikasi yang sesuai dan
kompeten; dan
(3) memastikan operator yang
mengoperasikan alat kesehatan tertentu telah terlatih sesuai dengan kompetensi
yang dibutuhkan.
b) Penggunaan Aplikasi Sarana,
Prasarana, dan Alat Kesehatan (ASPAK) oleh Puskesmas dilakukan untuk memastikan
pemenuhan terhadap Standar sarana, prasarana, dan alat kesehatan.
c) Data sarana, prasarana, dan alat
kesehatan di Puskesmas harus diinput dalam ASPAK dan divalidasi oleh dinas
kesehatan daerah kabupaten/kota untuk menjamin kebenarannya.
d) Agar tidak terjadi keterlambatan atau
gangguan dalam pelayanan, alat kesehatan harus tersedia, berfungsi dengan baik,
dan siap digunakan saat diperlukan. Manajemen alat kesehatan yang dimaksud
meliputi kegiatan pemeriksaan dan kalibrasi secara berkala, sesuai dengan
panduan produk tiap alat kesehatan.
e) Pemeriksaan alat kesehatan yang
dilakukan petugas meliputi: kondisi alat, ada tidaknya kerusakan, kebersihan,
status kalibrasi, dan fungsi alat.
f) Pelaksanaan kalibrasi dilakukan oleh
pihak yang kompeten sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Elemen Penilaian:
a) Dilakukan
inventarisasi alat kesehatan sesuai dengan ASPAK (D).
b) Dilakukan
pemenuhan kompetensi bagi staf dalam mengoperasikan alat kesehatan tertentu (D,W).
c) Dilakukan
pemeliharaan dan kalibrasi terhadap alat kesehatan secara periodik (R,D,O,W).
g. Kriteria 1.4.7
Puskesmas menyusun dan melaksanakan pengelolaan untuk
memastikan semua sistem utilitas berfungsi dan mencegah terjadinya
ketidaktersediaan dan kegagalan fungsi sistem utilitas.
1) Pokok Pikiran:
a) Sistem utilitas meliputi air,
listrik, gas medik, dan sistem penunjang lainnya seperti genset, panel listrik,
perpipaan air, dan lainnya.
b) Dalam memberikan pelayanan kesehatan
pada pengguna layanan, dibutuhkan ketersediaan listrik, air, dan gas medik,
serta sistem penunjang lainnya, seperti genset, panel listrik, perpipaan air,
ventilasi, sistem jaringan dan teknologi informasi, sistem deteksi dini
kebakaran yang sesuai dengan kebutuhan Puskesmas. Manajemen sistem utilitas
perlu disusun untuk menjamin ketersediaan dan keamanan dalam menunjang kegiatan
pelayanan Puskesmas.
c) Sumber air adalah sumber air bersih
dan air minum.
d) Sumber air dan listrik cadangan perlu
disediakan untuk pengganti jika terjadi kegagalan air dan/atau listrik.
e) Penggunaan gas medik dan vakum medik
di fasiltas pelayanan kesehatan dilakukan melalui:
(1) sistem gas medik,
(2) tabung gas medik, dan
(3) oksigen konsentrator portable.
f) Puskesmas harus menyediakan sumber
air, listrik dan gas medik beserta cadangannya selama 7 hari 24 jam.
g) Sistem air, listrik, gas medik, dan
sistem penunjang lainnya, seperti genset, perpipaan air, panel listrik, perlu
diperiksa dan dipelihara untuk menjaga ketersediaannya dalam mendukung kegiatan
pelayanan.
h) Air bersih perlu dilakukan
pemeriksaan seperti, uji kualitas air secara periodik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2) Elemen Penilaian:
a) Dilakukan
inventarisasi sistem utilitas sesuai dengan ASPAK (D).
b) Dilaksanakan
manajemen sistem utilitas dan sistem penunjang lainnya (R,D).
c) Sumber
air, listrik, dan gas medik beserta cadangannya tersedia selama 7 hari 24 jam
untuk pelayanan di Puskesmas (O).
h. Kriteria 1.4.8
Puskesmas menyusun dan
melaksanakan pendidikan manajemen fasilitas dan keselamatan (MFK) bagi petugas.
(1) Pokok Pikiran:
a) Dalam rangka meningkatkan pemahaman, kemampuan, dan
keterampilan dalam pelaksanaan manajemen fasilitas dan keselamatan (MFK) perlu
dilakukan pendidikan petugas agar dapat menjalankan peran mereka dalam
menyediakan lingkungan yang aman bagi pasien, petugas, dan masyarakat.
b) Pendidikan petugas dapat berupa edukasi, pelatihan,
dan in house training/workshop/lokakarya.
c) Pendidikan petugas sebagaimana dimaksud tertuang dalam
rencana pendidikan manajamen fasilitas dan keselamatan.
(2) Elemen Penilaian:
a) Ada
rencana pendidikan manajemen fasilitas dan keselamatan bagi petugas (R).
b) Dilakukan
pemenuhan pendidikan manajemen fasilitas dan keselamatan bagi petugas sesuai
rencana (D,W).
c) Dilakukan
evaluasi dan tindak lanjut perbaikan pelaksanaan pemenuhan pendidikan manajemen
fasilitas dan keselamatan bagi petugas (D,W).
5. Standar
1.5 Manajemen keuangan.
Puskesmas melaksanakan
manajemen keuangan.
Kriteria 1.5.1
Kepala Puskesmas dan penanggung jawab keuangan
melaksanakan manajemen keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
a. Pokok Pikiran:
1) Anggaran yang tersedia di Puskesmas
harus dikelola secara transparan, akuntabel, efektif, dan efisien sesuai dengan
prinsip-prinsip manajemen keuangan.
2) Agar pengelolaan anggaran dapat
dilakukan secara transparan, akuntabel, efektif, dan efisien, maka perlu
ditetapkan kebijakan dan prosedur manajemen keuangan yang mengacu pada
ketentuan peraturan perundangundangan.
3) Puskesmas yang menerapkan pola
pengelolaan keuangan BLUD harus mengikuti ketentuan peraturan perundangundangan
dalam manajemen keuangan BLUD.
b. Elemen Penilaian:
1) Ditetapkan
kebijakan dan prosedur manajemen keuangan dalam pelaksanaan pelayanan Puskesmas
serta petugas pengelola keuangan Puskesmas dengan kejelasan tugas, tanggung
jawab, dan wewenang (R).
2) Dilaksanakan
pengelolaan keuangan sesuai dengan kebijakan dan prosedur manajemen keuangan
yang telah ditetapkan (D,O,W).
6. Standar
1.6 Pengawasan, pengendalian, dan penilaian kinerja
a. Kriteria 1.6.1
Dilakukan pengawasan, pengendalian, dan penilaian kinerja dengan
menggunakan indikator kinerja yang ditetapkan sesuai dengan jenis pelayanan
yang disediakan dan kebijakan pemerintah.
1) Pokok Pikiran:
a) Pengawasan, pengendalian, dan
penilaian terhadap kinerja Puskesmas dilakukan dengan menggunakan indikator
kinerja yang jelas untuk memudahkan dalam melakukan perbaikan kinerja penyelenggaraan
pelayanan dan perencanaan pada periode berikutnya.
b) Pengawasan, pengendalian, dan
penilaian terhadap kinerja Puskesmas dapat berupa pemantauan dan evaluasi,
supervisi, lokakarya mini, audit internal, dan pertemuan tinjauan manajemen.
c) Indikator kinerja adalah indikator
untuk menilai cakupan kegiatan dan manajemen Puskesmas.
d) Indikator kinerja untuk tiap jenis
pelayanan dan kegiatan perlu disusun, dipantau, dan dianalisis secara periodik
sebagai bahan untuk perbaikan kinerja penyelenggaraan pelayanan dan perencanaan
pada periode berikutnya.
e) Indikator-indikator kinerja tersebut
meliputi:
(1)
indikator
kinerja manajemen Puskesmas,
(2)
indikator
kinerja cakupan pelayanan UKM yang mengacu pada indikator nasional seperti
program prioritas nasional, indikator yang ditetapkan oleh dinas kesehatan
daerah provinsi dan indikator yang ditetapkan oleh dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota, dan
(3)
indikator
kinerja cakupan pelayanan UKP, laboratorium, dan kefarmasian.
f) Dalam menyusun indikator-indikator
tersebut harus mengacu pada Standar pelayanan minimal kabupaten/kota,
kebijakan/pedoman dari Kementerian Kesehatan, kebijakan/pedoman dari dinas
kesehatan daerah provinsi dan kebijakan/pedoman dari dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota.
g) Dilakukan pengukuran dan analisis
terhadap capaian indikator kinerja dengan membandingkan terhadap target yang
ditetapkan, capaian dari waktu ke waktu, dan dengan melakukan kaji banding
capaian kinerja Puskesmas yang lain. Kaji banding tidak harus dilakukan dengan
visitasi, tetapi juga dapat dilakukan dengan metode lain, seperti memanfaatkan
teknologi dan media informasi.
h) Hasil pengawasan, pengendalian, dan
penilaian terhadap kinerja Puskesmas diumpanbalikkan kepada lintas program dan
lintas sektor untuk mendapatkan masukan dalam perbaikan kinerja penyelenggaraan
pelayanan dan perencanaan tahunan dan perencanaan lima tahunan.
2) Elemen
Penilaian:
a) Ditetapkan
indikator kinerja Puskesmas sesuai dengan jenis-jenis pelayanan yang disediakan
dan kebijakan pemerintah pusat dan daerah (R).
b) Dilakukan
pengawasan, pengendalian, dan penilaian terhadap kinerja Puskesmas secara
periodik sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan, dan hasilnya
diumpanbalikkan kepada lintas program dan lintas sektor (R,D,W).
c) Dilakukan
evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil pengawasan, pengendalian, dan
penilaian kinerja terhadap target yang ditetapkan dan hasil kaji banding dengan
Puskesmas lain (D,W).
d) Dilakukan
analisis terhadap hasil pengawasan, pengendalian, dan penilaian kinerja untuk
digunakan dalam perencanaan kegiatan masing-masing upaya Puskesmas, dan untuk
perencanaan Puskesmas (D,W).
e) Hasil
pengawasan dan pengendalian dalam bentuk perbaikan kinerja disediakan dan
digunakan sebagai dasar untuk memperbaiki kinerja pelaksanaan kegiatan
Puskesmas dan revisi rencana pelaksanaan kegiatan bulanan (D,W).
f) Hasil
pengawasan, pengendalian, dan penilaian kinerja dibuat dalam bentuk laporan
penilaian kinerja Puskesmas (PKP), serta upaya perbaikan kinerja dilaporkan
kepada dinas kesehatan daerah kabupaten/kota (D).
b. Kriteria 1.6.2
Lokakarya mini lintas program dan lokakarya mini
lintas sektor dilakukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur.
1) Pokok Pikiran:
a) Proses maupun hasil pelaksanaan upaya Puskesmas perlu
dikomunikasikan oleh kepala Puskesmas dan penanggung jawab upaya kepada lintas
program dan lintas sektor terkait agar ada kesamaan persepsi untuk efektivitas
pelaksanaan upaya Puskesmas.
b) Komunikasi dan koordinasi Puskesmas melalui lokakarya
mini bulanan lintas program dan lokakarya mini triwulanan lintas sektor
dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
c) Lokakarya mini bulanan digunakan untuk (1) menyusun
secara lebih terinci kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan selama 1 (satu)
bulan mendatang, khususnya dalam waktu, tempat, sasaran, pelaksana kegiatan,
dukungan (lintas program dan lintas sektor) yang diperlukan, serta metode dan
teknologi yang digunakan, (2) menggalang kerja sama dan keterpaduan serta
meningkatkan motivasi petugas.
d) Lokakarya mini triwulanan digunakan untuk (1)
menetapkan secara konkret dukungan lintas sektor yang akan dilakukan selama 3
(tiga) bulan mendatang, melalui sinkronisasi/harmonisasi RPK antarsektor
(antarinstansi) dan kesatupaduan tujuan, (2) menggalang kerja sama, komitmen,
dan koordinasi lintas sektor dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan pembangunan di
tingkat kecamatan, dan (3) meningkatkan motivasi dan rasa kebersamaan dalam
melaksanakan pembangunan masyarakat kecamatan.
2) Elemen Penilaian:
a) Dilakukan
lokakarya mini bulanan dan triwulanan secara konsisten dan periodik untuk
mengomunikasikan, mengoordinasikan, dan mengintegrasikan upaya-upaya Puskesmas (D,W).
b) Dilakukan
pembahasan permasalahan dan hambatan dalam pelaksanaan kegiatan, serta
rekomendasi tindak lanjut dalam lokakarya mini bulanan dan triwulanan (D,W).
c) Dilakukan
tindak lanjut terhadap rekomendasi lokakarya mini bulanan dan triwulanan dalam
bentuk perbaikan pelaksanaan kegiatan (D,W).
c. Kriteria 1.6.3
Kepala Puskesmas dan penanggung jawab melakukan
pengawasan, pengendalian kinerja, dan kegiatan perbaikan kinerja melalui audit
internal dan pertemuan tinjauan manajemen yang terencana sesuai dengan masalah
kesehatan prioritas, masalah kinerja, risiko, maupun rencana pengembangan
pelayanan.
1) Pokok
Pikiran:
a) Kinerja Puskesmas yang dilakukan
perlu dipantau tingkat ketercapaian target yang ditetapkan.
b) Audit internal merupakan salah satu
mekanisme pengawasan dan pengendalian yang dilakukan secara sistematis oleh tim
audit internal yang dibentuk oleh kepala Puskesmas.
c) Hasil temuan audit internal
disampaikan kepada kepala Puskesmas, penanggung jawab mutu dan tim mutu
Puskesmas, penanggung jawab upaya Puskesmas, koordinator pelayanan dan
pelaksana kegiatan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan.
d) Jika ada permasalahan yang ditemukan
dalam audit internal tetapi tidak dapat diselesaikan sendiri oleh pimpinan dan
pegawai Puskesmas, permasalahan tersebut dapat dirujuk ke dinas kesehatan
daerah kabupaten/kota untuk ditindaklanjuti.
e) Kepala Puskesmas dan penanggung jawab
mutu secara periodik melakukan pertemuan tinjauan manajemen untuk membahas
umpan balik pelanggan, keluhan pelanggan, hasil audit internal, hasil penilaian
kinerja, perubahan proses penyelenggaraan upaya Puskesmas dan kegiatan
pelayanan Puskesmas, perubahan kebijakan mutu jika diperlukan, dan membahas
hasil pertemuan tinjauan manajemen sebelumnya, serta rekomendasi untuk
perbaikan.
f) Pertemuan tinjauan manajemen dipimpin
oleh penanggung jawab mutu.
2) Elemen Penilaian:
a) Kepala
Puskesmas membentuk tim audit internal dengan uraian tugas, wewenang, dan
tanggung jawab yang jelas (R).
b) Disusun
rencana program audit internal tahunan yang dilengkapi kerangka acuan dan
dilakukan kegiatan audit internal sesuai dengan rencana yang telah disusun (R,D,W).
c) Ada
laporan dan umpan balik hasil audit internal kepada kepala Puskesmas, tim mutu,
pihak yang diaudit dan unit terkait (D,W).
d) Tindak
lanjut dilakukan terhadap temuan dan rekomendasi dari hasil audit internal,
baik oleh kepala Puskesmas, penanggung jawab maupun pelaksana (D,W).
e) Kepala
Puskesmas bersama dengan tim mutu merencanakan pertemuan tinjauan manajemen dan
pertemuan tinjauan manajemen tersebut dilakukan dengan agenda sebagaimana
tercantum dalam Pokok Pikiran
(D,W).
f) Rekomendasi
hasil pertemuan tinjauan manajemen ditindaklanjuti dan dievaluasi (D,W).
7. Standar
1.7 Pembinaan Puskesmas oleh dinas kesehatan daerah kabupaten/kota.
Puskesmas harus mendapatkan pembinaan dan pengawasan dari dinas
kesehatan daerah kabupaten/kota mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan
sampai dengan evaluasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dinas kesehatan daerah kabupaten/kota berperan dalam upaya perbaikan
kinerja termasuk peningkatan mutu pelayanan kesehatan Puskesmas.
a. Kriteria 1.7.1
Puskesmas harus mendapatkan pembinaan dan pengawasan terpadu dari dinas
kesehatan daerah kabupaten/kota dalam rangka perbaikan kinerja, termasuk
peningkatan mutu pelayanan di Puskesmas.
1) Pokok Pikiran:
a) Dinas kesehatan daerah kabupaten/kota
sebagai Tim Pembina Cluster Binaan (TPCB) yang dibentuk dengan mengacu pada
ketentuan yang telah ditetapkan melakukan pembinaan kepada Puskesmas sebagai
unit pelaksana teknis.
b) Pencapaian tujuan pembangunan
kesehatan daerah merupakan bagian dari tugas, fungsi, dan tanggung jawab dinas
kesehatan daerah kabupaten/kota.
c) Dalam rangka menjalankan tugas,
fungsi, dan tanggung jawab, dinas kesehatan daerah kabupaten/kota melakukan
bimbingan teknis, supervisi, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan serta
peningkatan mutu pelayanan kesehatan dengan metode seperti Point of Care Quality Improvement (POCQI), PDSA, dan metode
peningkatan mutu lainnya.
d) Pembinaan yang dilakukan oleh dinas
kesehatan daerah kabupaten/kota sebagai TPCB dalam hal penyelenggaraan
Puskesmas mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan hingga evaluasi kinerja
Puskesmas.
e) Pembinaan oleh TPCB meliputi
pembinaan dalam rangka pencapaian target PIS PK, target Standar Pelayanan Minimal (SPM), Program Prioritas Nasional (PPN), dan pemenuhan
Standar pelayanan.
f) Dalam melaksanakan tugasnya, TPCB
mengacu pada pedoman, termasuk pendampingan penyusunan perencanaan perbaikan
strategis (PPS), pemantauan pengukuran dan pelaporan INM serta pemantauan pelaporan
IKP.
2) Elemen Penilaian:
a) Terdapat
penetapan organisasi Puskesmas sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan (R).
b) Dinas
kesehatan daerah kabupaten/kota menetapkan kebijakan dan jadwal pembinaan
terpadu Puskesmas secara periodik (R,D,W).
c) Ada
bukti bahwa dinas kesehatan daerah kabupaten/ kota melaksanakan pembinaan
secara terpadu melalui TPCB sesuai ketentuan, kepada Puskesmas secara periodik,
termasuk jika terdapat pembinaan teknis sesuai dengan pedoman (D,W).
d) Ada
bukti bahwa TPCB menyampaikan hasil pembinaan, termasuk jika ada hasil
pembinaan teknis oleh masing-masing bagian di dinas kesehatan, kepada kepala
dinas kesehatan daerah kabupaten/kota dan memberikan umpan balik kepada
Puskesmas (D,W).
e) Ada
bukti bahwa TPCB melakukan pendampingan penyusunan rencana usulan kegiatan dan
rencana pelaksanaan kegiatan Puskesmas, yang mengacu pada rencana lima tahunan
Puskesmas (R,D,W).
f) Ada
bukti bahwa TPCB menindaklanjuti hasil pelaksanaan lokakarya mini dan pertemuan
tinjauan manajemen Puskesmas yang menjadi kewenangannya dalam rangka membantu
menyelesaikan masalah kesehatan yang tidak bisa diselesaikan di tingkat
Puskesmas (D,W).
g) Ada
bukti TPCB melakukan verifikasi dan memberikan umpan balik hasil pemantauan dan
evaluasi penyelenggaraan pelayanan di Puskesmas secara berkala (D,W).
h) Puskesmas
menerima dan menindaklanjuti umpan balik hasil pembinaan dan evaluasi kinerja
oleh TPCB (D,W).
B. BAB
II PENYELENGGARAAN UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT (UKM) YANG BERORIENTASI PADA
UPAYA PROMOTIF DAN PREVENTIF
1. Standar 2.1 Perencanaan terpadu pelayanan UKM.
Perencanaan pelayanan UKM Puskesmas disusun secara
terpadu berbasis wilayah kerja Puskesmas dengan melibatkan lintas program dan
lintas sektor sesuai dengan analisis kebutuhan masyarakat, data hasil penilaian
kinerja (capaian indikator kinerja) Puskesmas termasuk memperhatikan hasil
pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS PK) dan
capaian target Standar Pelayanan Minimal (SPM) daerah
Kabupaten/Kota.
a. Kriteria 2.1.1
Perencanaan pelayanan UKM Puskesmas disusun secara
terpadu berbasis wilayah kerja Puskesmas dengan melibatkan lintas program dan
lintas sektor sesuai dengan analisis kebutuhan dan harapan masyarakat, data
hasil penilaian kinerja (capaian indikator kinerja) Puskesmas termasuk
memperhatikan hasil pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan
Keluarga (PIS-PK) dan capaian target Standar pelayanan minimal (SPM) daerah
kabupaten/kota.
1) Pokok Pikiran:
a) Identifikasi kebutuhan dan harapan
masyarakat terhadap kegiatan UKM dapat dilakukan dengan survei mawas diri dan
musyawarah masyarakat desa maupun melalui pertemuan-pertemuan konsultatif
lainnya dengan masyarakat, seperti jajak pendapat, temu muka, survei mawas
diri, survei kepuasan masyarakat, dan pertemuan dengan media lainnya.
b) Pelaksanaan identifikasi kebutuhan
dan harapan masyarakat mengacu pada kebijakan dan prosedur yang berlaku.
c) Hasil identifikasi kebutuhan dan
harapan masyarakat yang telah dianalisis dan dibahas bersama lintas program dan
lintas sektor (musyawarah masyarakat desa/kelurahan, lokakarya mini (bulanan
dan triwulan), selanjutnya, dijadikan sebagai dasar dalam penyusunan rencana
usulan kegiatan UKM.
d) Data capaian kinerja (capaian
indikator kinerja) pelayanan UKM dianalisis dengan memperhatikan hasil
pelaksanaan PIS PK dan capaian target SPM yang berbasis wilayah kerja
Puskesmas. Hasil analisis tersebut dibahas secara terpadu bersama lintas
program dan lintas sektor sebagai dasar dalam penyusunan rencana usulan
kegiatan (RUK) UKM.
e) Kegiatan-kegiatan dalam setiap
pelayanan UKM di Puskesmas disusun oleh pelaksana, koordinator pelayanan UKM,
dan Penanggungjawab UKM, yang mengacu pada hasil analisis data kinerja dengan
memperhatikan data PIS PK, analisis capaian SPM daerah kabupaten/kota, pedoman
atau acuan yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan
Provinsi, maupun dinas kesehatan daerah kabupaten/kota, dengan mengutamakan
program prioritas nasional (antara lain penurunan stunting, peningkatan cakupan imunisasi, penanggulangan TB,
pengendalian penyakit tidak menular, penurunan jumlah kematian ibu, dan jumlah
kematian bayi serta memperhatikan hasil analisis kebutuhan dan harapan
masyarakat
f) Dalam Standar ini, kata “pelayanan” digunakan
untuk menggantikan kata “program”. Contoh: Program Promosi kesehatan menjadi
Pelayanan Promosi kesehatan.
2) Elemen Penilaian:
a) Dilakukan
identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat, kelompok masyarakat, keluarga
dan individu yang merupakan sasaran pelayanan UKM sesuai dengan kebijakan dan
prosedur yang telah ditetapkan (R,D,W).
b) Hasil
identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat dianalisis bersama dengan lintas
program dan lintas sektor sebagai bahan untuk pembahasan dalam menyusun rencana
kegiatan UKM (D,W).
c) Data
capaian kinerja pelayanan UKM Puskesmas dianalisis bersama lintas program dan
lintas sektor dengan memperhatikan hasil pelaksanaan PIS PK sebagai bahan untuk
pembahasan dalam menyusun rencana kegiatan yang berbasis wilayah kerja (R,D,W).
d) Tersedia
rencana usulan kegiatan (RUK) UKM yang disusun secara terpadu dan berbasis
wilayah kerja Puskesmas berdasarkan hasil analisis kebutuhan dan harapan
masyarakat, hasil pembahasan analisis data capaian kinerja pelayanan UKM dengan
memperhatikan hasil pelaksanaan kegiatan PIS PK (D,W)
b. Kriteria 2.1.2
Perencanaan pelayanan UKM Puskesmas memuat kegiatan
pemberdayaan masyarakat untuk mengatasi permasalahan kesehatan dan meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat yang proses kegiatan pemberdayaan masyarakat
tersebut dilakukan oleh masyarakat sendiri dengan difasilitasi oleh Puskesmas.
1) Pokok Pikiran:
a) Dalam upaya meningkatkan derajat
kesehatan di wilayah kerja, setiap pelaksana kegiatan, koordinator pelayanan,
dan penanggung jawab UKM Puskesmas wajib memfasilitasi kegiatan yang berwawasan
kesehatan melalui pemberdayaan masyarakat.
b) Pemberdayaan masyarakat bidang
kesehatan yang selanjutnya disebut Pemberdayaan Masyarakat adalah proses untuk
meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan kemampuan individu, keluarga serta masyarakat
untuk berperan aktif dalam upaya kesehatan yang dilaksanakan dengan cara
fasilitasi proses pemecahan masalah melalui pendekatan edukatif dan
partisipatif serta memperhatikan kebutuhan potensi dan sosial budaya setempat.
c) Strategi Pemberdayaan Masyarakat
meliputi:
(1) peningkatan pengetahuan dan kemampuan
masyarakat dalam mengenali dan mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi;
(2) peningkatan kesadaran masyarakat
melalui penggerakan masyarakat;
(3) pengembangan dan pengorganisasian
masyarakat;
(4) penguatan dan peningkatan advokasi
kepada pemangku kepentingan;
(5) peningkatan kemitraan dan partisipasi
lintas sektor, lembaga kemasyarakatan, organisasi kemasyarakatan,dan swasta;
dan
(6) peningkatan pemanfaatan potensi dan
sumber daya berbasis kearifan lokal.
d) Penyelenggaraan Pemberdayaan
Masyarakat dilakukan dengan tahapan:
(1) pengenalan kondisi desa/kelurahan;
(2) survei mawas diri;
(3) musyawarah di desa/kelurahan;
(4) perencanaan partisipatif;
(5) pelaksanaan kegiatan;
(6) pembinaan kelestarian; dan
(7) pengintegrasian program, kegiatan,
dan/atau kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat yang sudah ada sesuai dengan
kebutuhan dan kesepakatan masyarakat.
e) Perencanaan Pemberdayaan Masyarakat
terintegrasi dengan profil kesehatan keluarga (prokesga) sesuai definisi
Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK).
f) Pengembangan/pengorganisasian
masyarakat (community organization)
dalam pemberdayaan dilakukan dengan mengupayakan peran dan fungsi organisasi
masyarakat dalam pembangunan kesehatan. Membangun kesadaran masyarakat
merupakan awal dari kegiatan pengorganisasian masyarakat yang dilakukan dengan
membahas bersama tentang kebutuhan dan harapan mereka, berdasarkan prioritas
masalah kesehatan sesuai dengan sumber daya yang dimiliki.
g) Bentuk pelaksanaan kegiatan
Pemberdayaan Masyarakat dapat dilakukan melalui kegiatan upaya kesehatan
bersumber daya masyarakat (UKBM) seperti posyandu, posbindu PTM, posyandu
Lansia, komunitas peduli kesehatan remaja, komunitas peduli HIV/AIDS, peduli
TB, komunitas peduli kesehatan ibu dan anak, dan seterusnya dan/atau melalui
kegiatan di tatanan-tatanan seperti sekolah, pesantren, pasar, tempat ibadah,
dan lain-lain.
h) Kegiatan fasilitasi berupa:
(1) melaksanakan advokasi dan sosialisasi
kepada masyarakat, pemangku kepentingan, dan mitra terkait untuk mendukung
pelaksanaan
Pemberdayaan Masyarakat;
(2) melakukan pendampingan dan pembinaan
teknis dalam tahapan penyelenggaraan Pemberdayaan Masyarakat;
(3) melakukan koordinasi dengan lintas
sektor dan pemangku kepentingan di wilayah kerja Puskesmas dalam pelaksanaan
Pemberdayaan Masyarakat;
(4) membangun kemitraan dengan organisasi
kemasyarakatan dan swasta di wilayah kerja Puskesmas dalam pelaksanaan
Pemberdayaan Masyarakat
(5) mengembangkan media komunikasi,
informasi, dan edukasi kesehatan terkait Pemberdayaan Masyarakat dengan
memanfaatkan potensi dan sumber daya berbasis kearifan lokal;
(6) melakukan peningkatan kapasitas
tenaga pendamping Pemberdayaan Masyarakat dan kader;
(7) melakukan dan memfasilitasi edukasi
kesehatan kepada masyarakat;
(8) menggerakkan masyarakat untuk
berpartisipasi dalam kegiatan Pemberdayaan Masyarakat;
(9) melakukan pencatatan dan pelaporan
pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat di tingkat kecamatan dan kabupaten/kota
secara berkala; dan
(10)
melakukan
pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas secara berkala
i) Kegiatan fasilitasi yang dimaksud
dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, perbaikan dan evaluasi terhadap kegiatan
Pemberdayaan Masyarakat tersebut.
j) Pemberdayaan Masyarakat dalam bidang
kesehatan tergambar dalam rencana usulan kegiatan (RUK) dan rencana pelaksanaan
kegiatan (RPK) setiap koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM
puskesmas.
2) Elemen Penilaian:
a) Terdapat
kegiatan fasilitasi Pemberdayaan Masyarakat yang dituangkan dalam RUK dan RPK
Puskesmas termasuk kegiatan Pemberdayaan Masyarakat bersumber dari swadaya
masyarakat dan sudah disepakati bersama masyarakat sesuai dengan kebijakan dan
prosedur yang telah ditetapkan (R,D,W).
b) Terdapat
bukti keterlibatan masyarakat dalam kegiatan Pemberdayaan Masyarakat mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, perbaikan, dan evaluasi untuk mengatasi masalah
kesehatan di wilayahnya (D,W).
c) Dilakukan
evaluasi dan tindak lanjut terhadap kegiatan Pemberdayaan Masyarakat (D,W).
c. Kriteria 2.1.3
Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) Pelayanan UKM
terintegrasi lintas program dan mengacu pada Rencana Usulan Kegiatan (RUK)
Puskesmas.
1) Pokok Pikiran:
a) Perencanaan pelayanan UKM Puskesmas
disusun secara terintegrasi lintas program agar efektif dan efisien serta
melalui tahapan perencanaan Puskesmas.
b) Penyusunan RPK harus mengacu pada RUK
yang telah ditetapkan, dengan cara membandingkan alokasi anggaran yang
disetujui. Jika sebagian kegiatan yang direncanakan dalam RUK tidak dapat
dilaksanakan karena keterbatasan sumber daya, maka dimungkinkan sebagian
kegiatan yang tercantum dalam RUK tidak dituangkan dalam RPK
c) RPK pelayanan UKM menggambarkan
kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Puskesmas dalam kurun waktu satu tahun dan
dijabarkan dalam rencana pelaksanaan kegiatan bulan (RPK Bulanan).
d) RPK pelayanan UKM dimungkinkan untuk
diubah/disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan hasil dari pengawasan dan
pengendalian terhadap capaian kinerja, termasuk apabila dijumpai kondisi
tertentu (bencana alam, KLB, perubahan kebijakan, dan lain-lain).
e) RPK pelayanan UKM dirinci dalam RPK
untuk masingmasing pelayanan UKM dan disusun Kerangka Acuan Kegiatan (KAK).
2) Elemen Penilaian:
a) Tersedia
rencana pelaksanaan kegiatan (RPK) tahunan UKM yang terintegrasi dalam rencana
pelaksanaan kegiatan (RPK) tahunan Puskesmas sesuai dengan ketentuan yang
berlaku (R).
b) Tersedia
RPK bulanan (RPKB) untuk masing-masing pelayanan UKM yang disusun setiap bulan (R).
c) Tersedia
kerangka acuan kegiatan (KAK) untuk tiap kegiatan dari masing-masing pelayanan
UKM sesuai dengan RPK yang disusun (R).
d) Jika
terjadi perubahan rencana pelaksanaan pelayanan UKM berdasarkan hasil
pemantauan, kebijakan atau kondisi tertentu, dilakukan penyesuaian RPK (D,W).
2) Standar
2.2 Kemudahan akses sasaran dan masyarakat terhadap pelayanan UKM.
Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM
memastikan kemudahan akses sasaran dan masyarakat terhadap pelaksanaan
pelayanan UKM.
Pelayanan UKM Puskesmas mudah diakses oleh sasaran dan masyarakat,
untuk mendapatkan informasi kegiatan serta penyampaian umpan balik dan keluhan.
a. Kriteria 2.2.1
Penjadwalan pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas
disepakati bersama dengan memperhatikan masukan sasaran, masyarakat, kelompok
masyarakat, lintas program dan lintas sektor yang dilaksanakan sesuai dengan
rencana.
1) Pokok Pikiran:
a) Keberhasilan pelaksanaan kegiatan UKM, Puskesmas
tergantung pada peran aktif masyarakat, kelompok masyarakat, keluarga, dan
individu yang menjadi sasaran.
b) Jadwal pelaksanaan kegiatan disusun berdasarkan
masukan dari sasaran, masyarakat, kelompok masyarakat, lintas program dan
lintas sektor terkait dan disepakati bersama. Jadwal tersebut memuat waktu,
tempat dan sasaran kegiatan.
c) Agar sasaran, masyarakat, lintas program dan lintas
sektor berperan aktif dalam kegiatan, maka jadwal pelaksanaan kegiatan UKM
harus disampaikan kepada sasaran, masyarakat, kelompok masyarakat, lintas
program dan lintas sektor terkait dengan memanfaatkan media komunikasi yang
sudah ditetapkan.
d) Agar sasaran berperan aktif dalam kegiatan UKM, maka
pelaksanaan kegiatan UKM perlu mempertimbangkan kondisi sosial, tata nilai
budaya masyarakat sebagai dasar untuk menetapkan metode dan teknologi yang
digunakan dalam pelaksanaan kegiatan UKM.
e) Metode adalah cara yang digunakan dalam pelaksanaan
kegiatan. Contoh: ceramah, diskusi, pembinaan, kunjungan rumah, dan sebagainya.
Teknologi adalah media/audio visual aid
yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan. Contoh: lembar balik, model, LCD,
film dan sebagainya.
f) Bilamana dilakukan perubahan jadwal, informasi tentang
waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan UKM harus disepakati dan diinformasikan
dengan jelas dan tempat kegiatan mudah diakses oleh sasaran kegiatan UKM, masyarakat
dan kelompok masyarakat.
2) Elemen Penilaian:
a) Tersedia
jadwal serta informasi pelaksanaan kegiatan UKM yang disusun berdasarkan hasil
kesepakatan dengan sasaran, masyarakat, kelompok masyarakat, lintas program dan
lintas sektor terkait (D,W).
b) Jadwal
pelaksanaan kegiatan UKM diinformasikan kepada sasaran, masyarakat, kelompok
masyarakat, lintas program, dan lintas sektor melalui media komunikasi yang
sudah ditetapkan (D,W).
c) Tersedia
bukti penyampaian informasi perubahan jadwal bilamana terjadi perubahan jadwal
pelaksanaan kegiatan (D,W).
b. Kriteria 2.2.2
Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM memastikan akses sasaran dan masyarakat untuk menyampaikan umpan
balik dan keluhan.
1) Pokok Pikiran:
a) Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan
sasaran kegiatan diperlukan umpan balik dan masukan dari masyarakat dan sasaran
kegiatan. Hal ini berguna untuk penyesuaian dan perbaikanperbaikan dalam
pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas.
b) Umpan balik adalah tanggapan yang diperoleh dari hasil
pelayanan yang diberikan baik dalam bentuk masukan untuk perbaikan maupun
bentuk keluhan dari pelayanan yang diperoleh.
c) Umpan balik dapat diperoleh baik secara langsung
maupun tidak langsung dari masyarakat, kelompok masyarakat, dan sasaran
kegiatan UKM.
d) Masyarakat, kelompok masyarakat, dan sasaran program
dapat menyampaikan keluhan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada
penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM.
e) Umpan balik yang diperoleh dilakukan identifikasi yang
selanjutnya dianalisis dan dievaluasi untuk mengetahui peluang pengembangan dan
perbaikan terhadap pelayanan UKM.
f) Umpan balik dan keluhan ditindak lanjuti dengan
pembahasan atau pertemuan konsultatif dengan tokoh masyarakat, kelompok
masyarakat, masyarakat atau individu yang merupakan sasaran melalui forumforum
yang ada di masyarakat.
g) Kepala Puskesmas, penanggung jawab UKM, koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM membahas umpan balik dan keluhan sebagai bahan
untuk melakukan perbaikan dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan UKM.
2) Elemen Penilaian:
a) Dilakukan
identifikasi terhadap umpan balik yang diperoleh dari masyarakat, kelompok
masyarakat dan sasaran. (D,W)
b) Hasil
identifikasi umpan balik dianalisis dan disusun rencana tindaklanjut untuk
pengembangan dan perbaikan pelayanan. (D,W)
c) Umpan
balik dan keluhan dari masyarakat, kelompok masyarakat, dan sasaran
ditindaklanjuti dan dievaluasi (D,W).
3. Standar
2.3. Penggerakan dan pelaksanaan pelayanan UKM.
Penggerakan dan pelaksanaan pelayanan UKM dilakukan dan dikoordinasikan
dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor terkait.
Penggerakan dan Pelaksanaan Pelayanan UKM dilakukan sesuai dengan
kebijakan, pedoman/ panduan, prosedur, dan kerangka acuan yang disusun dan
dikoordinasikan melalui forum lokakarya mini bulanan dan triwulanan.
a. Kriteria 2.3.1
Dilakukan komunikasi dan koordinasi dalam
penyelenggaraan pelayanan UKM Puskesmas.
1) Pokok Pikiran:
a) Keberhasilan pelaksanaan pelayanan UKM hanya dapat dicapai
jika dilakukan komunikasi dan koordinasi baik lintas program maupun lintas
sektor terkait mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, perbaikan dan
evaluasi pelaksanaan kegiatan UKM.
b) Mekanisme komunikasi dan koordinasi dapat dilakukan
antara lain melalui pertemuan-pertemuan, lokakarya mini, dan penggunaan
media/tekhnologi informasi.
c) Kebijakan, dan prosedur komunikasi dan koordinasi
dalam penyelenggaraan pelayanan UKM perlu ditetapkan dan dijadikan acuan dalam
pelaksanaan kegiatan UKM.
d) Evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan
komunikasi dan koordinasi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
2) Elemen Penilaian:
a) Ditetapkan
mekanisme komunikasi dan koordinasi untuk mendukung keberhasilan pelayanan UKM
kepada lintas program dan lintas sektor terkait (R).
b) Dilakukan
komunikasi dan koordinasi kegiatan pelayanan UKM kepada lintas program dan
lintas sektor terkait sesuai kebijakan, dan prosedur yang ditetapkan. (D,W)
4. Standar
2.4 Pembinaan berjenjang pelayanan UKM.
Pelayanan UKM dilaksanakan dengan metode pembinaan secara berjenjang
agar efisien dan efektif dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
Pelayanan UKM dilaksanakan dengan metode pembinaan secara berjenjang
untuk mengidentifikasi masalah dan hambatan, menganalisis masalah, merencanakan
tindak lanjut sampai dengan evaluasi.
a. Kriteria 2.4.1
Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas bertanggung jawab terhadap
pencapaian tujuan, pencapaian kinerja, pelaksanaan kegiatan UKM, dan penggunaan
sumber daya.
1) Pokok Pikiran:
a) Penanggung jawab UKM dan koordinator pelayanan
kegiatan UKM Puskesmas mempunyai kewajiban untuk memberikan arahan dan dukungan
bagi pelaksana kegiatan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab. Arahan
dapat dilakukan baik dalam bentuk pembinaan, pendampingan, pertemuanpertemuan,
maupun konsultasi dalam pelaksanaan kegiatan UKM secara berjenjang sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
b) Pembinaan penanggung jawab UKM Puskesmas kepada
koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM meliputi pemahaman pelaksanaan
kegiatan, termasuk pembinaan terhadap masalah dan hambatan yang ditemui dalam
pelaksanaan kegiatan UKM mulai dari identifikasi, analisis sampai dengan upaya penyelesaian
masalah dalam pelaksanaan kegiatan UKM.
c) Penanggung jawab UKM, koordinator dan pelaksana
kegiatan UKM melakukan tindak lanjut dan evaluasi terhadap hasil analisis
masalah dan hambatan dalam pelaksanaan pelayanan UKM.
2) Elemen Penilaian:
a) Penanggung
jawab UKM melakukan pembinaan kepada koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM secara periodik sesuai dengan jadwal yang disepakati (D,W).
b) Penanggung
jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas
mengidentifikasi, menganalisis permasalahan dan hambatan dalam pelaksanaan
kegiatan UKM, dan menyusun rencana tindaklanjut (D,W).
c) Penanggung
jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melaksanakan tindak
lanjut untuk mengatasi masalah dan hambatan dalam pelaksanaan kegiatan UKM (D,W).
d) Penanggung
jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melakukan evaluasi
berdasarkan hasil pelaksanaan pada Elemen
Penilaian huruf c dan melakukan tindaklanjut atas hasil evaluasi (D,W).
5. Standar 2.5 Penguatan pelayanan UKM dengan PIS
PK.
Pelaksanaan pelayanan UKM diperkuat dengan PIS PK dalam upaya
mewujudkan keluarga sehat dan masyarakat sehat melalui pengorganisasian
masyarakat dengan terbentuknya upaya-upaya kesehatan bersumber daya masyarakat
(UKBM) dan tatanan-tatanan sehat yang merupakan bentuk implementasi Gerakan
Masyarakat Hidup Sehat (Germas).
a. Kriteria 2.5.1
Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan, dan
pelaksana kegiatan UKM bersama dengan tim pembina keluarga melaksanakan
pemetaan dan intervensi kesehatan berdasarkan permasalahan keluarga sesuai
dengan jadwal yang sudah disepakati.
1) Pokok Pikiran:
a) Kegiatan kunjungan keluarga yang dilaksanakan oleh tim
pembina keluarga digunakan untuk menyampaikan komunikasi informasi dan edukasi
kepada keluarga sebagai intervensi awal dan didokumentasikan.
b) Dokumentasi hasil kunjungan keluarga dilakukan dengan
di entry pada aplikasi keluarga sehat
dan atau pada profil keluarga sehat (Prokesga).
c) Dokumentasi hasil kunjungan keluarga dilakukan dengan
cara mengentri aplikasi keluarga sehat dan/atau profil kesehatan keluarga
(prokesga).
d) Dokumentasi hasil kunjungan dapat berupa hasil
intervensi awal dan hasil intervensi lanjut.
e) Dokumentasi hasil kunjungan awal dan hasil intervensi
(pemutakhiran/update) dilakukan oleh
tim pengelola data PIS-PK Puskesmas.
f) Tim pembina keluarga menyampaikan informasi dan
laporan hasil kunjungan keluarga serta berkoordinasi dengan penanggung jawab
UKM dan koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM agar dapat dilakukan
analisis dan intervensi lanjut.
g) Tim Pembina keluarga adalah tenaga kesehatan Puskesmas
yang dibentuk oleh kepala Puskesmas melalui surat keputusan kepala Puskesmas.
h) Kegiatan UKM melalui PIS-PK sebagai bentuk intervensi
dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang disepakati dengan masyarakat yang
menjadi sasaran.
2) Elemen Penilaian:
a) Dibentuk
Tim Pembina Keluarga, dan tim pengelola data PIS-PK dengan uraian tugas yang jelas
(R).
b) Tim
pembina keluarga melakukan kunjungan keluarga dan intervensi awal yang telah
direncanakan melalui proses persiapan dan mendokumentasikan kegiatan tersebut (D,W).
c) Tim
pembina keluarga melakukan penghitungan indeks keluarga sehat (IKS) pada tingkat
keluarga, RT, RW, desa/kelurahan, dan Puskesmas secara manual atau secara
elektronik (dengan Aplikasi Keluarga Sehat) (D).
d) Tim
pembina keluarga menyampaikan informasi masalah kesehatan kepada kepala
Puskesmas, penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan, dan pelaksana kegiatan
UKM untuk bersama-sama melakukan analisis hasil kunjungan keluarga dan
mengomunikasikan dengan penanggung jawab mutu (D,W)
e) Tim
pembina keluarga bersama penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan, dan
pelaksana kegiatan UKM menyusun intervensi lanjut kepada keluarga sesuai
permasalahan kesehatan pada tingkat keluarga (D,W).
f) Penanggung
jawab UKM mengkoordinasikan pelaksanaan intervensi lanjut bersama dengan pihak
terkait (D,W).
b. Kriteria 2.5.2
Intervensi lanjut ditujukan pada wilayah kerja Puskesmas berdasarkan
permasalahan yang sudah dipetakan dan dilaksanakan terintegrasi dengan pelayanan
UKM Puskesmas.
1) Pokok Pikiran:
a) Untuk melaksanakan intervensi lanjut tingkat wilayah
diperlukan penyusunan rencana berdasarkan pemetaan wilayah kerja Puskesmas,
baik yang spesifik terhadap RT, RW, desa/kelurahan ataupun yang secara wilayah
kerja Puskesmas.
b) Penyusunan rencana intervensi lanjut terintegrasi
dengan lintas program dan dapat melibatkan lintas sektor terkait dengan
didasarkan pada analisis IKS awal.
c) Intervensi sesuai dengan hasil analisis dan pemetaan,
antara lain dilakukan melalui kegiatan UKM (termasuk yang bersifat inovatif),
pengorganisasian masyarakat dalam bentuk UKBM, dan tatanan-tananan, seperti
sekolah, pesantren, pasar tempat ibadah, dan lainlain.
d) Perlu dilakukan perbaikan dan evaluasi pelaksanaan
intervensi lanjut oleh penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan
pelaksana kegiatan UKM agar permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan PIS PK
dapat segera ditindaklanjuti.
e) Tindak lanjut dilaksanakan sebagai bagian yang
terintegrasi dalam kegiatan pelayanan UKM Puskesmas.
f) Perbaikan dan evaluasi PIS PK di tingkat Puskesmas
dilaksanakan mulai dari tahap persiapan pelaksanaan, pelaksanaan kunjungan
keluarga dan intervensi awal, pelaksanaan analisis indeks keluarga sehat (IKS)
awal, pelaksanaan intervensi lanjut dan analisis perubahan IKS.
g) Rencana intervensi lanjut terintegrasi dengan rencana
pelaksanaan kegiatan masing-masing pelayanan UKM Puskesmas.
h) Dalam perbaikan dan evaluasi, dilaksanakan proses
verifikasi yang bertujuan untuk menjamin kebenaran serta keakuratan pelaksanaan
PIS PK sesuai dengan hasil pelatihan serta informasi kondisi kesehatan setiap
keluarga yang ada pada prokesga atau pada aplikasi yang dapat
dipertanggungjawabkan.
2) Elemen Penilaian:
a) Tim
pembina keluarga bersama dengan penanggung jawab UKM melakukan analisis IKS
awal dan pemetaan masalah di tiap tingkatan wilayah, sebagai dasar dalam
menyusun rencana intervensi lanjut secara terintegrasi lintas program dan dapat
melibatkan lintas sektor terkait (D,W)
b) Rencana
intervensi lanjut dikomunikasikan dan dikoordinasikan dalam lokakarya mini
bulanan dan lokakarya triwulanan Puskesmas.(D,W).
c) Dilaksanakan
intervensi lanjutan sesuai dengan rencana yang disusun (D,W).
d) Penanggung
jawab UKM Puskesmas berkoordinasi dengan penanggung jawab UKP, laboratorium,
dan kefarmasian, penanggung jawab jaringan pelayanan dan jejaring Puskesmas
dalam melakukan perbaikan pelaksanaan intervensi lanjutan yang dilakukan (D,W).
e) Dilakukan
evaluasi dan tindak lanjut perbaikan pada setiap tahapan PIS PK antara lain
melalui supervisi, laporan, lokakarya mini dan pertemuan-pertemuan penilaian
kinerja (D,W).
f) Koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melaksanakan intervensi lanjut dan
melaporkan hasil yang telah dilaksanakan kepada tim pembina keluarga dan
selanjutnya dilakukan pemuktahiran/update
dokumentasi (D,W).
c. Kriteria 2.5.3
Pelaksanaan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) sebagai bagian dari
intervensi lanjut dalam bentuk peran serta masyarakat terhadap masalah-masalah
kesehatan.
1) Pokok
Pikiran
a) Gerakan masyarakat hidup sehat (Germas) adalah suatu
tindakan sistematis dan terencana yang dilakukan secara bersama-sama oleh
seluruh komponen bangsa dengan kesadaran, kemauan, dan kemampuan berperilaku
sehat untuk meningkatkan kualitas hidup.
b) Kegiatan Germas merupakan bagian terintegrasi dari
intervensi lanjut terhadap masalah-masalah kesehatan yang diidentifikasi dalam
mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat yang dapat dilihat dari perubahan
IKS tingkat keluarga dan wilayah yang semakin membaik.
c) Germas bertujuan agar masyarakat terjaga kesehatannya,
tetap produktif, hidup dalam lingkungan yang bersih ditandai dengan
kegiatankegiatan sebagai berikut: peningkatan edukasi hidup sehat, peningkatan
kualitas lingkungan, peningkatan pencegahan dan deteksi dini penyakit,
penyediaan pangan sehat dan percepatan perbaikan gizi, peningkatan perilaku
hidup sehat dan peningkatan aktivitas fisik.
d) Sasaran Germas adalah sasaran untuk masing-masing
kegiatan Germas, yaitu seluruh lapisan masyarakat, termasuk individu, keluarga
dan masyarakat untuk mempraktikkan pola hidup sehat sehari-hari.
e) Puskesmas berperan dalam mensukseskan Germas antara
lain melalui kegiatan pemberdayaan individu dan keluarga yang diukur melalui
Indeks individu dan keluarga sehat, pemberdayaan masyarakat yang diukur dengan
terbentuknya UKBM dan pembangunan wilayah berwawasan kesehatan yang diukur
dengan Indeks Masyarakat Sehat dan Indeks Tatanan Sehat.
f) Kegiatan-kegiatan tersebut direncanakan dengan
kejelasan jenis kegiatan, indikator untuk tiap kegiatan, dan terintegrasi dalam
kegiatan UKM Puskesmas.
g) Pelaksanaan kegiatan GERMAS melalui pemberdayaan
masyarakat, keluarga dan individu diharapkan berdampak pada semakin membaiknya
IKS tingkat keluarga dan wilayah dan terbentuknya UKBM.
2) Elemen Penilaian:
a) Ditetapkan
sasaran Germas dalam pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas oleh kepala Puskesmas (R).
b) Dilaksanakan
penyusunan perencanaan pembinaan Germas secara terintegrasi dalam kegiatan UKM
Puskesmas (D,W).
c) Dilakukan
upaya pelaksanaan pembinaan Germas yang melibatkan lintas program dan lintas
sektor terkait untuk mewujudkan perubahan perilaku sasaran Germas (D,W).
d) Dilakukan
pemberdayaan masyarakat, keluarga dan individu dalam mewujudkan gerakan
masyarakat hidup sehat (D,W).
e) Dilakukan
evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan pembinaan gerakan masyarakat
hidup sehat (D,W).
6. Standar 2.6 Penyelenggaraan UKM esensial.
Upaya Kesehatan Masyarakat esensial dilaksanakan
dengan mengutamakan upaya promotif dan preventif di wilayah kerja Puskesmas.
a. Kriteria 2.6.1
Cakupan dan Pelaksanaan UKM Esensial Promosi Kesehatan.
1) Pokok Pikiran:
a) Cakupan UKM Esensial Promosi Kesehatan diukur dengan 3
(tiga) indikator kinerja utama pelayanan, yaitu:
(1) presentasi posyandu aktif sesuai dengan target yang
telah ditetapkan menurut ketentuan perundang-undangan;
(2) terbentuknya tatanan sehat sesuai dengan pedoman; dan
(3) melakukan proses pemberdayaan masyarakat.
b) Penetapan indikator kinerja utama pelayanan promosi
kesehatan terintegrasi dengan penetapan indikator kinerja Puskesmas.
c) Definisi operasional posyandu aktif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d) Terbentuknya tatanan sehat sesuai dengan pedoman
adalah upaya yang dilakukan petugas Puskesmas dalam membentuk tatanan/tempat
yang mengupayakan kesehatan dengan melakukan proses untuk memberdayakan
masyarakat melalui kegiatan menginformasikan, mempengaruhi dan membantu
masyarakat agar berperan aktif untuk mendukung perubahan perilaku dan
lingkungan sehat serta menjaga dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Contoh :
rumah tangga sehat, sekolah sehat, dan lainlain.
e) Melakukan proses pemberdayaan
masyarakat adalah memfasilitasi proses pemberdayaan masyarakat dengan tahapan:
(1) pengenalan kondisi desa/kelurahan; (2) survei mawas diri; (3) musyawarah di desa/kelurahan |
(4) perencanaan partisipatif; (5) pelaksanaan kegiatan; dan (6) pembinaan kelestarian |
f) Untuk mencapai kinerja UKM Esensial Promosi Kesehatan dilakukan
upaya-upaya promotif dan preventif sebagai berikut:
(1) Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kepada
pemangku kepentingan dan masyarakat; (2) Pendampingan dan pembinaan teknis dalam tahapan
pemberdayaan masyarakat; (3) Melakukan koordinasi dengan lintas sektor dan
pemangku kepentingan di wilayah kerja Puskesmas; (4) Membangun kemitraan dengan ormas dan pihak swasta di
wilayah kerja Puskesmas dan mengembangkan media KIE |
(5) Melakukan peningkatan kapasitas; (6) Memfasilitasi edukasi kesehatan kepada masyarakat; (7) Penggerakan masyarakat; dan (8) Upaya-upaya promotif dan preventif sesuai dengan
indikator tambahan yang ditetapkan oleh Puskesmas yang mengacu pada pedoman/
panduan dan atau ketentuan yang berlaku |
g) Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindak lanjut
terhadap capaian indikator kinerja dan upaya pencapaian kinerja pelayanan UKM
Esensial Promosi Kesehatan yang telah dilakukan.
h) Pencatatan dan pelaporan UKM Esensial Promosi
Kesehatan, baik secara manual maupun elektronik, dilakukan secara lengkap,
akurat, tepat waktu dan sesuai prosedur. Pelaporan kepada kepala puskesmas dan
Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota dan/atau pihak lainnya mengacu kepada
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelaporan kepada kepala
puskesmas dapat dilakukan secara tertulis atau penyampaian secara langsung
melalui pertemuan-pertemuan seperti lokakarya mini bulanan, pertemuan tinjauan
manajemen, dan forum lainnya.
2) Elemen
Penilaian:
a) Tercapainya
indikator kinerja pelayanan UKM Esensial Promosi Kesehatan sesuai dengan yang
diminta dalam Pokok Pikiran
disertai dengan analisisnya (R,D).
b) Dilaksanakan
upaya-upaya promotif dan preventif untuk mencapai kinerja pelayanan UKM
Esensial Promosi Kesehatan sebagaimana Pokok
Pikiran, dan tertuang di dalam RPK, sesuai dengan kebijakan,
prosedur dan kerangka acuan kegiatan yang telah ditetapkan (R,D,W)
c) Dilakukan
pemantauan secara periodik dan berkesinambungan terhadap capaian indikator dan
upaya yang telah dilakukan (D,W)
d) Disusun
rencana tindak lanjut dan dilakukan tindaklanjut berdasarkan hasil pemantauan
yang terintegrasi ke dalam dokumen perencanaan (D,W)
e) Dilaksanakan
pencatatan dan dilakukan pelaporan kepada kepala puskesmas dan dinas kesehatan
daerah kabupaten/kota sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan (R,D,W).
b. Kriteria 2.6.2
Cakupan
dan pelaksanaan UKM Esensial Penyehatan Lingkungan.
1) Pokok Pikiran:
a) Cakupan UKM Esensial Penyehatan
Lingkungan diukur dengan 3 (tiga) indikator kinerja utama pelayanan, sebagai
berikut.
(1)
jumlah
desa Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM);
(2)
persentase
fasilitas umum (TFU) yang dalam pengawasan; dan;
(3)
persentase
tempat pengolahan pangan (TPP) yang dalam pengawasan.
b) Penetapan indikator kinerja utama
pelayanan penyehatan lingkungan terintegrasi dengan penetapan indikator kinerja
Puskesmas.
c) Untuk mencapai kinerja UKM Esensial
Penyehatan Lingkungan dilakukan upaya-upaya promotif dan preventif sebagai
berikut.
(1) Melakukan pemicuan, pendampingan
verifikasi desa STBM serta update
data, dan lain-lain;
(2) Melakukan inspeksi kesehatan
lingkungan TFU dan TPP, pembinaan, update
data dan lain-lain; dan
(3) Melakukan upaya-upaya promotif dan
preventif sesuai dengan indikator tambahan yang ditetapkan oleh Puskesmas yang
mengacu pada pedoman/panduan dan atau ketentuan yang berlaku.
d) Dilakukan pemantauan dan analisis
serta tindak lanjut terhadap capaian indikator kinerja dan upaya pencapaian
kinerja pelayanan UKM Esensial Penyehatan Lingkungan yang telah dilakukan.
e) Pencatatan dan pelaporan UKM Esensial
Penyehatan Lingkungan, baik secara manual maupun elektronik, dilakukan secara
lengkap, akurat, tepat waktu dan sesuai prosedur. Pelaporan kepada kepala
puskesmas dan Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota dan/atau pihak lainnya
mengacu kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelaporan
kepada kepala puskesmas dapat dilakukan secara tertulis atau penyampaian secara
langsung melalui pertemuan-pertemuan seperti lokakarya mini bulanan, pertemuan
tinjauan manajemen, dan forum lainnya.
2) Elemen Penilaian:
a) Tercapainya
indikator kinerja pelayanan UKM Esensial Penyehatan Lingkungan sesuai dengan Pokok Pikiran disertai dengan
analisisnya (R,D,W).
b) Dilaksanakan
upaya-upaya promotif dan preventif untuk mencapai kinerja pelayanan UKM
Esensial Penyehatan Lingkungan sebagaimana Pokok
Pikiran, dan tertuang di dalam RPK, sesuai dengan kebijakan,
prosedur dan kerangka acuan kegiatan yang telah ditetapkan (R,D,W)
c) Dilakukan
pemantauan secara periodik dan berkesinambungan terhadap capaian indikator dan
upaya yang telah dilakukan (D,W).
d) Disusun
rencana tindak lanjut dan dilakukan tindaklanjut berdasarkan hasil pemantauan
yang terintegrasi ke dalam dokumen perencanaan (D,W).
e) Dilaksanakan
pencatatan, dan dilakukan pelaporan kepada kepala puskesmas dan dinas kesehatan
daerah kabupaten/kota sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan (R,D,W).
c. Kriteria 2.6.3
Cakupan dan pelaksanaan UKM Esensial Kesehatan
Keluarga.
1) Pokok Pikiran:
a) Cakupan UKM Esensial Kesehatan
Keluarga diukur dengan 6 (enam) indikator kinerja utama pelayanan, sebagai
berikut.
(1) persentase ibu hamil mendapatkan
pelayanan antenatal terpadu;
(2) persentase balita mendapatkan
pelayanan sesuai dengan Standar minimal,
(3) persentase anak usia sekolah dan
remaja masuk dalam penjaringan kesehatan;
(4) persentase calon pengantin
mendapatkan skrining kesehatan;
(5) persentase pasangan usia subur (PUS)
yang mendapatkan pelayanan kontrasepsi; dan
(6) presentasi lanjut usia mendapatkan
pelayanan kesehatan.
b) Penetapan indikator kinerja utama
pelayanan kesehatan keluarga terintegrasi dengan penetapan indikator kinerja
Puskesmas.
c) Pelayanan antenatal terpadu adalah pelayanan antenatal
komprehensif dan berkualitas yang diberikan kepada semua ibu hamil serta
terpadu dengan program lain yang memerlukan intervensi selama kehamilannya.
d) Sasaran pelayanan antenatal adalah
seluruh ibu hamil yang ada di wilayah kerja Puskesmas.
e) Pelayanan Kesehatan balita yang
mendapatkan pelayanan sesuai dengan Standar minimal meliputi:
(1)
penimbangan
berat badan, (2)
pengukuran
panjang badan/tinggi badan, (3)
pemantauan
perkembangan, |
(4)
imunisasi, (5)
pemberian
vitamin A, dan (6)
pelayanan
balita sakit |
f) Sasaran pelayanan balita sehat adalah
seluruh balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas
g) Pelayanan kesehatan anak usia sekolah
dan remaja adalah Pelayanan kesehatan bagi anak usia sekolah dan remaja yang
dilakukan melalui penjaringan kesehatan dengan pendekatan layanan ramah remaja
atau dikenal dengan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR). Puskesmas dapat
dikategorikan mampu memberikan pelayanan PKPR jika :
(1) Memiliki tenaga
yang telah terlatih/ terorientasi PKPR. Tenaga yang dimaksud adalah:
(a) tenaga kesehatan yang terdiri atas: 1.
dokter/ dokter
gigi, 2.
bidan, 3.
perawat, 4.
gizi, 5.
tenaga
kesehatan masyarakat |
b) tenaga non kesehatan terlatih atau mempunyai
kualifikasi tertentu: 1. guru, 2. kader kesehatan/ dokter kecil/ peer conselor |
(2) tersedia layanan konseling bagi
remaja
(3) minimal membina satu Posyandu remaja
h) Penjaringan kesehatan meliputi:
(1) skrining kesehatan dilakukan pada
peserta didik kelas 1, 7 dan 10 , yaitu:
(a)
penilaian
status gizi (b)
penilaian
tanda-tanda vital (c)
penilaian kesehatan
gigi dan mulut |
(d)
penilaian
ketajaman indera (e)
penilaian
status anemia pada remaja putri kelas 7 dan 10 |
(2) tindak lanjut
hasil skrining kesehatan.
(a) memberikan umpan balik hasil skrining
kesehatan
(b) melakukan rujukan jika diperlukan
(c) memberikan penyuluhan kesehatan
i) Skrining kesehatan calon pengantin
adalah pemeriksaan kesehatan reproduksi yang meliputi:
(1) Anamnesa, (2) pemeriksaan fisik, (3) pemeriksaan status gizi |
(4) pemeriksaan darah (hb, golongan darah), (5) skrining imunisasi TT, (6) KIE kesprocatin. |
Sasarannya adalah seluruh calon pengantin yang ada di
wilayah kerja Puskesmas.
j) Pelayanan kontrasepsi adalah
pelayanan kontrasepsi dengan metoda modern meliputi pelayanan konseling,
pemasangan, penanganan efek samping dan rujukan.
k) Pelayanan kesehatan lanjut usia
meliputi: skrining kesehatan
(pemeriksaan tekanan darah, pengkajian paripurna pengguna layanan geriatri,
pemeriksaan lab sederhana: gula darah, kolesterol, asam urat), anamnesa
perilaku berisiko, pemeriksaan fisik, IMT, pengobatan, rujukan, dan pemberian
Buku Kesehatan Lansia. Sasarannya adalah seluruh orang yang lanjut usia yang
ada di wilayah kerja Puskesmas
l) Untuk mencapai kinerja UKM Esensial
Kesehatan Keluarga dilakukan upaya-upaya promotif dan preventif sebagai
berikut.
(1) Untuk pelaksanaan kelas ibu hamil dan
kelas ibu balita, minimal 50% desa sudah mempunyai kelas ibu hamil dan kelas
ibu balita;
(2) Puskesmas sudah melakukan orientasi
P4K;
(3) Puskesmas melaksanakan penyeliaan
fasilitatif minimal 2 kali dalam setahun;
(4) Peningkatan peran masyarakat dalam
pemanfaatan buku KIA melalui pelaksanaan kelas ibu balita,
sosialisasi/orientasi kader kesehatan, guru PAUD/KB/TK/RA dan kelompok BKB;
(5) Puskesmas PKPR menjangkau sasaran
remaja di luar gedung melalui UKS baik di sekolah umum maupun SLB, pesantren,
posyandu remaja, pramuka, pelayanan ke panti/LKSA dan rutan anak/LPKA;
(6) Puskesmas melakukan kerja sama dengan
Kantor Urusan Agama (KUA), lembaga agama lain dan lintas sektor (LS), terkait
lainnya dalam mendorong calon pengantin (catin) untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan reproduksi;.
(7) Puskesmas melakukan kerjasama dengan
PLKB dalam penyediaan alokon dan peningkatan minat masyarakat dalam pelayanan
kontrasepsi.
(8) Puskesmas melakukan pelayanan
kesehatan reproduksi yang berkualitas bagi catin dengan penyediaan SDM dan
sarana prasarana untuk melakukan KIE dan skrining
kesehatan;
(9) Pemanfaatan kohort usia reproduksi
dalam memantau pelayanan bagi catin, PUS dan pelayanan KB;
(10)
Pelayanan
lansia di Puskesmas yang santun lansia mengkuti prinsip-prinsip:
(a) memberikan pelayanan yang baik dan
berkualitas,
(b) memberikan prioritas pelayanan kepada
lansia dan penyediaan sarana yang aman dan mudah diakses,
(c) memberikan dukungan/bimbingan pada
lansia dan keluarga secara berkesinambungan dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatannya,
(d) melakukan pelayanan secara proaktif
melalui kegiatan pelayanan di luar gedung,
(e) melakukan koordinasi dengan lintas
program dengan pendekatan siklus hidup,
(f) dan melakukan kerjasama dengan lintas
sektor, organisasi kemasyarakatan maupun dunia usaha dalam rangka meningkatkan
kualitas hidup lansia;
m) Adanya dokumentasi hasil upaya-upaya pelaksanaan 6
(enam) indikator utama (pelayanan antenatal terpadu, pelayanan kesehatan balita
pelayanan kesehatan peduli remaja, pelayanan kesehatan balita, pelayanan
kesehatan peduli remaja, pelayanan kesehatan reproduksi calon pengantin,
pelayanan kesehatan lanjut usia) beserta laporan kegiatan.
n) Adanya hasil evaluasi dari permasalahan kesehatan
pelaksanaan UKM Esensial Kesehatan Keluarga yang dituangkan atau
ditindaklanjuti melalui RUK Puskesmas.
o) Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindaklanjut
terhadap capaian indikator kinerja dan upaya pencapaian kinerja pelayanan UKM
Esensial Kesehatan Keluarga yang telah dilakukan.
p) Pencatatan dan pelaporan UKM Esensial Kesehatan
Keluarga, baik secara manual maupun elektronik, dilakukan secara lengkap,
akurat, tepat waktu dan sesuai prosedur. Pelaporan kepada kepala puskesmas dan
dinas kesehatan daerah kabupaten/kota/provinsi dan/atau pihak lainnya mengacu
kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelaporan kepada
kepala puskesmas dapat dilakukan secara tertulis atau penyampaian secara langsung
melalui pertemuan-pertemuan seperti lokakarya mini bulanan, pertemuan tinjauan
manajemen, dan forum lainnya.
2) Elemen Penilaian:
a) Tercapainya
indikator kinerja pelayanan UKM Esensial Kesehatan Keluarga sesuai dengan Pokok Pikiran disertai dengan
analisisnya (R,D)
b) Dilaksanakan
upaya-upaya promotif dan preventif untuk mencapai kinerja pelayanan UKM
Esensial Kesehatan Keluarga sebagaimana Pokok
Pikiran, dan tertuang di dalam RPK, sesuai dengan kebijakan,
prosedur dan kerangka acuan kegiatan yang telah ditetapkan (R,D,W)
c) Dilakukan
pemantauan secara periodik dan berkesinambungan terhadap capaian indikator dan
upaya yang telah dilakukan (D,W).
d) Disusun
rencana tindak lanjut dan dilakukan tindaklanjut berdasarkan hasil pemantauan
yang terintegrasi ke dalam dokumen perencanaan (D,W).
e) Dilaksanakan
pencatatan, dan dilakukan pelaporan kepada kepala puskesmas dan dinas kesehatan
daerah kabupaten/kota sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan (R,D,W).
d. Kriteria 2.6.4
Cakupan dan pelaksanaan
UKM Esensial Gizi.
1) Pokok Pikiran:
a) Cakupan UKM Esensial Gizi diukur
dengan 3 (tiga) indikator kinerja utama pelayanan, sebagai berikut.
(1) persentase bayi usia kurang dari enam
bulan mendapat ASI eksklusif;
(2) persentase anak usia 6-23 bulan yang
mendapat makanan pendamping ASI (MP-ASI); dan
(3) persentase balita gizi kurang yang
mendapat tambahan asupan gizi.
b) Penetapan indikator kinerja utama
pelayanan gizi terintegrasi dengan penetapan indikator kinerja Puskesmas
c) Bayi usia kurang dari enam bulan
mendapat ASI eksklusif adalah bayi usia 0 bulan sampai dengan 5 bulan 29 hari
yang diberi ASI saja tanpa makanan atau cairan lain kecuali obat, vitamin, dan
mineral berdasarkan recall 24 jam.
d) Anak usia 6-23 bulan yang mendapat
MP-ASI adalah anak usia 6-23 bulan yang mendapat makanan pendamping ASI sesuai
dengan usianya berdasarkan recall 24
jam.
e) Balita gizi kurang yang mendapat
tambahan asupan gizi adalah balita usia 6--59 bulan dengan kategori status gizi
berdasarkan indeks berat badan menurut panjang badan (BB/PB) atau berat badan
menurut tinggi badan (BB/TB) memiliki Z-score
-3SD sampai kurang dari -2SD yang mendapat tambahan asupan gizi selain makanan
utama dalam bentuk makanan tambahan, baik pabrikan maupun makanan berbasis
pangan lokal.
f) Untuk mencapai kinerja pelayanan UKM
Esensial Gizi dilakukan dengan penguatan peran tenaga gizi atau tenaga
pelaksana gizi dalam hal sebagai berikut.
(1) Melakukan penyusunan dan pelaksanaan
manajemen pelayanan gizi di Puskesmas (P-1, P-2, P-3) yang bekerja sama dengan
penanggung jawab program kesehatan lainnya;
(2) Melakukan Asuhan Gizi dengan
ketentuan sebagai berikut.
(a) Asuhan gizi merupakan serangkaian
kegiatan yang terorganisasi/terstruktur untuk mengidentifikasi kebutuhan gizi
dan penyediaan asuhan tersebut dalam rangka mencapai pelayanan gizi paripurna
yang bermutu melalui langkah-langkah pengkajian gizi, diagnosis gizi,
intervensi gizi, dan pemantauan dan evaluasi;
(b) Tersedianya tim asuhan gizi yang
kompeten dalam pencegahan dan tata laksana gizi buruk pada balita.
(3) Melakukan
surveilans Gizi
Surveilans gizi merupakan upaya memantau secara terus
menerus keadaan gizi masyarakat secara cepat, akurat, teratur, dan
berkelanjutan untuk menetapkan kebijakan gizi maupun tindakan segera yang
tepat, baik waktu, sasaran, maupun jenis tindakannya. Surveilans gizi dilakukan
melalui:
(a) pengumpulan data melalui SIGIZI
Terpadu (sistem informasi gizi terpadu);
(b) pengolahan dan analisis data terkait
indikator dan determinan masalah gizi dalam SIGIZI Terpadu;
(c) diseminasi pemanfaatan data SIGIZI
Terpadu;
(d) tindakan atau intervensi gizi
spesifik berdasarkan hasil analisis dan sumber daya yang tersedia:
1. Suplementasi tablet tambah darah
(TDD) pada ibu hamil dan remaja putri;
2. Pemberian makanan tambahan (PMT) pada
ibu hamil KEK;
3. Pemberian makanan tambahan (PMT)
untuk balita gizi kurang;
4. Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA);
5. Pemantauan pertumbuhan balita;
6. Suplementasi kapsul vitamin A pada
balita dan ibu nifas;
7. Suplementasi taburia untuk Balita 6 -
59 bulan dengan prioritas 6 - 23 bulan (saat ini baru dilakukan di beberapa
kabupaten/kota terpilih);
8. Pencegahan dan tata laksana gizi
buruk.
g) Dilakukan pemantauan dan analisis
serta tindak lanjut terhadap capaian indikator kinerja dan upaya pencapaian
kinerja pelayanan UKM Esensial Gizi yang telah dilakukan.
h) Pencatatan dan pelaporan UKM Esensial
Gizi, baik secara manual maupun elektronik, dilakukan secara lengkap, akurat
dan tepat waktu. Pelaporan kepada kepala puskesmas dan Dinas Kesehatan Daerah
Kabupaten/Kota dan/atau pihak lainnya mengacu kepada ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pelaporan kepada kepala puskesmas dapat
dilakukan secara tertulis atau penyampaian secara langsung melalui
pertemuan-pertemuan seperti lokakarya mini bulanan, pertemuan tinjauan
manajemen, dan forum lainnya.
2) Elemen Penilaian:
a) Tercapainya
indikator kinerja pelayanan UKM esensial gizi sebagaimana yang diminta dalam Pokok Pikiran disertai dengan
analisisnya (R,D).
b) Dilaksanakan
upaya-upaya promotif dan preventif untuk mencapai kinerja pelayanan UKM
Esensial Gizi sebagaimana Pokok
Pikiran dan tertuang di dalam RPK, sesuai dengan kebijakan, prosedur
dan kerangka acuan kegiatan yang telah ditetapkan (R,D,W).
c) Dilakukan
pemantauan secara periodik dan berkesinambungan terhadap capaian indikator dan
upaya yang telah dilakukan (D,W).
d) Disusun
rencana tindak lanjut dan dilakukan tindaklanjut berdasarkan hasil pemantauan
yang terintegrasi ke dalam dokumen perencanaan (D,W).
e) Dilaksanakan
pencatatan dan pelaporan kepada kepala puskesmas dan dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan (R,D,W).
e. Kriteria 2.6.5
Cakupan dan Pelaksanaan UKM
Esensial Pencegahan dan Pengendalian Penyakit.
1) Pokok Pikiran:
a) Cakupan UKM Esensial Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit diukur dengan 3 (tiga) indikator kinerja utama pelayanan
berdasarkan prioritas masalah di Puskesmas yang ditetapkan oleh Kepala
Puskesmas.
b) Penetapan indikator kinerja utama
pelayanan UKM Esensial Pencegahan dan Pengendalian Penyakit terintegrasi dengan
penetapan indikator kinerja Puskesmas.
c) Untuk mencapai kinerja UKM Esensial Pencegahan
dan Pengendalian Penyakit dilakukan upaya-upaya promotif dan preventif sesuai
dengan kebijakan, pedoman dan panduan yang berlaku.
d) Dilakukan pemantauan dan analisis
serta tindak lanjut terhadap capaian indikator kinerja dan upaya pencapaian
kinerja pelayanan UKM Esensial Pencegahan dan Pengendalian Penyakit yang telah
dilakukan.
e) Pencatatan dan pelaporan UKM Esensial
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, baik secara manual maupun elektronik,
dilakukan secara lengkap, akurat dan tepat waktu. Pelaporan kepada kepala
puskesmas dan Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota dan/atau pihak lainnya
mengacu kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelaporan
kepada kepala puskesmas dapat dilakukan secara tertulis atau penyampaian secara
langsung melalui pertemuan-pertemuan seperti lokakarya mini bulanan, pertemuan
tinjauan manajemen, dan forum lainnya.
2) Elemen Penilaian:
a) Tercapainya
indikator kinerja pelayanan UKM esensial Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
sesuai dengan Pokok Pikiran
disertai dengan analisisnya (R,D).
b) Dilaksanakan
upaya-upaya promotif dan preventif untuk mencapai kinerja pelayanan UKM
Esensial Pencegahan dan Pengendalian Penyakit sebagaimana Pokok Pikiran, dan tertuang di dalam RPK, sesuai
dengan kebijakan, prosedur dan kerangka acuan kegiatan yang telah ditetapkan (R,D,W).
c) Dilakukan
pemantauan secara periodik dan berkesinambungan terhadap capaian indikator dan
upaya yang telah dilakukan (D,W).
d) Disusun
rencana tindak lanjut dan dilakukan tindaklanjut berdasarkan hasil pemantauan
yang terintegrasi ke dalam dokumen perencanaan (D,W).
e) Dilaksanakan
pencatatan, dan dilakukan pelaporan kepada kepala puskesmas dan dinas kesehatan
daerah kabupaten/kota sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan (R,D,O,W).
7. Standar 2.7 Penyelenggaraan
UKM pengembangan.
Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) pengembangan
dilaksanakan dengan mengutamakan upaya promotif dan preventif di wilayah kerja
Puskesmas.
Puskesmas melaksanakan Upaya Kesehatan Masyarakat
(UKM) Pengembangan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah
kerjanya.
a. Kriteria 2.7.1
Cakupan dan pelaksanaan UKM Pengembangan dilakukan
untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya
1) Pokok Pikiran:
a) Puskesmas melaksanakan upaya
kesehatan masyarakat pengembangan berdasarkan permasalahan yang ada di wilayah
kerja.
b) Cakupan UKM Pengembangan diukur
dengan satu indikator kinerja utama untuk masing-masing pelayanan UKM
Pengembangan yang ditetapkan oleh Puskesmas.
c) Penetapan indikator kinerja utama
pelayanan UKM Pengembangan terintegrasi dengan penetapan indikator kinerja
Puskesmas.
d) Untuk mencapai kinerja UKM
Pengembangan dilakukan upaya-upaya promotif dan preventif sesuai dengan pedoman
yang berlaku.
e) Dilakukan pemantauan dan analisis
serta tindak lanjut terhadap capaian indikator kinerja dan upaya pencapaian
kinerja pelayanan UKM Pengembangan yang telah dilakukan.
f) Pencatatan dan pelaporan UKM
Pengembangan, baik secara manual maupun elektronik, dilakukan secara lengkap,
akurat dan tepat waktu. Pelaporan kepada kepala puskesmas dan Dinas Kesehatan
Daerah Kabupaten/Kota dan/atau pihak lainnya mengacu kepada ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pelaporan kepada kepala puskesmas dapat
dilakukan secara tertulis atau penyampaian secara langsung melalui
pertemuan-pertemuan seperti lokakarya mini bulanan, pertemuan tinjauan
manajemen, dan forum lainnya.
2) Elemen Penilaian:
a) Ditetapkan
jenis - jenis pelayanan UKM Pengembangan sesuai dengan hasil analisis permasalahan
di wilayah kerja Puskesmas (R,D).
b) Tercapainya
indikator kinerja pelayanan UKM Pengembangan disertai dengan analisisnya (R,D).
c) Dilaksanakan
upaya-upaya promotif dan preventif untuk mencapai kinerja pelayanan UKM
Pengembangan yang telah ditetapkan dan tertuang di dalam RPK, sesuai dengan
kebijakan, prosedur dan kerangka acuan kegiatan yang telah ditetapkan (R,D,W).
d) Dilakukan
pemantauan secara periodik dan berkesinambungan terhadap capaian indikator dan
upaya yang telah dilakukan (D,O,W).
e) Disusun
rencana tindak lanjut berdasarkan hasil pemantauan yang terintegrasi ke dalam
dokumen perencanaan (D,W)
f) Dilaksanakan
pencatatan, dan dilakukan pelaporan kepada kepala puskesmas dan dinas kesehatan
daerah kabupaten/kota sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan (R,D,W)
8. Standar 2.8 Pengawasan, pengendalian, dan
penilaian kinerja pelayanan UKM.
Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian Kinerja
pelayanan UKM Puskesmas dilakukan dengan menggunakan indikator kinerja
pelayanan UKM.
Pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja
dilakukan untuk menilai efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pelayanan,
kesesuaian dengan rencana, dan pemenuhan terhadap kebutuhan dan harapan
masyarakat. Pengawasan, pengendalian, penilaian kinerja pelayanan UKM
dilaksanakan dalam bentuk pemantauan dan supervisi pelaksanaan kegiatan
pelayanan UKM dengan menggunakan indikator kinerja pelayanan UKM.
a. Kriteria 2.8.1
Kepala Puskesmas dan penanggung jawab UKM Puskesmas
melakukan supervisi untuk pengawasan pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas yang
dapat dilakukan secara terjadwal atau sewaktu-waktu.
1) Pokok Pikiran:
a) Pengawasan yang dilakukan mencakup
aspek administratif, sumber daya, pencapaian kinerja program, dan teknis
pelayanan. Pengawasan perlu dilakukan apabila ditemukan adanya ketidaksesuaian,
baik terhadap rencana, Standar, peraturan perundangundangan maupun
berbagai kewajiban sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b) Perbaikan terhadap pelaksanaan
pelayanan UKM Puskesmas perlu dilakukan melalui pelaksanaan supervisi yang
disusun secara periodik dengan jadwal yang jelas.
c) Rencana dan jadwal kegiatan supervisi
perlu diinformasikan kepada koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM
Puskesmas, sehingga pelaksana dapat mempersiapkan diri.
d) Kepala Puskesmas dan penanggung jawab
UKM Puskesmas melaksanakan kegiatan supervisi.
e) Koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM Puskesmas merencanakan tindak lanjut perbaikan dalam pengelolaan
dan pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas.
f) Kepala Puskesmas dan penanggung jawab
(PJ) UKM memberitahukan kepada koordinator pelayanan terhadap rencana
pelaksanaan kegiatan pengawasan dan pengendalian.
g) Supervisi adalah pengawasan terhadap
proses, kegiatan dan pelaksana kegiatan yang sedang melaksanakan kegiatan.
h) Tahapan pelaksanaan supervisi adalah
sebagai berikut:
(1) Penyusunan jadwal kegiatan supervisi
diinformasikan kepada koordinator dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas agar
dapat menyiapkan bahan yang diperlukan.
(2) Bahan persiapan adalah analisis
secara mandiri terhadap tugas yang akan disupervisi meliputi jadwal, KAK, dan
SOP kegiatan.
(3) Supervisi dilakukan oleh kepala
Puskesmas bersama penanggung jawab UKM yang dilaksanakan secara langsung di
tempat kegiatan.
(4) Jika ditemukan ketidaksesuaian atau
hambatan dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan UKM, maka dilakukan pembahasan
dan tindak lanjut perbaikan.
2) Elemen Penilaian:
a) Penanggung
jawab UKM menyusun kerangka acuan dan jadwal supervisi pelaksanaan pelayanan
UKM Puskesmas (R,D).
b) Kerangka
acuan dan jadwal supervisi pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas diinformasikan
kepada koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM (D,W).
c)
Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM
Puskesmas melaksanakan analisis mandiri terhadap proses pelaksanaan kegiatan
UKM Puskesmas sebelum supervisi dilakukan (D,W).
d) Kepala
Puskesmas dan penanggung jawab UKM Puskesmas melakukan supervisi sesuai dengan
kerangka acuan kegiatan supervisi dan jadwal yang disusun (D,W).
e)
Kepala Puskesmas dan penanggung jawab UKM
Puskesmas menyampaikan hasil supervisi kepada koordinator pelayanan dan
pelaksanan kegiatan (D,W).
f)
Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM
menindaklanjuti hasil supervisi dengan tindakan perbaikan sesuai dengan
permasalahan yang ditemukan (D,W).
b. Kriteria 2.8.2
Penanggung jawab UKM wajib melakukan pemantauan dalam upaya pelaksanaan
kegiatan UKM sesuai dengan jadwal yang sudah disusun agar dapat mengambil langkah
tindak lanjut untuk perbaikan.
1) Pokok Pikiran:
a) Permasalahan atau ketidaksesuaian yang dihadapi dalam
pelaksanaan kegiatan UKM terkait dengan waktu, tempat, akses sasaran, pelaksana
dan metode serta teknologi yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan dapat
menyebabkan terjadinya perubahan jadwal pelaksanaan kegiatan UKM.
b) Pemantauan terhadap pelaksanaan kegiatan UKM sesuai
jadwal yang disusun pada bulan sebelumnya digunakan untuk menuntaskan
penyelenggaraan pelayanan UKM Puskesmas sesuai dengan rencana pelaksanaan
kegiatan yang disusun.
c) Pelaksanaan pembahasan kesesuaian dilaksanakan dalam
lokakarya mini bulanan untuk menghasilkan jadwal pelaksanaan kegiatan pada
bulan berikutnya, dan dalam lokakarya mini triwulanan untuk memantau peran
lintas sektor terkait dalam pelaksanaan pelayanan UKM.
d) Rencana pelaksanaan kegiatan yang sedang dilaksanakan
dapat direvisi bila perlu sesuai dengan perubahan kebijakan pemerintah dan/atau
perubahan kebutuhan masyarakat atau sasaran, serta usulanusulan perbaikan yang
rasional.
e) Perbaikan terhadap jadwal pelaksanaan kegiatan
dilakukan setiap bulan dan menjadi bagian dari pembahasan dalam lokakarya mini
bulanan Puskesmas.
f) Pergeseran jadwal bisa terjadi antarbulan atau dengan
melaksanakan perbaikan terhadap komponen jadwal seperti tempat, waktu, sasaran
kegiatan, pelaksana, serta metode dan teknologi.
g) Perubahan rencana pelaksanaan kegiatan dimungkinkan
apabila terjadi perubahan kebijakan pemerintah dan/atau perubahan kebutuhan
masyarakat dan sasaran, maupun hasil perbaikan dan pencapaian kinerja.
Perubahan rencana kegiatan memperhatikan usulan-usulan dari pelaksana, lintas
program, dan lintas sektor terkait.
h) Perubahan terhadap rencana tahunan harus dilakukan
dengan alasan yang tepat sebagai upaya pencapaian yang optimal dari kinerja.
2) Elemen Penilaian:
a) Dilakukan
pemantauan kesesuaian pelaksanaan kegiatan terhadap kerangka acuan dan jadwal
kegiatan pelayanan UKM (D,W).
b) Dilakukan
pembahasan terhadap hasil pemantauan dan hasil capaian kegiatan pelayanan UKM oleh
kepala Puskesmas, penanggung jawab UKM Puskesmas, koordinator pelayanan, dan
pelaksana kegiatan UKM dalam lokakarya mini bulanan dan lokakarya mini
triwulanan (D,W).
c) Penanggung
jawab UKM Puskesmas, koordinator pelayanan, dan pelaksana melakukan tindak
lanjut perbaikan berdasarkan hasil pemantauan (D,W).
d) Kepala
Puskesmas dan penanggung jawab UKM bersama lintas program dan lintas sektor
terkait melakukan penyesuaian rencana kegiatan berdasarkan hasil perbaikan dan
dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan dan harapan masyarakat atau sasaran (D,W)
e) Penanggung
jawab UKM Puskesmas menginformasikan penyesuaian rencana kegiatan kepada
koordinator pelayanan, pelaksanan kegiatan, sasaran kegiatan, lintas program
dan lintas sektor terkait (D,W).
c. Kriteria 2.8.3
Kepala Puskesmas dan penanggung jawab UKM melakukan
upaya perbaikan terhadap hasil penilaian capaian kinerja pelayanan UKM.
1) Pokok Pikiran:
a) Adanya ketetapan tentang indikator
dan target kinerja pelayanan UKM Puskesmas yang disusun berdasarkan Standar pelayanan minimal, kebijakan/pedoman dari Kementerian
Kesehatan, kebijakan/pedoman dari dinas kesehatan daerah provinsi, dan
kebijakan/pedoman dari dinas kesehatan daerah kabupaten/kota.
b) Kegiatan pengumpulan hasil data
capaian kinerja pelayanan UKM yang tercantum dalam laporan pelayanan UKM disampaikan
kepada penanggungjawab UKM setiap bulan dengan tetap memperhatikan periodisasi
pembuatan dan pengumpulan laporan.
c) Penanggung jawab UKM dan koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melakukan analisis terhadap capaian kinerja
berdasarkan indikator kinerja pelayanan UKM yang telah dikumpulkan untuk
melihat pencapaian kinerja sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
2) Elemen Penilaian:
a) Ditetapkan indikator kinerja
pelayanan UKM. (R)
b) Koordinator pelayanan dan pelaksana
kegiatan UKM melakukan pengumpulan data capaian indikator kinerja pelayanan UKM
sesuai dengan periodisasi pengumpulan yang telah ditetapkan. (R, D,W)
c) Penanggung jawab UKM dan Koordinator
pelayanan serta pelaksana kegiatan melakukan pembahasan terhadap capaian kinerja
bersama dengan lintas program. (D,W)
d) Disusun rencana tindak lanjut dan
dilakukan tindaklanjut berdasarkan hasil pembahasan capaian kinerja pelayanan
UKM. (D,W)
e) Dilakukan pelaporan data capaian
kinerja kepada dinas kesehatan daerah kabupaten/kota. (D)
f) Ada bukti umpan balik (feedback) dari dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota terhadap laporan upaya perbaikan capaian kinerja pelayanan UKM
Puskesmas secara periodik. (D)
g) Dilakukan tindak lanjut terhadap
umpan balik dari dinas kesehatan daerah kabupaten/kota. (D)
d. Kriteria 2.8.4
Penilaian kinerja terhadap penyelenggaraan pelayanan UKM dilaksanakan
secara periodik untuk menunjukan akuntabilitas dalam pengelolaan pelayanan UKM.
1) Pokok Pikiran:
a) Kepala Puskesmas, penanggung jawab UKM, koordinator
pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM bertanggung jawab dalam membudayakan
perbaikan kinerja secara berkesinambungan, konsisten dengan visi, misi dan
tujuan Puskesmas.
b) Kepala Puskesmas bersama penanggung Jawab UKM,
koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM menetapkan kebijakan dan
prosedur penilaian kinerja pelayanan UKM
c) Kepala Puskesmas bersama penanggung jawab UKM perlu
melakukan penilaian terhadap kinerja pelayanan UKM secara periodik.
d) Penilaian kinerja dimaksudkan untuk menunjukkan
akuntabilitas dalam pengelolaan dan pelaksanaan UKM Puskesmas dan melakukan
perbaikan jika hasil penilaian kinerja tidak mencapai target yang diharapkan.
e) Penilaian tersebut dilakukan dalam rapat kepala
Puskesmas bersama dengan penanggung jawab UKM Puskesmas, koordinator pelayanan
dan pelaksana kegiatan UKM.
2) Elemen Penilaian:
a) Kepala Puskesmas, penanggung Jawab
UKM , koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melakukan pembahasan
penilaian kinerja paling sedikit dua kali dalam setahun (R,D,W).
b) Disusun rencana tindak lanjut
terhadap hasil pembahasan penilaian kinerja pelayanan UKM (D,W).
c) Hasil penilaian kinerja dilaporkan
kepada dinas kesehatan daerah kabupaten/kota (D).
d) Ada bukti umpan balik (feedback) dari dinas kesehatan daerah kabupaten/kota
terhadap laporan hasil penilaian kinerja pelayanan UKM (D).
e) Hasil umpan balik (feedback) dari dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota ditindaklanjuti. (D).
C. BAB
III PENYELENGGARAAN UPAYA KESEHATAN PERSEORANGAN (UKP), LABORATORIUM, DAN
KEFARMASIAN
1. Standar 3.1 Penyelenggaraan
pelayanan klinis
Penyelenggaraan pelayanan klinis mulai dari proses
penerimaan pasien sampai dengan pemulangan dilaksanakan dengan memperhatikan
kebutuhan pasien dan mutu pelayanan.
Proses penerimaan sampai dengan pemulangan pasien,
dilaksanakan dengan memenuhi kebutuhan pasien dan mutu pelayanan yang didukung
oleh sarana, prasarana dan lingkungan.
a. Kriteria 3.1.1
Penyelenggaraan pelayanan klinis mulai dari penerimaan
pasien dilaksanakan dengan efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan pasien,
serta mempertimbangkan hak dan kewajiban pasien.
1) Pokok Pikiran:
a) Puskesmas wajib meminta persetujuan
umum (general consent) dari pengguna
layanan atau keluarganya terdekat, persetujuan terhadap tindakan yang berisiko
rendah, prosedur diagnostik, pengobatan medis lainnya, batas yang telah
ditetapkan, dan persetujuan lainnya, termasuk peraturan tata tertib dan
penjelasan tentang hak dan kewajiban pengguna layanan.
b) Keluarga terdekat adalah suami atau
istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak kandung, saudara-saudara kandung atau
pengampunya.
c) Persetujuan umum diminta pada saat
pengguna layanan datang pertama kali, baik untuk rawat jalan maupun setiap
rawat inap, dan dilaksanakan observasi atau stabilitasi.
d) Penerimaan pasien rawat inap
didahului dengan pengisian formulir tambahan persetujuan umum yang berisi
penyimpanan barang pribadi, penentuan pilihan makanan dan minuman, aktivitas,
minat, privasi, serta pengunjung.
e) Pasien dan masyarakat mendapat
informasi tentang sarana pelayanan, antara lain, tarif, jenis pelayanan, proses
dan alur pendaftaran, proses dan alur pelayanan, rujukan, dan ketersediaan
tempat tidur untuk Puskesmas perawatan/rawat inap. Informasi tersebut tersedia
di tempat pendaftaran ataupun disampaikan menggunakan cara komunikasi massa lainnya
dengan jelas, mudah diakses, serta mudah dipahami oleh pasien dan masyarakat.
f) Kepala Puskesmas dan penanggung jawab
pelayanan klinis harus memahami tanggung jawab mereka dan bekerja sama secara
efektif dan efisien untuk melindungi pasien dan mengedepankan hak pasien.
g) Keselamatan pasien sudah harus
diperhatikan sejak pertama pasien mendaftarkan diri ke puskesmas dan berkontak
dengan Puskesmas, terutama dalam hal identifikasi pasien, minimal dengan dua
identitas yang relatif tidak berubah, yaitu nama lengkap, tanggal lahir, atau
nomor rekam medis, serta tidak boleh menggunakan nomor kamar pasien atau lokasi
pasien dirawat.
h) Informasi tentang rujukan harus tersedia
di dokumen pendaftaran, termasuk ketersediaan perjanjian kerja sama (PKS)
dengan fasiltas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKTRL) yang memuat jenis
pelayanan yang disediakan.
i) Penjelasan tentang tindakan
kedokteran minimal mencakup
(1) tujuan dan prospek keberhasilan;
(2) tatacara tindak medis yang akan
dilakukan;
(3) risiko dan komplikasi yang mungkin
terjadi;
(4) alternative tindakan medis lain yang
tersedia dan risiko-risikonya;
(5) prognosis penyakit bila tindakan
dilakukan; dan
(6) diagnosis.
j) Pasien dan keluarga terdekat
memperoleh penjelasan dari petugas yang berwenang tentang tes/tindakan,
prosedur, dan pengobatan mana yang memerlukan persetujuan dan bagaimana pasien
dan keluarga dapat memberikan persetujuan (misalnya, diberikan secara lisan, dengan
menandatangani formulir persetujuan, atau dengan cara lain). Pasien dan
keluarga memahami isi penjelasan dan siapa yang berhak untuk memberikan
persetujuan selain pasien.
k) Pasien atau keluarga terdekat yang
membuat keputusan atas nama pasien, dapat memutuskan untuk tidak melanjutkan
pelayanan atau pengobatan yang direncanakan atau meneruskan pelayanan atau
pengobatan setelah kegiatan dimulai, termasuk menolak untuk dirujuk ke
fasilitas kesehatan yang lebih memadai.
l) Pemberi pelayanan wajib memberitahukan
pasien dan keluarga terdekat tentang hak mereka untuk membuat keputusan,
potensi hasil dari keputusan tersebut dan tanggung jawab mereka berkenaan
dengan keputusan tersebut.
m) Jika pasien atau keluarga terdekat
menolak, maka pasien atau keluarga diberitahu tentang alternatif pelayanan dan
pengobatan, yaitu alternatif tindakan pelayanan atau pengobatan, misalnya
pasien diare menolak diinfus maka pasien diedukasi agar minum air dan oralit
sesuai kondisi tubuh pasien.
n) Puskesmas melayani berbagai populasi
masyarakat, termasuk diantaranya pasien dengan kendala dan/ atau berkebutuhan
khusus, antara lain: balita, ibu hamil, disabilitas, lanjut usia, kendala
bahasa, budaya, atau kendala lain yang dapat berakibat terjadinya hambatan atau
tidak optimalnya proses asesmen maupun pemberian asuhan klinis. Untuk itu perlu
dilakukan identifikasi pasien dengan risiko, kendala dan kebutuhan khusus serta
diupayakan kebutuhannya.
o) Untuk mencegah terjadinya transmisi
infeksi diterapkan protokol kesehatan yang meliputi: penggunaan alat pelindung
diri, jaga jarak antara orang yang satu dan yang lain, dan pengaturan agar
tidak terjadi kerumuan orang, mulai dari pendaftaran dan di semua area
pelayanan.
b. Elemen Penilaian:
a) Tersedia
kebijakan dan prosedur yang mengatur identifikasi dan pemenuhan kebutuhan
pasien dengan risiko, kendala, dan kebutuhan khusus (R).
b) Pendaftaran
dilakukan sesuai dengan kebijakan, pedoman, protokol kesehatan, dan prosedur
yang ditetapkan dengan menginformasikan hak dan kewajiban serta memperhatikan
keselamatan pasien (R,O,W,S).
c) Puskesmas
menyediakan informasi yang jelas, mudah dipahami, dan mudah diakses tentang
tarif, jenis pelayanan, proses dan alur pendaftaran, proses dan alur pelayanan,
rujukan, dan ketersediaan tempat tidur untuk Puskesmas rawat inap (O,W).
d) Persetujuan
umum diminta saat pertama kali pasien masuk rawat jalan dan setiap kali masuk
rawat inap (D,W).
1. Standar
3.2 Pengkajian, rencana asuhan, dan pemberian asuhan.
Pengkajian, rencana asuhan, dan pemberian asuhan dilaksanakan secara
paripurna.
Kajian pasien dilakukan secara paripurna untuk mendukung rencana dan
pelaksanaan pelayanan oleh petugas kesehatan profesional dan/atau tim kesehatan
antarprofesi yang digunakan untuk menyusun keputusan layanan klinis.
Pelaksanaan asuhan dan pendidikan pasien/keluarga dilaksanakan sesuai dengan
rencana yang disusun, dipandu oleh kebijakan dan prosedur, dan sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
a. Kriteria 3.2.1
Penapisan (skrining) dan proses
kajian awal dilakukan secara paripurna, mencakup berbagai kebutuhan dan harapan
pasien/keluarga, serta dengan mencegah penularan infeksi. Asuhan pasien
dilaksanakan berdasarkan rencana asuhan medis, keperawatan, dan asuhan klinis
yang lain dengan memperhatikan kebutuhan pasien dan berpedoman pada panduan
praktik klinis.
1) Pokok Pikiran:
a) Skrining dilakukan sejak awal dari penerimaan pasien
untuk memilah pasien sesuai dengan kemungkinan penularan infeksi kebutuhan
pasien dan kondisi kegawatan yang dipandu dengan prosedur skrining yang
dibakukan.
b) Proses kajian pasien merupakan proses yang
berkesinambungan dan dinamis, baik untuk pasien rawat jalan maupun pasien rawat
inap. Proses kajian pasien menentukan efektivitas asuhan yang akan dilakukan.
c) Kajian pasien meliputi:
(1) mengumpulkan data dan informasi tentang kondisi fisik,
psikologis, status sosial, dan riwayat penyakit. Untuk mendapatkan data dan
informasi tersebut, dilakukan anamnesis (data subjektif = S) serta pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang (data objektif = O);
(2) analisis data dan informasi yang diperoleh yang
menghasilkan masalah, kondisi, dan diagnosis untuk mengidentifikasi kebutuhan
pasien (asesmen atau analisis = A); dan
(3) membuat rencana asuhan (perencanaan asuhan = P), yaitu
menyusun solusi untuk mengatasi masalah atau memenuhi kebutuhan pasien.
d) Pada saat pasien pertama kali diterima, dilakukan
kajian awal, kemudian dilakukan kajian ulang secara berkesinambungan baik pada
pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap sesuai dengan perkembangan kondisi
kesehatannya.
e) Kajian awal dilakukan oleh tenaga medis,
keperawatan/kebidanan, dan tenaga dari disiplin yang lain meliputi status
fisis/neurologis/mental, psikososiospiritual, ekonomi, riwayat kesehatan,
riwayat alergi, asesmen nyeri, asesmen risiko jatuh, asesmen fungsional
(gangguan fungsi tubuh), asesmen risiko gizi, kebutuhan edukasi, dan rencana
pemulangan.
f) Pada saat kajian awal perlu diperhatikan juga apakah
pasien mengalami kesakitan atau nyeri. Nyeri adalah bentuk pengalaman sensorik
dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan adanya kerusakan
jaringan atau cenderung akan terjadi kerusakan jaringan atau suatu keadaan yang
menunjukkan kerusakan jaringan.
g) Kajian pasien dan penetapan diagnosis hanya boleh
dilakukan oleh tenaga profesional yang kompeten. Tenaga profesional yang
kompeten adalah tenaga yang dalam melaksanakan tugas profesinya dipandu oleh Standar dan kode etik profesi serta mempunyai kompetensi
sesuai dengan pendidikan dan pelatihan yang dimiliki yang dapat dibuktikan
dengan adanya sertifikat kompetensi.
h) Proses kajian tersebut dapat dilakukan secara
individual atau jika diperlukan dilakukan oleh tim kesehatan antarprofesi yang
terdiri atas dokter, dokter gigi, perawat, bidan, dan tenaga kesehatan pemberi
asuhan yang lain sesuai dengan kebutuhan pasien. Jika dalam pemberian asuhan
diperlukan tim kesehatan, harus dilakukan koordinasi dalam penyusunan rencana
asuhan terpadu.
i) Pasien mempunyai hak untuk mengambil keputusan
terhadap asuhan yang akan diperoleh.
j) Salah satu cara melibatkan pasien dalam pengambilan
keputusan tentang pelayanan yang diterimanya adalah dengan cara memberikan
informasi yang mengacu pada peraturan perundang-undangan (informed consent).
Dalam hal pasien adalah anak di bawah umur atau individu yang tidak memiliki
kapasitas untuk membuat keputusan yang tepat, pihak yang memberi persetujuan
mengacu pada peraturan perundang-undangan. Pemberian informasi yang mengacu
pada peraturan perundang-undangan itu dapat diperoleh pada berbagai titik waktu
dalam pelayanan, misalnya ketika pasien masuk rawat inap dan sebelum suatu
tindakan atau pengobatan tertentu yang berisiko. Informasi dan penjelasan
tersebut diberikan oleh dokter yang bertanggung jawab yang akan melakukan
tindakan atau dokter lain apabila dokter yang bersangkutan berhalangan, tetapi
tetap dengan sepengetahuan dokter yang bertanggung jawab tersebut.
k) Pasien atau keluarga terdekat pasien diberi peluang
untuk bekerja sama dalam menyusun rencana asuhan klinis yang akan dilakukan.
l) Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil kajian yang
dinyatakan dalam bentuk diagnosis dan asuhan yang akan diberikan, dengan
memperhatikan kebutuhan biologis, psikologis, sosial, spiritual, serta
memperhatikan nilai budaya yang dimiliki oleh pasien, juga mencakup komunikasi,
informasi, dan edukasi pada pasien dan keluarganya.
m) Perubahan rencana asuhan ditentukan berdasarkan hasil
kajian lanjut sesuai dengan perubahan kebutuhan pasien.
n) Tenaga medis dapat memberikan pelimpahan wewenang
secara tertulis untuk melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
tertentu kepada perawat, bidan, atau tenaga kesehatan pemberi asuhan yang lain.
Pelimpahan wewenang tersebut hanya dapat dilakukan dalam keadaan tenaga medis
tidak berada di tempat dan/atau karena keterbatasan ketersediaan tenaga medis.
o) Pelimpahan wewenang untuk melakukan tindakan medis
tersebut dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut.
(1) Tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam kemampuan dan
keterampilan yang telah dimiliki oleh penerima pelimpahan.
(2) Pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap di bawah
pengawasan pemberi pelimpahan.
(3) Pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab atas
tindakan yang dilimpahkan sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan
pelimpahan yang diberikan.
(4) Tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk mengambil
keputusan klinis sebagai dasar pelaksanaan tindakan.
(5) Tindakan yang dilimpahkan tidak bersifat terusmenerus.
p) Asuhan pasien diberikan oleh tenaga sesuai dengan
kompetensi lulusan dengan kejelasan perincian wewenang menurut peraturan
perundang-undanganundangan.
q) Pada kondisi tertentu (misalnya pada kasus penyakit tuberkulosis
(TBC) dengan malanutrisi, perlu penanganan secara terpadu dari dokter,
nutrisionis, dan penanggung jawab program TBC, pasien memerlukan asuhan terpadu
yang meliputi asuhan medis, asuhan keperawatan, asuhan gizi, dan asuhan
kesehatan yang lain sesuai dengan kebutuhan pasien.
r) Untuk meningkatkan luaran klinis yang optimal perlu
ada kerja sama antara petugas kesehatan dan pasien/keluarga pasien.
Pasien/keluarga pasien perlu mendapatkan penyuluhan kesehatan dan edukasi yang
terkait dengan penyakit dan kebutuhan klinis pasien menggunakan pendekatan
komunikasi interpersonal antara pasien dan petugas kesehatan serta menggunakan
bahasa yang mudah dipahami agar mereka dapat berperan aktif dalam proses asuhan
dan memahami konsekuensi asuhan yang diberikan.
2) Elemen Penilaian:
a) Dilakukan
skrining dan pengkajian awal secara paripurna oleh tenaga yang kompeten untuk
mengidentifikasi kebutuhan pelayanan sesuai dengan panduan praktik klinis,
termasuk penangan nyeri dan dicatat dalam rekam medis (R,D,O,W).
b) Dalam
keadaan tertentu jika tidak tersedia tenaga medis, dapat dilakukan pelimpahan
wewenang tertulis kepada perawat dan/atau bidan yang telah mengikuti pelatihan,
untuk melakukan kajian awal medis dan pemberian asuhan medis sesuai dengan
kewenangan delegatif yang diberikan (R,D).
c) Rencana
asuhan dibuat berdasarkan hasil pengkajian awal, dilaksanakan dan dipantau,
serta direvisi berdasarkan hasil kajian lanjut sesuai dengan perubahan
kebutuhan pasien (D,W).
d) Dilakukan
asuhan pasien, termasuk jika diperlukan asuhan secara kolaboratif sesuai dengan
rencana asuhan dan panduan praktik klinis dan/atau prosedur asuhan klinis agar
tercatat di rekam medis dan tidak terjadi pengulangan yang tidak perlu (D,W).
e) Dilakukan
penyuluhan/pendidikan kesehatan dan evaluasi serta tindak lanjut bagi pasien
dan keluarga dengan metode yang dapat dipahami oleh pasien dan keluarga (D,O).
f) Pasien
atau keluarga pasien memperoleh informasi mengenai tindakan medis/ pengobatan
tertentu yang berisiko yang akan dilakukan sebelum memberikan persetujuan atau
penolakan (informed consent), termasuk konsekuensi dari keputusan penolakan
tersebut (D).
2. Standar
3.3 Pelayanan gawat darurat
Pelayanan gawat darurat dilaksanakan dengan segera sebagai prioritas
pelayanan.
Tersedia pelayanan gawat darurat yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan
darurat, mendesak atau segera.
a. Kriteria 3.3.1
Prosedur penanganan pasien gawat darurat disusun berdasar panduan
praktik klinis untuk penanganan pasien gawat darurat dengan referensi yang
dapat dipertanggungjawabkan.
1) Pokok Pikiran:
a) Pasien gawat darurat diidentifikasi dengan proses
triase mengacu pada pedoman tata laksana triase sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
b) Prinsip triase dalam memberlakukan sistem prioritas
dengan penentuan atau penyeleksian pasien yang harus didahulukan untuk
mendapatkan penanganan, yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul
berdasarkan:
(1) ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit
(2) dapat meninggal dalam hitungan jam
(3) trauma ringan
(4) sudah meninggal
Pasien-pasien tersebut didahulukan diperiksa dokter sebelum pasien yang
lain, mendapat pelayanan diagnostik sesegera mungkin dan diberikan perawatan
sesuai dengan kebutuhan.
c) Pasien harus distabilkan terlebih dahulu sebelum
dirujuk yaitu bila tidak tersedia pelayanan di Puskesmas untuk memenuhi
kebutuhan pasien dengan kondisi emergensi dan pasien memerlukan rujukan ke
fasilitas kesehatan yang mempunyai kemampuan lebih tinggi.
d) Dalam penanganan pasien dengan kebutuhan darurat,
mendesak, atau segera, termasuk melakukan deteksi dini tanda tanda dan gejala
penyakit menular misalnya infeksi melalui udara/airborne.
2) Elemen Penilaian:
a) Pasien
diprioritaskan atas dasar kegawatdaruratan sebagai tahap triase sesuai dengan
kebijakan, pedoman dan prosedur yang ditetapkan (R, D, O, W, S).
b) Pasien
gawat darurat yang perlu dirujuk ke FKRTL diperiksa dan distabilisasi terlebih
dahulu sesuai dengan kemampuan Puskesmas dan dipastikan dapat diterima di FKRTL
sesuai dengan kebijakan, pedoman dan prosedur yang ditetapkan (R, D, O).
3. Standar
3.4 Pelayanan anestesi lokal dan tindakan.
Pelayanan anastesi lokal dan tindakan
di Puskesmas dilaksanakan dengan sesuai Standar.
Tersedia pelayanan anestesi lokal dan
tindakan untuk memenuhi kebutuhan pasien.
a.
Kriteria 3.4.1
Pelayanan anestesi lokal di Puskesmas dilaksanakan
sesuai dengan Standar dan peraturan perundang-undangan.
1) Pokok Pikiran:
a) Dalam pelayanan rawat jalan ataupun rawat inap di
Puskesmas, terutama pelayanan gawat darurat, pelayanan gigi, dan keluarga
berencana, kadang- kadang memerlukan tindakan yang membutuhkan anestesi lokal.
Pelaksanaan anestesi lokal tersebut harus memenuhi Standar dan peraturan perundangundangan serta kebijakan dan
prosedur yang berlaku di Puskesmas.
b) Kebijakan dan prosedur memuat:
(1)
penyusunan
rencana, termasuk identifikasi perbedaan antara dewasa, geriatri, dan anak atau
pertimbangan khusus;
(2)
dokumentasi yang
diperlukan untuk dapat bekerja dan berkomunikasi efektif;
(3)
persyaratan
persetujuan khusus;
(4)
kualifikasi,
kompetensi, dan keterampilan petugas pelaksana;
(5)
ketersediaan dan
penggunaan peralatan anestesi;
(6)
teknik melakukan
anestesi lokal;
(7)
frekuensi dan
jenis bantuan resusitasi jika diperlukan;
(8)
tata laksana
pemberian bantuan resusitasi yang tepat;
(9)
tata laksana
terhadap komplikasi; dan
(10) bantuan hidup dasar.
2) Elemen Penilaian:
a) Pelayanan
anestesi lokal dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten sesuai dengan
kebijakan dan prosedur (R,D,O,W).
b) Jenis,
dosis, dan teknik anestesi lokal dan pemantauan status fisiologi pasien selama
pemberian anestesi lokal oleh petugas dicatat dalam rekam medis pasien (D).
4. Standar
3.5 Pelayanan gizi.
Pelayanan Gizi dilakukan sesuai dengan kebutuhan
pasien dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelayanan Gizi diberikan sesuai dengan status gizi
pasien secara reguler, sesuai dengan rencana asuhan, umur, budaya, dan bila
pasien berperan serta dalam perencanaan dan seleksi makanan.
a. Kriteria 3.5.1
Pelayanan Gizi dilakukan
sesuai dengan status gizi pasien dan konsisten dengan asuhan klinis yang
tersedia secara reguler.
1) Pokok Pikiran
a) Terapi gizi adalah pelayanan gizi
yang diberikan kepada pasien berdasarkan pengkajian gizi, yang meliputi terapi
diet, konseling gizi, dan pemberian makanan khusus dalam rangka penyembuhan
pasien.
b) Kondisi kesehatan dan pemulihan
pasien membutuhkan asupan makanan dan gizi yang memadai. Oleh karena itu,
makanan perlu disediakan secara reguler, sesuai dengan rencana asuhan, umur,
budaya, dan bila dimungkinkan pilihan menu makanan. Pasien berperan serta dalam
perencanaan dan seleksi makanan.
c) Pemesanan dan pemberian makanan
dilakukan sesuai dengan status gizi dan kebutuhan pasien.
d) Penyediaan bahan, penyiapan,
penyimpanan, dan penanganan makanan harus dimonitor untuk memastikan keamanan
serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan praktik terkini. Risiko
kontaminasi dan pembusukan diminimalkan dalam proses tersebut.
e) Setiap pasien harus mengonsumsi
makanan sesuai dengan Standar angka kecukupan gizi.
f) Angka kecukupan gizi adalah suatu
nilai acuan kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut
golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, dan aktivitas fisik untuk mencapai
derajat kesehatan yang optimal.
g) Pelayanan Gizi kepada pasien dengan
risiko gangguan gizi di Puskesmas diberikan secara reguler sesuai dengan
rencana asuhan berdasarkan hasil penilaian status gizi dan kebutuhan pasien
sesuai dengan proses asuhan gizi terStandar (PAGT) yang tercantum di dalam
Pedoman Pelayanan Gizi di Puskesmas.
h) Pelayanan Gizi kepada pasien rawat
inap harus dicatat dan didokumentasikan di dalam rekam medis dengan baik.
i) Keluarga pasien dapat berpartisipasi
dalam menyediakan makanan bila makanan sesuai dan konsisten dengan kajian kebutuhan
pasien dan rencana asuhan dengan sepengetahuan dari petugas kesehatan yang
berkompeten dan makanan disimpan dalam kondisi yang baik untuk mencegah
kontaminasi.
2) Elemen Penilaian
a) Rencana
asuhan gizi disusun berdasar kajian kebutuhan gizi pada pasien sesuai dengan
kondisi kesehatan dan kebutuhan pasien (R,D,W).
b) Makanan
disiapkan dan disimpan dengan cara yang baku untuk mengurangi risiko
kontaminasi dan pembusukan (R,D,O,W).
c) Distribusi
dan pemberian makanan dilakukan sesuai dengan jadwal dan pemesanan, serta
hasilnya didokumentasikan (R,D,O,W)
d) Pasien
dan/atau keluarga pasien diberi edukasi tentang pembatasan diet pasien dan
keamanan/kebersihan makanan bila keluarga ikut menyediakan makanan bagi pasien (D).
e) Proses
kolaboratif digunakan untuk merencanakan, memberikan, dan memantau pelayanan
gizi (D,W).
f)
Respons pasien pelayanan Gizi dipantau dan
dicatat dalam rekam medisnya (D).
5. Standar
3.6 Pemulangan dan tindak lanjut pasien.
Pemulangan dan tindak lanjut pasien dilakukan sesuai
dengan prosedur yang ditetapkan.
Pemulangan dan tindak lanjut pasien dilakukan dengan
prosedur yang tepat. Jika pasien memerlukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang
lain, rujukan dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien ke sarana
pelayanan lain diatur dengan kebijakan dan prosedur yang jelas.
a. Kriteria 3.6.1
Pemulangan dan tindak lanjut pasien yang bertujuan
untuk kelangsungan layanan dipandu oleh prosedur baku.
1) Pokok Pikiran
a) Untuk menjamin kesinambungan
pelayanan, perlu ditetapkan kebijakan dan prosedur pemulangan pasien dan tindak
lanjut.
b) Dokter/dokter gigi bersama dengan
tenaga kesehatan yang lain menyusun rencana pemulangan bersama dengan
pasien/keluarga pasien. Rencana pemulangan tersebut berisi instruksi dan/atau
dukungan yang perlu diberikan baik oleh Puskesmas maupun keluarga pasien pada
saat pemulangan ataupun tindak lanjut di rumah, sesuai dengan hasil kajian yang
dilakukan.
c) Pemulangan pasien dilakukan berdasar Kriteria yang ditetapkan oleh dokter/dokter gigi yang bertanggung
jawab terhadap pasien untuk memastikan bahwa kondisi pasien layak untuk
dipulangkan dan akan memperoleh tindak lanjut pelayanan sesudah dipulangkan,
misalnya pasien rawat jalan yang tidak memerlukan perawatan rawat inap, pasien
rawat inap tidak lagi memerlukan perawatan rawat inap di Puskesmas, pasien yang
karena kondisinya memerlukan rujukan ke FKRTL, pasien yang karena kondisinya
dapat dirawat di rumah atau rumah perawatan, pasien yang menolak untuk
perawatan rawat inap, pasien/keluarga pasien yang meminta pulang atas
permintaan sendiri.
d) Resume pasien pulang memberikan
gambaran tentang pasien selama rawat inap. Resume ini berisikan:
(1) riwayat kesehatan, hasil pemeriksaan
fisik, pemeriksaan diagnostik;
(2) indikasi pasien rawat inap,
diagnosis, dan kormobiditas lain;
(3) prosedur tindakan dan terapi yang telah
diberikan;
(4) obat yang sudah diberikan dan obat
untuk pulang;
(5) kondisi kesehatan pasien; dan
(6) instruksi tindak lanjut dan
penjelaskan kepada pasien, termasuk nomor kontak yang dapat dihubungi dalam
situasi darurat.
f) Informasi tentang resume pasien
pulang yang diberikan kepada pasien/keluarga pasien pada saat pemulangan atau
rujukan ke fasilitas kesehatan yang lain diperlukan agar pasien/keluarga pasien
memahami tindak lanjut yang perlu dilakukan untuk mencapai hasil pelayanan yang
optimal.
g) Resume medis pasien paling sedikit
terdiri atas:
(1) identitas Pasien;
(2) diagnosis masuk dan indikasi pasien
dirawat;
(3) ringkasan hasil pemeriksaan fisik dan
penunjang, diagnosis akhir, pengobatan, dan rencana tindak lanjut pelayanan
kesehatan; dan
(4) nama dan tanda tangan dokter atau
dokter gigi yang memberikan pelayanan kesehatan.
h) Resume medis yang diberikan kepada pasien
saat pulang dari rawat inap terdiri atas:
(1) data umum pasien;
(2) anamnesis (riwayat penyakit dan
pengobatan);
(3) pemeriksaan; dan
(4) terapi, tindakan dan / atau anjuran.
2) Elemen Penilaian:
a) Dokter/dokter
gigi, perawat/bidan, dan pemberi asuhan yang lain melaksanakan pemulangan,
rujukan, dan asuhan tindak lanjut sesuai dengan rencana yang disusun dan Kriteria pemulangan
(R,D).
b) Resume
medis diberikan kepada pasien dan pihak yang berkepentingan saat pemulangan
atau rujukan (D,O,W).
6. Standar 3.7 Pelayanan
Rujukan.
Pelayanan rujukan dilakukan sesuai dengan ketentuan kebijakan dan
prosedur.
Pelayanan rujukan dilaksanakan apabila pasien memerlukan penanganan
yang bukan merupakan kompetensi dari fasilitas kesehatan tingkat pertama.
a. Kriteria 3.7.1
Pelaksanaan pelayanan rujukan dilakukan sesuai dengan ketentuan
kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan dan mengacu pada ketentuan
peraturan perundang-undangan.
1) Pokok Pikiran:
a) Jika kebutuhan pasien akan pelayanan tidak dapat dipenuhi
oleh Puskesmas, pasien harus dirujuk ke fasilitas kesehatan yang mampu
menyediakan pelayanan berdasarkan kebutuhan pasien, baik ke FKTRL Puskesmas
lain, perawatan rumahan (home care),
dan paliatif.
b) Untuk memastikan kontinuitas pelayanan, informasi
tentang kondisi pasien dituangkan dalam surat pengantar rujukan yang meliputi
kondisi klinis pasien, prosedur, dan pemeriksaan yang telah dilakukan dan
kebutuhan pasien lebih lanjut.
c) Proses rujukan harus diatur dengan kebijakan dan
prosedur, termasuk alternatif rujukan sehingga pasien dijamin dalam memperoleh pelayanan
yang dibutuhkan di tempat rujukan pada saat yang tepat.
d) Komunikasi dengan fasilitas kesehatan yang lebih mampu
dilakukan untuk memastikan kemampuan dan ketersediaan pelayanan di FKRTL.
e) Pada pasien yang akan dirujuk dilakukan stabilisasi
sesuai dengan Standar rujukan.
f) Pasien/keluarga terdekat pasien mempunyai hak untuk
memperoleh informasi tentang rencana rujukan yang meliputi (1) alasan rujukan,
(2) fasilitas kesehatan yang dituju, termasuk pilihan fasilitas kesehatan
lainnya jika ada, sehingga pasien/keluarga dapat memutuskan fasilitas mana yang
dipilih, serta (3) kapan rujukan harus dilakukan.
g) Jika pasien perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan yang
lain, wajib diupayakan proses rujukan berjalan sesuai dengan kebutuhan dan
pilihan pasien agar pasien memperoleh kepastian mendapat pelayanan sesuai
dengan kebutuhan dan pilihan tersebut dengan konsekuensinya.
h) Dilakukan identifikasi kebutuhan dan pilihan pasien
(misalnya kebutuhan transportasi, petugas kompeten yang mendampingi, sarana
medis, dan keluarga yang menemani, termasuk pilihan fasilitas kesehatan
rujukan) selama proses rujukan.
i) Selama proses rujukan pasien secara langsung, pemberi
asuhan yang kompeten terus memantau kondisi pasien dan fasilitas kesehatan
penerima rujukan menerima resume tertulis mengenai kondisi klinis pasien dan
tindakan yang telah dilakukan.
j) Pada saat serah terima di tempat rujukan, petugas yang
mendampingi pasien memberikan informasi secara lengkap (SBAR) tentang kondisi
pasien kepada petugas penerima transfer pasien.
2) Elemen Penilaian:
a) Pasien/keluarga
terdekat pasien memperoleh informasi rujukan dan memberi persetujuan untuk
dilakukan rujukan berdasarkan kebutuhan pasien dan Kriteria rujukan untuk menjamin
kelangsungan layanan ke fasilitas kesehatan yang lain (D,W).
b) Dilakukan
komunikasi dengan fasilitas kesehatan yang menjadi tujuan rujukan dan dilakukan
tindakan stabilisasi terlebih dahulu kepada pasien sebelum dirujuk sesuai
kondisi pasien, indikasi medis dan kemampuan dan wewenang yang dimiliki agar keselamatan
pasien selama pelaksanaan rujukan dapat terjamin (D,W).
c) Dilakukan
serah terima pasien yang disertai dengan informasi yang lengkap meliputi situation, background, assessment,
recomemdation (SBAR) kepada petugas (D,W).
b. Kriteria 3.7.2
Dilakukan tindak lanjut terhadap rujukan balik dari FKRTL.
1) Pokok Pikiran:
a) Untuk menjamin kesinambungan pelayanan, pada pasien
yang dirujuk balik dari FKRTL dilaksanakan tindak lanjut sesuai dengan umpan
balik rujukan dan hasilnya dicatat dalam rekam medis.
b) Jika Puskesmas menerima umpan balik rujukan pasien
dari fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut atau fasilitas kesehatan lain,
tindak lanjut dilakukan sesuai prosedur yang berlaku melalui proses kajian
dengan memperhatikan rekomendasi umpan balik rujukan.
c) Dalam pelaksanaan rujuk balik harus dilakukan
pemantauan (monitoring) dan
dokumentasi pelaksanaan rujuk balik.
2) Elemen Penilaian:
a) Dokter/dokter
gigi penangggung jawab pelayanan melakukan kajian ulang kondisi medis sebelum
menindaklanjuti umpan balik dari FKRTL sesuai dengan kebijakan dan prosedur
yang ditetapkan (R, D, O).
b) Dokter/dokter
gigi penanggung jawab pelayanan melakukan tindak lanjut terhadap rekomendasi
umpan balik rujukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan (D,O,W).
c) Pemantauan
dalam proses rujukan balik harus dicatat dalam formulir pemantauan (D).
7. Standar 3.8 Penyelenggaraan rekam medis.
Rekam Medis diselenggarakan sesuai dengan ketentuan
kebijakan dan prosedur.
Puskesmas wajib menyelenggarakan rekam medis yang
berisi data dan informasi asuhan pasien yang dibutuhkan untuk pelayanan pasien
dan rekam medis itu dapat diakses oleh petugas kesehatan pemberian asuhan,
manajemen, dan pihak di luar organisasi yang diberi hak akses terhadap rekam
medis untuk kepentingan pasien, asuransi, dan kepentingan lain yang sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
a. Kriteria 3.8.1
Tata kelola penyelenggaraan rekam medis dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
1) Pokok Pikiran:
a) Rekam medis merupakan sumber informasi utama mengenai
proses asuhan dan perkembangan pasien sehingga menjadi media komunikasi yang
penting. Agar informasi ini berguna dan mendukung asuhan pasien secara
berkelanjutan, rekam medis harus tersedia selama asuhan pasien dan setiap saat
dibutuhkan serta dijaga untuk selalu mencatat perkembangan terkini dari kondisi
pasien.
b) Rekam medis diselenggarakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan
dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan
pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Rekam medis harus dibuat
secara tertulis, lengkap, dan jelas atau secara elektronik.
c)
Perlu dilakukan Standarisasi (1) kode diagnosis, (2) kode prosedur/tindakan,
dan (3) simbol dan singkatan yang digunakan dan tidak boleh digunakan, kemudian
pelaksanaannya dipantau untuk mencegah kesalahan komunikasi dan pemberian
asuhan pasien serta untuk dapat mendukung pengumpulan dan analisis data.
Standarisasi tersebut harus konsisten dengan Standar yang berlaku sesuai ketentuan.
d) Dokter, perawat, bidan, dan petugas pemberi asuhan
yang lain bersama- sama menyepakati isi rekam medis sesuai dengan kebutuhan
informasi yang perlu ada dalam pelaksanaan asuhan pasien.
e)
Penyelenggaraan
rekam medis dilakukan secara berurutan dari sejak pasien masuk sampai pasien
pulang, dirujuk, atau meninggal yang meliputi kegiatan
(1) registrasi pasien; (2) pendistribusian rekam medis; (3) isi rekam medis dan pengisian informasi klinis; (4) pengolahan data dan pengkodean; |
(5) klaim pembiayaan; (6) penyimpanan rekam medis; (7) penjaminan mutu; (8) pelepasan informasi kesehatan; dan (9) pemusnahan rekam medis |
f)
Efek obat, efek
samping obat, dan kejadian alergi didokumentasikan dalam rekam medis.
g)
Jika dijumpai
adanya riwayat alergi obat, riwayat alergi tersebut harus didokumentasikan
sebagai informasi klinis dalam rekam medis.
h) Rekam medis diisi oleh setiap dokter, dokter gigi,
dan/atau tenaga kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan perseorangan.
i)
Apabila terdapat
lebih dari satu tenaga dokter, dokter gigi, dan/atau tenaga kesehatan dalam
satu fasilitas kesehatan, rekam medis dibuat secara terintegrasi.
j)
Setiap catatan
dalam rekam medis harus lengkap dan jelas dengan mencantumkan nama, waktu dan
tanda tangan dokter, dokter gigi, dan/atau tenaga kesehatan yang memberikan
pelayanan secara berurutan sesuai dengan waktu pelayanan.
k) Dalam hal terjadi kesalahan dalam pencatatan rekam
medis, dokter, dokter gigi, dan/atau tenaga kesehatan
lain dapat melakukan koreksi
dengan cara mencoret satu garis tanpa menghilangkan catatan yang dibetulkan,
lalu memberi paraf dan tanggal; dalam hal diperlukan penambahan kata atau
kalimat, diperlukan paraf dan tanggal.
l)
Rekam medis rawat
jalan paling sedikit berisi:
(1) identitas pasien; (2) tanggal dan waktu; (3) hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan
dan riwayat penyakit; (4) penyakit; (5) hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik; (6) diagnosis; (7) rencana penatalaksanaan; |
(8) pengobatan dan/ atau tindakan; (9) pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien (10) persetujuan dan penolakan tindakan jika diperlukan; (11) untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram
klinik; dan (12) nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi dan atau
tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan. |
m) Rekam medis pasien rawat inap sekurang-kurangnya
berisi:
(1)
identitas pasien;
(2)
tanggal dan
waktu;
(3)
hasil anamnesis,
mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit;
(4)
hasil pemeriksaan
fisik dan penunjang medik;
(5)
diagnosis;
(6)
rencana
penatalaksanaan;
(7)
pengobatan dan/
atau tindakan;
(8)
persetujuan
tindakan jika diperlukan;
(9)
catatan observasi
klinis dan hasil pengobatan;
(10) ringkasan pulang (discharge
summary);
(11) nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi dan atau
tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan;
(12) pelayanan lain yang telah dilakukan oleh tenaga
kesehatan tertentu;
(13) untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram
klinik; dan
(14) nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga
kesehatan tertentu yang memberikan pelayana kesehatan.
n) Rekam Medis untuk pasien gawat darurat ditambahkan
isian berupa
(1) identitas pasien;
(2) kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan
kesehatan;
(3) identitas pengantar pasien;
(4) tanggal dan waktu;
(5) hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan
dan riwayat penyakit;
(6) hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik;
(7) diagnosis;
(8) rencana penatalaksanaan;
(9) pengobatan dan/ atau tindakan;
(10) ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan
pelayanan di unit gawat darurat dan rencana tindak lanjut;
(11) nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi dan atau
tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan;
(12) sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang
akan dipindahkan ke sarana pelayanan kesehatan lain; dan
(13) pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
o) Puskesmas menetapkan dan melaksanakan kebijakan
penyimpanan berkas rekam medis dan data serta informasi lainnya. Jangka waktu
penyimpanan rekam medis, data dan informasi lainnya terkait pasien sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku guna mendukung asuhan pasien,
manajemen, dokumentasi yang sah secara hukum, pendidikan dan penelitian.
p) Kebijakan tentang penyimpanan (retensi) rekam medis
konsisten dengan kerahasiaan dan keamanan informasi tersebut. Berkas rekam
medis, data dan informasi dapat dimusnahkan setelah melampui periode waktu
penyimpanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, kecuali ringkasan
pulang dan persetujuan tindakan medik.
2) Elemen Penilaian:
a) Penyelenggaraan
rekam medis dilakukan secara berurutan dari sejak pasien masuk sampai pasien
pulang, dirujuk, atau meninggal meliputi kegiatan
(1) registrasi pasien;
(2) pendistribusian rekam medis;
(3) isi rekam medis dan pengisian informasi klinis;
(4) pengolahan data dan pengkodean;
(5) klaim pembiayaan;
(6) penyimpanan rekam medis;
(7) penjaminan mutu;
(8) pelepasan informasi kesehatan;
(9) pemusnahan rekam medis; dan
(10) termasuk
riwayat alergi obat,
dilakukan sesuai dengan
kebijakan dan prosedur yang ditetapkan (R,D,O,W).
b)
Rekam medis diisi secara lengkap dan dengan
tulisan yang terbaca serta harus dibubuhi nama, waktu pemeriksanaan, dan tanda
tangan dokter, dokter gigi dan/atau tenaga kesehatan yang melaksanakan
pelayanan kesehatan perseorangan; apabila ada kesalahan dalam melakukan
pencatatan di rekam medis, dilakukan koreksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan (D,O,W).
8. Standar 3.9 Penyelenggaraan pelayanan
laboratorium.
Penyelenggaraan pelayanan laboratorium dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelayanan laboratorium dilaksanakan sesuai dengan
kebijakan dan prosedur yang ditetapkan.
a. Kriteria 3.9.1
Pelayanan laboratorium
dikelola sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan.
1) Pokok Pikiran:
a)
Puskesmas
menetapkan jenis pelayanan laboratorium yang tersedia di Puskesmas.
b) Agar pelaksanaan pelayanan
laboratorium dapat memberikan hasil pemeriksaan yang tepat, perlu ditetapkan
kebijakan dan prosedur pelayanan laboratorium mulai dari permintaan,
penerimaaan, pengambilan, dan penyimpanan spesimen, pengelolaan reagen
pelaksanaan pemeriksaan, dan penyampaian hasil pemeriksaan kepada pihak yang
membutuhkan, serta pengelolaan limbah medis dan bahan berbahaya dan beracun
(B3).
c)
Pemeriksaan
berisiko tinggi adalah pemeriksaan terhadap spesimen yang berisiko infeksi pada
petugas, misalnya spesimen sputum dengan kecurigaan tuberculosis atau darah
dari pasien dengan kecurigaan hepatitis B dan HIV/AIDS.
d) Regulasi pelayanan laboratorium perlu
disusun sebagai acuan yang meliputi kebijakan dan pedoman serta prosedur
pelayanan laboratorium yang mengatur tentang
(1) jenis-jenis pelayanan laboratorium
yang disediakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan kemampuan Puskesmas;
(2) waktu penyerahan hasil pemeriksaan
laboratorium;
(3) pemeriksaan laboratorium yang
berisiko tinggi;
(4) permintaan pemeriksaan, penerimaan
specimen, pengambilan, dan penyimpanan spesimen;
(5) pelayanan pemeriksaan di luar jam
kerja pada Puskesmas rawat inap atau puskesmas yang menyediakan pelayanan di
luar jam kerja;
(6) pemeriksaan laboratorium;
(7) kesehatan dan keselamatan kerja dalam
pelayanan laboratorium; (8) penggunaan alat pelindung diri; dan
(9) pengelolaan
reagen.
e)
Untuk
menjamin mutu pelayanan laboratorium, perlu dilakukan upaya pemantapan mutu
internal dan pemantapan mutu eksternal di Puskesmas.
Pemantapan mutu dilakukan sesuai dengan jenis dan
ketersediaan peralatan laboratorium yang digunakan dan sesuai dengan peraturan
perundang- undangan.
f)
Puskesmas
wajib mengikuti pemantapan mutu eskternal (PME) secara periodik yang
diselenggarakan oleh institusi yang ditetapkan oleh pemerintah.
g)
Jika
pemeriksaan laboratorium tidak dapat dilakukan oleh Puskesmas karena
keterbatasan kemampuan, dapat dilakukan rujukan pemeriksaan laboratorium dengan
prosedur yang jelas.
h) Pimpinan Puskesmas perlu menetapkan
jangka waktu yang dibutuhkan untuk melaporkan hasil tes laboratorium. Hasil
dilaporkan dalam kerangka waktu berdasarkan kebutuhan pasien dan kebutuhan
petugas pemberi pelayanan klinis. Pemeriksaan pada gawat darurat dan di luar
jam kerja serta pada akhir minggu termasuk dalam ketentuan ini.
i)
Hasil
pemeriksaan yang segera (urgent), seperti dari unit gawat darurat, diberikan
perhatian khusus. Sebagai tambahan, bila pelayanan laboratorium dilakukan
dengan bekerja sama dengan pihak luar, laporan hasil pemeriksaan juga harus
tepat waktu sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan atau yang tercantum dalam
kontrak.
j)
Reagensia
dan bahan-bahan lain yang selalu harus ada untuk pelayanan laboratorium bagi
pasien harus diidentifikasi dan ditetapkan.
k) Evaluasi periodik dilakukan terhadap
ketersediaan dan penyimpanan semua reagensia untuk memastikan akurasi dan
presisi hasil pemeriksaan.
l)
Kebijakan
dan prosedur ditetapkan untuk memastikan pemberian label yang lengkap dan
akurat untuk reagensia dan larutan yang digunakan merujuk pada ketentuan
peraturan perundang-undangan.
m) Sesuai dengan peralatan dan prosedur
yang dilaksanakan di laboratorium, perlu ditetapkan rentang nilai normal dan
rentang nilai rujukan untuk setiap pemeriksaan yang dilaksanakan.
n) Nilai normal dan rentang nilai
rujukan harus tercantum dalam catatan klinis, sebagai bagian dari laporan atau
dalam dokumen terpisah
o)
Jika
pemeriksaan dilaksanakan oleh laboratorium luar, laporan hasil pemeriksaan
harus dilengkapi dengan rentang nilai. Jika terjadi perubahan metode atau
peralatan yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan atau ada perubahan terkait
perkembangan ilmu dan teknologi, harus dilakukan evaluasi dan revisi terhadap
ketentuan tentang rentang nilai pemeriksaan laboratorium.
p) Ada prosedur rujukan spesimen dan
pasien, jika pemeriksaan laboratorium tidak dapat dilakukan di Puskesmas.
2) Elemen Penilaian:
a) Kepala
Puskesmas menetapkan nilai normal, rentang nilai rujukan untuk setiap jenis
pemeriksaan yang disediakan, dan nilai kritis pemeriksaan laboratorium (R).
b) Reagensia
esensial dan bahan lain tersedia sesuai dengan jenis pelayanan yang ditetapkan,
pelabelan, dan penyimpanannya, termasuk proses untuk menyatakan jika reagen
tidak tersedia (R,D,W).
c) Penyelenggaraan
pelayanan laboratorium, yang meliputi (1) sampai dengan (9), dilaksanakan
sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan (R,D,O,W).
d) Pemantapan
mutu internal dan pemantapan mutu eksternal dilakukan terhadap pelayanan
laboratorium sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan dan dilakukan
perbaikan jika terjadi penyimpangan (R,D,O,W).
e) Evaluasi
dan tindak lanjut dilakukan terhadap waktu pelaporan hasil pemeriksaan
laboratorium (D,W).
9. Standar 3.10 Penyelenggaraan pelayanan
kefarmasian.
Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelayanan kefarmasian dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan prosedur
yang ditetapkan.
a. Kriteria 3.10.1
Pelayanan kefarmasian
dikelola sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan.
1) Pokok Pikiran:
a) Pelayanan kefarmasian harus tersedia di Puskesmas.
Oleh karena itu, jenis dan jumlah obat serta bahan medis habis pakai (BMHP)
harus tersedia sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
b) Pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis
pakai terdiri atas
(1)
perencanaan
kebutuhan; (2)
permintaan; (3)
penerimaan; (4)
penyimpanan |
(5)
pendistribusian;
(6)
pengendalian; (7)
pencatatan,
pelaporan dan pengarsiapan; dan (8)
pemantauan dan
evaluasi pengelolaan |
c) Pelayanan farmasi di Puskesmas
terdiri atas
(1) pengkajian resep dan penyerahan obat; (2) pemberian informasi obat (PIO); (3) konseling; (4) visite pasien (khusus Puskesmas rawat inap); |
(5) rekonsiliasi obat; (6) pemantauan terapi obat (PTO); dan (7) evaluasi penggunaan obat |
d) Penarikan obat kedaluwarsa (out of date), rusak, atau obat substitusi dari peredaran dikelola
sesuai dengan kebijakan dan prosedur.
e) Formularium obat yang merupakan daftar obat terpilih yang
dibutuhkan dan harus tersedia di Puskesmas perlu disusun sebagai acuan dalam
pemberian pelayanan kepada pasien dengan mengacu pada formularium nasional;
pemilihan jenis obat dilakukan melalui proses kolaboratif antarpemberi asuhan
dengan mempertimbangkan kebutuhan pasien, keamanan, dan efisiensi.
f) Jika terjadi kehabisan obat karena terlambatnya
pengiriman, kurangnya stok nasional, atau sebab lain yang tidak dapat
diantisipasi dalam pengendalian inventaris yang normal, perlu diatur suatu
proses untuk mengingatkan para dokter/dokter gigi tentang kekurangan obat
tersebut dan saran untuk penggantinya.
g) Obat yang disediakan harus dapat dijamin keaslian dan
keamanannya. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengelolaan rantai pengadaan
obat. Pengelolaan rantai pengadaan obat adalah suatu rangkaian kegiatan yang
meliputi proses perencanaan dan pemilihan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, dan penggunaan obat.
h) Peresepan dilakukan oleh tenaga medis. Dalam pelayanan
resep, petugas farmasi wajib melakukan pengkajian/telaah resep yang meliputi
pemenuhan persyaratan administratif, persyaratan farmaseutik, dan persyaratan
klinis sesuai dengan peraturan perundang-undangan, antara lain,
(a) ketepatan identitas pasien, obat, dosis,
frekuensi, aturan minum/makan obat, dan waktu pemberian;
(b) duplikasi pengobatan;
(c) potensi alergi atau sensitivitas;
(D) interaksi antara obat dan obat lain atau dengan
makanan;
(e) variasi Kriteria penggunaan;
(f) berat badan pasien dan/atau informasi fisiologik
lainnya; dan
(g) kontra indikasi.
i) Dalam pemberian obat, harus juga dilakukan kajian
benar yang meliputi ketepatan identitas pasien, ketepatan obat, ketepatan
dosis, ketepatan rute pemberian, dan ketepatan waktu pemberian.
j) Untuk Puskesmas rawat inap, penggunaan obat oleh
pasien/pengobatan sendiri, baik yang dibawa ke Puskesmas, yang diresepkan,
maupun yang dipesan di Puskesmas, diketahui dan dicatat dalam rekam medis.
Harus dilaksanakan pengawasan penggunaan obat, terutama obat psikotropika
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
k) Obat yang perlu diwaspadai adalah obat yang mengandung
risiko yang meningkat bila ada salah penggunaan dan dapat menimbulkan kerugian
besar pada pasien.
l) Obat yang perlu diwaspadai (high alert) terdiri atas :
(1) obat risiko tinggi, yaitu obat yang bila terjadi
kesalahan (error) dapat menimbulkan
kematian atau kecacatan, seperti insulin, heparin, atau kemoterapeutik; dan
(2) obat yang nama, kemasan, label, penggunaan klinik
tampak/kelihatan sama (look alike),
dan bunyi ucapan sama (sound alike),
seperti Xanax dan Zantac atau hydralazine
dan hydroxyzine atau disebut juga
nama obat rupa ucapan mirip (NORUM).
m) Agar obat layak dikonsumsi oleh pasien, kebersihan dan
keamanan terhadap obat yang tersedia harus dilakukan mulai dari pengadaan,
penyimpanan, pendistribusian, dan penyampaian obat kepada pasien serta
penatalaksanaan obat kedaluwarsa (out of
date), rusak, atau obat substitusi.
n) Puskesmas menetapkan kebijakan dan prosedur dalam
penyampaian obat kepada pasien agar pasien memahami indikasi, dosis, cara
penggunaan obat, dan efek samping yang mungkin terjadi.
o) Pasien, dokternya, perawat dan petugas kesehatan yang
lain bekerja bersama untuk memantau pasien yang mendapat obat. Tujuan
pemantauan adalah untuk mengevaluasi efek pengobatan terhadap gejala pasien
atau penyakitnya dan untuk mengevaluasi pasien terhadap kejadian efek samping
obat.
p) Berdasarkan pemantauan, dosis, atau jenis obat, bila
perlu, dapat disesuaikan dengan memperhatikan pemberian obat secara rasional.
Pemantauan dimaksudkan untuk mengidentifikasi respons terapeutik yang diantisipasi ataupun reaksi alergik dan interaksi
obat yang tidak diantisipasi serta untuk mencegah risiko bagi pasien. Memantau
efek obat dalam hal ini termasuk mengobservasi dan mendokumentasikan setiap
kejadian salah obat (medication error).
q) Bila terjadi kegawatdaruratan pasien, akses cepat
terhadap obat gawat darurat (emergency)
yang tepat adalah sangat penting. Perlu ditetapkan lokasi penyimpanan obat
gawat darurat di tempat pelayanan dan obat gawat darurat yang harus disuplai ke
lokasi tersebut.
r) Untuk memastikan akses ke obat gawat darurat bilamana
diperlukan, disediakan prosedur untuk mencegah penyalahgunaan, pencurian, atau
kehilangan terhadap obat dimaksud. Prosedur ini memastikan bahwa obat diganti
bilamana digunakan, rusak, atau kedaluwarsa. Keseimbangan antara akses,
kesiapan, dan keamanan dari tempat penyimpanan obat gawat darurat perlu
dipenuhi.
s) Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan
instruksi pengobatan dengan obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan
untuk mencegah terjadinya kesalahan pelayanan obat (medication error), seperti obat tidak diberikan, duplikasi,
kesalahan dosis, atau interaksi obat.
t) Tujuan dilakukannya rekonsiliasi obat adalah:
(1) memastikan informasi yang akurat tentang obat yang
digunakan pasien;
(2) mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak
terdokumentasinya instruksi dokter; dan
(3) mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak
terbacanya instruksi dokter.
u) Tahap proses rekonsiliasi obat adalah sebagai berikut.
(1) Pengumpulan data. Tahap ini dilakukan dengan mencatat
data dan memverifikasi obat yang sedang dan akan digunakan pasien yang meliputi
nama obat, dosis, frekuensi, rute, obat mulai diberikan, obat diganti, obat
dilanjutkan, obat dihentikan, riwayat alergi pasien, serta efek samping obat
yang pernah terjadi. Khusus untuk data alergi dan efek samping obat, dicatat
tanggal kejadian, obat yang menyebabkan terjadinya reaksi alergi dan efek
samping, efek yang terjadi, dan tingkat keparahan. Data riwayat penggunaan obat
didapatkan dari pasien, keluarga pasien, daftar obat pasien, obat yang ada pada
pasien, dan rekam medis (medication chart).
Data obat yang dapat digunakan tidak lebih dari tiga bulan sebelumnya. Pada
semua obat yang digunakan oleh pasien, baik resep maupun obat bebas termasuk
herbal, harus dilakukan proses rekonsiliasi.
(2) Komparasi. Petugas kesehatan membandingkan data obat
yang pernah, sedang, dan akan digunakan. Ketidakcocokan (discrepancy) adalah bilamana ditemukan ketidakcocokan/perbedaan di
antara data-data tersebut. Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada obat yang
hilang, berbeda, ditambahkan, atau diganti tanpa ada penjelasan yang
didokumentasikan pada rekam medis pasien. Ketidakcocokan ini dapat bersifat
disengaja (intentional) oleh dokter
pada saat penulisan resep ataupun tidak disengaja (unintentional) ketika dokter tidak tahu adanya perbedaan pada saat
menuliskan resep.
(3) Apoteker melakukan konfirmasi kepada dokter jika
menemukan ketidaksesuaian dokumentasi. Bila ada ketidaksesuaian, dokter harus
dihubungi kurang dari 24 jam. Hal lain yang harus dilakukan oleh apoteker
adalah:
(a) menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut disengaja
atau tidak disengaja;
(b) mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan, atau pengganti;
dan
(c) memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu
dilakukannya rekonsilliasi obat.
(4) Komunikasi. Komunikasi dilakukan dengan pasien
dan/atau keluarga pasien atau perawat mengenai perubahan terapi yang terjadi.
Apoteker bertanggung jawab terhadap informasi obat yang diberikan.
2) Elemen Penilaian:
a)
Tersedia daftar formularium obat puskesmas (D).
b) Dilakukan
pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai oleh tenaga kefarmasian
sesuai dengan pedoman dan prosedur yang telah ditetapkan (R,D,O,W).
c)
Dilakukan rekonsiliasi obat dan pelayanan
farmasi klinik oleh tenaga kefarmasian sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan (R,D,O,W).
d) Dilakukan
kajian resep dan pemberian obat dengan benar pada setiap pelayanan pemberian
obat (R, D, O,W)
e)
Dilakukan edukasi kepada setiap pasien tentang
indikasi dan cara penggunaan obat (R,D,O,W).
f)
Obat gawat darurat tersedia pada unit yang
diperlukan dan dapat diakses untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat gawat
darurat, lalu dipantau dan diganti tepat waktu setelah digunakan atau jika
kedaluwarsa ( R, D, O, W).
g)
Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap
ketersediaan obat dan kesesuaian peresepan dengan formularium (D,W).
D. BAB
IV PROGRAM PRIORITAS NASIONAL (PPN)
Program Prioritas Nasional
dilaksanakan melalui integrasi pelayanan UKM dan UKP sesuai dengan prinsip
pencegahan lima tingkat (five level
prevention).
1. Standar 4.1 Pencegahan dan penurunan stunting.
Puskesmas melaksanakan pencegahan dan penurunan
stunting beserta pemantauan dan evaluasinya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
a. Kriteria 4.1.1
Pencegahan dan
penurunan stunting direncanakan,
dilaksanakan, dipantau, dan dievaluasi dengan melibatkan lintas program, lintas
sektor, dan pemberdayaan masyarakat.
1) Pokok
Pikiran:
a) Pencegahan dan penurunan stunting direncanakan, dilaksanakan, dipantau, dan dievaluasi
dengan melibatkan lintas program, lintas sektor, dan pemberdayaan masyarakat.
b) Upaya pencegahan dan penurunan stunting tidak dapat
dilakukan oleh sektor kesehatan saja, tetapi perlu dilakukan pemberdayaan
lintas sektor dan masyarakat melalui perbaikan pola makan, pola asuh, dan
sanitasi serta akses terhadap air bersih.
c) Upaya pencegahan dan penurunan stunting dilakukan
terintegrasi lintas program, antara lain, dalam pelayanan pemeriksaan
kehamilan, imunisasi, kegiatan promosi, dan konseling (menyusui dan gizi),
pemberian suplemen, dan kegiatan internvesi lainnya.
d) Integrasi lintas sektor dalam upaya pencegahan dan
penurunan stunting, antara lain, dilakukan melalui advokasi dan sosialisasi
kepada tokoh masyarakat, keluarga, masyarakat, serta sasaran program dan
intervensi lainnya.
e) Dalam pencegahan dan penurunan stunting, dilakukan
upaya promotif dan preventif untuk meningkatkan layanan dan cakupan intervensi
gizi sensitif (lintas sektor) dan intervensi gizi spesifik (lintas program)
sesuai dengan pedoman yang berlaku.
f) Intervensi gizi sensitif antara lain, meliputi
(1) perlindungan sosial;
(2) penguatan pertanian;
(3) perbaikan air dan sanitasi lingkungan;
(4) keluarga berencana;
(5) perkembangan anak usia dini;
(6) kesehatan mental ibu;
(7) perlindungan anak; dan
(8) pendidikan dalam kelas.
g) Intervensi gizi spesifik meliputi
(1) pemberian tablet tambah darah (TTD) pada remaja
puteri;
(2) pemberian tablet tambah darah (TTD) pada ibu hamil;
(3) pemberian makanan tambahan pada ibu hamil kurang
energi kronik (KEK);
(4) promosi/konseling pemberian makanan bayi dan anak
(IMD, ASI eksklusif, dan makanan
pendamping ASI yang tepat);
(5) pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita;
(6) tata laksana balita gizi buruk;
(7) pemberian vitamin A bayi dan balita;
(8) pemberian tambahan asupan gizi untuk balita gizi
kurang;
(9) penganekaragaman makanan;
(10) suplementasi/fortifikasi gizi mikro;
(11) manajemen dan pencegahan penyakit;
(12) intervensi gizi dalam kedaruratan; dan
(13) kampanye asupan protein hewani pada ibu hamil, ASI
eksklusif; dan MPASI kepada bayi dan balita.
h) Bentuk intervensi sensitif dan spesifik dalam
perjalanannya akan mengikuti perkembangan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
i) Penetapan indikator kinerja stunting terintegrasi
dengan penetapan indikator kinerja Puskesmas.
j) Pencegahan dan penurunan stunting harus dapat menjamin
terlaksananya pencatatan dan pelaporan yang akurat dan sesuai prosedur terutama
pengukuran panjang atau tinggi badan menurut umur (PB/U - TB/U) dan
perkembangan balita.
k) Pencatatan dan pelaporan pelayanan pencegahan dan
penurunan stunting, baik secara manual maupun elektronik, dilakukan secara
lengkap, akurat, tepat waktu, dan sesuai dengan prosedur. Pelaporan kepada kepala
puskesmas dan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota dan/atau pihak lainnya
mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaporan kepada kepala
puskesmas dapat dilakukan secara tertulis atau penyampaian secara langsung
melalui pertemuan-pertemuan seperti lokakarya mini bulanan, pertemuan tinjauan
manajemen, dan forum lainnya.
l) Puskesmas melakukan pengukuran terhadap indikator
kinerja yang telah ditetapkan dan disertai dengan analisis capaian. Analisis
capaian indikator dilakukan dengan metode analisis sesuai dengan pedoman dan
panduan yang berlaku, misal dengan merujuk pada metode analisis situasi yang
terdapat di dalam buku Pedoman Manajemen Puskesmas.
m)
Rencana program
pencegahan dan penurunan stunting disusun dengan mengutamakan upaya promotif
dan preventif berdasarkan hasil analisis masalah gizi di wilayah kerja
Puskesmas dengan pelibatan lintas program yang terintegrasi dengan RUK dan RPK
pelayanan UKM serta UKP, laboratorium, dan kefarmasian.
2) Elemen Penilaian:
a) Ditetapkan
indikator dan target kinerja stunting
dalam rangka mendukung program pencegahan dan penurunan, yang disertai capaian
dan analisisnya (R,D,W).
b) Ditetapkan
program pencegahan dan penurunan stunting
(R,W).
c) Dikoordinasikan
dan dilaksanakan kegiatan pencegahan dan penurunan stunting dalam bentuk intervensi gizi spesifik dan sensitif sesuai
dengan rencana yang disusun bersama lintas program dan lintas sektor sesuai
dengan kebijakan, prosedur, dan kerangka acuan yang telah ditetapkan (R,D,W).
d) Dilakukan
pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan program pencegahan
dan penurunan stunting (D,W).
e) Dilaksanakan
pencatatan dan dilakukan pelaporan kepada kepala puskesmas dan dinas kesehatan
daerah kabupaten/kota sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan (R,D,W).
2. Standar 4.2 Penurunan jumlah kematian ibu dan
jumlah kematian bayi.
Program penurunan jumlah kematian ibu dan jumlah
kematian bayi diselenggarakan dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan
menuju cakupan kesehatan semesta, terutama penguatan pelayanan kesehatan
primer, dengan mendorong upaya promotif dan preventif. Puskesmas memberikan
pelayanan kesehatan ibu hamil, pelayanan kesehatan persalinan, pelayanan
kesehatan masa sesudah melahirkan, serta pelayanan kesehatan bayi baru lahir
beserta pemantauan dan evaluasinya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
a. Kriteria 4.2.1
Puskesmas melaksanakan pelayanan kesehatan ibu hamil,
pelayanan kesehatan ibu bersalin, pelayanan kesehatan masa sesudah melahirkan,
dan pelayanan kesehatan bayi baru lahir.
1) Pokok Pikiran:
a) Pelayanan kesehatan ibu hamil adalah setiap
kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan sejak terjadinya masa konsepsi
hingga melahirkan.
b) Pelayanan kesehatan pada ibu hamil,
persalinan, masa sesudah melahirkan, dan bayi baru lahir dilakukan sesuai
dengan Standar dalam pedoman yang berlaku.
c)
Upaya
pelayanan kesehatan pada ibu hamil dilaksanakan secara terintegrasi dengan
lintas program dalam rangka penurunan stunting.
d) Pelayanan pada masa kehamilan
meliputi pelayanan sesuai dengan Standar kuantitas dan Standar kualitas.
(1) Standar kuantitas adalah kunjungan minimal enam kali selama periode
kehamilan (K6) dengan ketentuan:
(a) satu kali pada trimester pertama.
(b) dua kali pada trimester kedua.
(c) tiga kali pada trimester ketiga
(2) Standar Kualitas yaitu pelayanan antenatal yang memenuhi 10 T yang
meliputi:
(a) pengukuran berat badan dan tinggi
badan;
(b) pengukuran tekanan darah;
(c) pengukuran lingkar lengan atas
(lila);
(d) pengukuran tinggi puncak rahim
(fundus uteri);
(e) penentuan presentasi janin dan denyut
jantung janin (DJJ);
(f) pemberian imunisasi sesuai dengan
status imunisasi;
(g) pemberian tablet tambah darah minimal
90 tablet;
(h) tes laboratorium;
(i) tata laksana/penanganan kasus; dan
(j) temu wicara (konseling)
e)
Penetapan
indikator kinerja stunting terintegrasi dengan penetapan indikator kinerja
Puskesmas.
f)
Pelayanan
kesehatan ibu bersalin yang selanjutnya disebut persalinan adalah setiap
kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang ditujukan kepada ibu sejak
dimulainya persalinan hingga 6 jam sesudah melahirkan
g)
Adapun
Pelayanan pada masa persalinan sesuai Standar meliputi
(1) persalinan normal.
(2) persalinan dengan komplikasi
h) Standar persalinan normal adalah Asuhan Persalinan Normal (APN)
sesuai Standar, yaitu
(1) dilakukan di fasilitas kesehatan.
(2) tenaga penolong minimal 3 orang,
terdiri dari:
(a) dokter, bidan dan perawat; atau
(b) dokter dan 2 (dua) orang bidan.
i)
Standar persalinan dengan komplikasi mengacu
pada Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di FKTP dan FKRTL.
j)
Pelayanan
kesehatan masa sesudah melahirkan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian
yang dilakukan ditujukan kepada ibu selama nifas (6 jam sampai dengan 42 hari
sesudah melahirkan).
k) Pelayanan kesehatan masa sesudah
melahirkan dilakukan minimal empat kali, yaitu sebagai berikut.
(1) Pelayanan pertama dilakukan pada
waktu 6 - 48 jam setelah persalinan
(2) Pelayanan kedua dilakukan pada waktu
3 - 7 hari setelah persalinan
(3) Pelayanan ketiga dilakukan pada waktu
8 - 28 hari setelah persalinan
(4) Pelayanan keempat dilakukan pada
waktu 29 - 42 hari setelah persalinan.
Pelayanan dilakukan dengan ruang lingkup yang meliputi
(1) pemeriksaan dan tata laksana
menggunakan algoritme tata laksana masa nipas;
(2) identifikasi risiko dan komplikasi;
(3) penanganan risiko dan komplikasi;
(4) konseling; dan
(5) pencatatan pada buku kesehatan ibu dan
anak, kohort ibu dan kartu ibu/rekam medis;
l)
Pelayanan
kesehatan bayi baru lahir dilakukan melalui pelayanan kesehatan neonatal
esensial sesuai dengan Standar. Pelayanan kesehatan neonatal
esensial dilakukan ketika bayi berumur 0—28 hari.
m) Pelayanan bayi baru lahir meliputi
pelayanan sesuai dengan Standar kuantitas dan Standar kualitas.
(1) Pelayanan Standar kuantitas adalah kunjungan minimal
tiga kali selama periode neonatal dengan ketentuan sebagai berikut:
(a) Kunjungan Neonatal 1 (KN1) 6-48 jam
(b) Kunjungan Neonatal 2 (KN2) 3-7 hari
(c) Kunjungan Neonatal 3 (KN3) 8-28 hari
(2) Standar kualitas yang ditetapkan adalah sebagai berikut:
(a) Pelayanan Neonatal Esensial Saat
Lahir (0—6 jam).
Perawatan neonatal esensial saat lahir meliputi:
1. perawatan neontarus pada 30 detik
pertama;
2. penjagaan bayi tetap hangat;
3. pemotongan dan perawatan tali pusat;
4. inisiasi menyusu dini (IMD);
5. pemberian identitas;
6. injeksi vitamin K1;
7. pemberian salep/tetes mata
antibiotik;
8. pemeriksaan fisik bayi baru lahir;
9. penentuan usia gestasi;
10. pemberian imunisasi (injeksi vaksin
hepatitis B0);
11. pemantauan tanda bahaya; dan
12. perujukan pada kasus yang tidak dapat
ditangani dalam kondisi stabil dengan tepat waktu ke fasilitas kesehatan yang
lebih mampu.
(b) Pelayanan Neonatal Esensial Setelah
Lahir (6 jam - 28 hari).
Perawatan neonatal esensial setelah lahir meliputi:
1. penjagaan bayi tetap hangat;
2. konseling perawatan bayi baru lahir
dan ASI eksklusif;
3. pemeriksaan kesehatan dengan
menggunakan Standar manajemen terpadu balita sakit
(MTBS) dan buku KIA;
4. pemberian vitamin K1 bagi yang lahir
tidak di fasilitas kesehatan atau belum mendapatkan injeksi vitamin K1;
5. imunisasi hepatitis B injeksi untuk
bayi usia kurang dari 24 jam yang lahir tidak ditolong oleh tenaga kesehatan;
6. perawatan dengan metode kanguru bagi
bayi berat lahir rendah (BBLR); dan
7. penanganan dan rujukan kasus neonatal
komplikasi.
n) Puskesmas yang memberikan pelayanan
persalinan harus melakukan pelayanan dan penyediaan alat, obat, dan prasarana
pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir, termasuk Standar alat kegawatdaruratan maternal sesuai dengan kewenangannya berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
o) Untuk menjamin kesuksesan pelaksanaan
program penurunan jumlah kematian ibu dan jumlah kematian bayi, dilakukan upaya
promotif dan preventif dengan pelibatan lintas program dan lintas sektor serta
dengan pemberdayaan masyarakat. Bentuk keterlibatan dalam kegiatan ini bisa
berupa terbentuknya koordinasi dalam tim yang bertujuan untuk menurunkan jumlah
kematian ibu dan jumlah kematian bayi di tingkat kecamatan, yaitu dengan adanya
program Desa Siaga dengan pendekatan program perencanaan persalinan dan
pencegahan komplikasi (P4K), Suami Siaga, dan kegiatan pemberdayaan lainnya.
p) Puskesmas melakukan pengukuran
terhadap indikator kinerja yang telah ditetapkan dan dilakukan analisis
capaian. Analisis capaian indikator dilakukan dengan metode analisis sesuai
dengan pedoman/panduan yang berlaku, misal dengan merujuk pada metode analisis
situasi yang terdapat di dalam buku Pedoman Manajemen Puskesmas.
q) Pencatatan dan pelaporan terhadap
pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu pada masa sesudah melahirkan,
bayi baru lahir, dan bayi dilakukan secara manual ataupun elektronik dengan
lengkap, akurat, tepat waktu, dan sesuai dengan prosedur yang meliputi cakupan
program kesehatan keluarga, pencatatan kohort, pelaporan kematian ibu, bayi lahir
mati dan kematian neonatal, kematian bayi pascalahir (post-natal), serta
pengisian dan pemanfaatan buku KIA. Pelaporan kepada kepala puskesmas dan dinas
kesehatan daerah kabupaten/kota dan/atau pihak lainnya mengacu pada ketentuan
peraturan perundang-undangan. Pelaporan kepada kepala puskesmas dapat dilakukan
secara tertulis atau penyampaian secara langsung melalui pertemuan-pertemuan
seperti lokakarya mini bulanan, pertemuan tinjauan manajemen, dan forum
lainnya.
r)
Rencana
program penurunan jumlah kematian ibu dan jumlah kematian bayi disusun dengan
mengutamakan upaya promotif dan preventif berdasarkan hasil analisis masalah
kematian ibu dan kematian bayi di wilayah kerja Puskesmas dengan melibatkan
lintas program yang terintegrasi dengan RUK dan RPK pelayanan UKM serta UKP,
laboratorium, dan kefarmasian.
2) Elemen Penilaian:
a) Ditetapkannya
indikator dan target kinerja dalam rangka penurunan jumlah kematian ibu dan
jumlah kematian bayi yang disertai capaian dan analisisnya (R,D,W).
b) Ditetapkan
program penurunan jumlah kematian ibu dan jumlah kematian bayi (R,W).
c) Tersedia
alat, obat, bahan habis pakai dan prasarana pendukung pelayanan kesehatan ibu
dan bayi baru lahir termasuk Standar alat kegawatdaruratan maternal dan
neonatal sesuai dengan Standar dan dikelola sesuai dengan prosedur
(R,D,O,W).
d) Dilakukan
pelayanan kesehatan pada masa hamil, masa persalinan, masa sesudah melahirkan,
dan pada bayi baru lahir sesuai dengan prosedur yang ditetapkan; ditetapkan
kewajiban penggunaan partograf pada
saat pertolongan persalinan dan upaya stabilisasi prarujukan pada kasus
komplikasi, termasuk pelayanan pada Puskesmas mampu PONED, sesuai dengan
kebijakan, pedoman/panduan, prosedur, dan kerangka acuan yang telah ditetapkan (R,D,W).
e) Dikoordinasikan
dan dilaksanakan program penurunan jumlah kematian ibu dan jumlah kematian bayi
sesuai dengan regulasi dan rencana kegiatan yang disusun bersama lintas program
dan lintas sektor (R,D,W).
f) Dilakukan
pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan program penurunan
jumlah kematian ibu dan jumlah kematian bayi termasuk pelayanan kesehatan pada
masa hamil, persalinan dan pada bayi baru lahir di Puskesmas (D,W).
g) Dilaksanakan
pencatatan, lalu dilakukan pelaporan kepada kepala puskesmas dan dinas
kesehatan daerah kabupaten/kota sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan (R,D,W).
3. Standar 4.3 Peningkatan
cakupan dan mutu imunisasi.
Peningkatan cakupan dan mutu imunisasi diselenggarakan
dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta,
terutama penguatan pelayanan kesehatan primer, dengan mendorong upaya promotif
dan preventif.
Puskesmas melaksanakan program imunisasi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
a. Kriteria 4.3.1
Program imunisasi direncanakan, dilaksanakan,
dipantau, dan dievaluasi dalam upaya peningkatan capaian cakupan dan mutu
imunisasi.
1) Pokok Pikiran:
a) Sebagai upaya untuk melindungi
masyarakat dari penyakit menular yang dapat dicegah melalui imunisasi,
Puskesmas wajib melaksanakan kegiatan imunisasi sebagai bagian dari program
prioritas nasional.
b) Penetapan indikator kinerja imunisasi
terintegrasi dengan penetapan indikator kinerja Puskesmas.
c) Pelaksanaan program imunisasi di
Puskesmas perlu direncanakan, dilaksanakan, dipantau, dan dievaluasi agar dapat
mencapai cakupan imunisasi secara optimal.
d) Perencanaan yang terperinci (micro
planning) meliputi pemetaan wilayah, identifikasi dan penentuan jumlah sasaran,
kebutuhan SDM, penentuan kebutuhan, jadwal pelaksanaan imunisasi, serta jadwal
dan mekanisme distribusi logistik, dan biaya operasional disusun untuk
memastikan pelaksanaan program imunisasi berjalan dengan baik. Perencanaan yang
terperinci disusun dengan melibatkan lintas program terkait.
e) Tindak lanjut perbaikan program
imunisasi berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi dilaksanakan meliputi upaya
promotif dan preventif dalam rangka penjangkauan sasaran dan peningkatan
cakupan imunisasi melalui:
(1) kegiatan sweeping, drop out follow up
(DOFU), kegiatan SOS (sustainable
outreach services) untuk daerah geografis sulit, defaulter tracking, backlog
fighting, crash program, dan catch up
campaign;
(2) upaya peningkatan kualitas imunisasi
melalui pengelolaan vaksin yang sesuai dengan prosedur, pemberian imunisasi
yang aman dan sesuai dengan prosedur, kegiatan validasi data sasaran, penilaian
mandiri atas kualitas data (data quality
self assessment/DQS), dan penilaian kenyamanan cepat (rapid convenience assessment/RCA) untuk melakukan validasi terhadap
hasil cakupan imunisasi dan supervisi berkala; serta
(3) upaya penggerakan masyarakat dengan
kegiatan penyuluhan sosialisasi melalui berbagai media komunikasi, peningkatan
keterlibatan lintas program dan lintas sektor terkait, dan pembentukan forum
komunikasi masyarakat peduli imunisasi.
f) Puskesmas melakukan pengelolaan
rantai dingin vaksin (cold chain vaccines)
sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
g) Puskesmas melakukan pengukuran
terhadap indikator kinerja yang telah ditetapkan dan disertai dengan analisis
capaian. Analisis capaian indikator dilakukan dengan metode analisis sesuai
dengan pedoman/panduan yang berlaku, misal dengan merujuk pada metode analisis situasi
yang terdapat di dalam buku Pedoman
Manajemen Puskesmas.
h) Pencatatan dan pelaporan pelayanan
imunisasi, baik secara manual maupun elektronik, dilakukan secara lengkap,
akurat, tepat waktu, dan sesuai dengan prosedur dengan format laporan yang
telah ditetapkan yang meliputi cakupan indikator kinerja imunisasi, stok dan
pemakaian vaksin dan logistik lainnya, serta kondisi peralatan rantai vaksin
dan KIPI. Pelaporan kepada kepala puskesmas dan dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota dan/atau pihak lainnya mengacu pada ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pelaporan kepada kepala puskesmas dapat dilakukan secara
tertulis atau penyampaian secara langsung melalui pertemuan-pertemuan seperti
lokakarya mini bulanan, pertemuan tinjauan manajemen, dan forum lainnya.
i) Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan
secara berkala, berkesinambungan, dan berjenjang, kemudian dilakukan analisis
serta dibuat rencana tindak lanjut perbaikan program imunisasi.
j) Rencana program peningkatan dan
cakupan mutu imunisasi disusun dengan mengutamakan upaya promotif dan preventif
berdasarkan hasil analisis masalah imunisasi di wilayah kerja Puskesmas dengan
pelibatan lintas program yang terintegrasi dengan RUK dan RPK pelayanan UKM
serta UKP, laboratorium, dan kefarmasian.
2) Elemen Penilaian:
a) Ditetapkan
indikator dan target kinerja program imunisasi yang disertai capaian dan
analisisnya (R,D,W).
b) Ditetapkan
program imunisasi (R,W).
c) Tersedia
vaksin dan logistik sesuai dengan kebutuhan program imunisasi (R,D,O,W).
d) Dilakukan
pengelolaan vaksin untuk memastikan rantai vaksin dikelola sesuai dengan
prosedur (R,D,O,W).
e) Kegiatan
peningkatan cakupan dan mutu imunisasi dikoordinasikan dan dilaksanakan sesuai
dengan rencana dan prosedur yang telah ditetapkan bersama secara lintas program
dan lintas sektor sesuai dengan kebijakan, pedoman/panduan, prosedur dan
kerangka acuan yang telah ditetapkan (R,D,W).
f) Dilakukan
pemantauan dan evaluasi serta tindak lanjut upaya perbaikan program imunisasi (D,W).
g) Dilaksanakan
pencatatan dan dilakukan pelaporan kepada kepala puskesmas dan dinas kesehatan
daerah kabupaten/kota sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan (R,D,W).
4. Standar 4.4 Program penanggulangan
tuberkulosis.
Program Penanggulangan Tuberkulosis (TBC)
diselenggarakan dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan menuju cakupan
kesehatan semesta, terutama penguatan pelayanan kesehatan primer dengan
mendorong upaya promotif dan preventif.
Puskesmas memberikan pelayanan kepada pengguna layanan
TBC mulai dari penemuan kasus TBC pada orang yang terduga TBC, penegakan
diagnosis, penetapan klasifikasi dan tipe pengguna layanan TBC, serta tata
laksana kasus yang terdiri atas pengobatan pengguna layanan beserta pemantauan
dan evaluasinya untuk memutus mata rantai penularan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
a. Kriteria 4.4.1
Puskesmas melaksanakan pelayanan kepada pasien TBC
mulai dari penemuan kasus TBC pada orang yang terduga TBC, penegakan diagnosis,
penetapan klasifikasi dan tipe pengguna layanan TBC, serta tata laksana kasus
yang terdiri atas pengobatan pasien beserta pemantauan dan evaluasinya.
1) Pokok Pikiran:
a) Penanggulangan tuberkulosis adalah
segala upaya kesehatan yang mengutamakan aspek promotif dan preventif tanpa
mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitatif yang ditujukan untuk melindungi
kesehatan masyarakat, menurunkan angka kesakitan, kecacatan, atau kematian,
memutuskan penularan, mencegah resistensi obat, dan mengurangi dampak negatif
yang ditimbulkan akibat tuberkulosis.
b) Tuberkulosis merupakan permasalahan
penyakit menular baik global maupun nasional. Upaya untuk penanggulangan
penularan tuberkulosis merupakan salah satu program prioritas nasional di
bidang kesehatan
c) Program penanggulangan tuberkulosis
direncanakan, dilaksanakan, dipantau, dan ditindak lanjuti dalam upaya
mengeliminasi tuberkulosis.
d) Penetapan indikator kinerja TBC
terintegrasi dengan penetapan indikator kinerja Puskesmas
e) Pelayanan pasien TBC dilaksanakan
melalui:
(1) pelayanan kasus TBC Sensitif Obat
(SO) yang terdiri atas
(a) penemuan kasus TBC secara aktif dan
pasif;
(b) diagnosis dilakukan sesuai Standar dengan pemeriksaan tes cepat molekuler, mikroskopis, dan
biakan;
(c) pengobatan TBC sesuai Standar; dan
(d) pemantauan pasien TBC dilakukan
melalui pemeriksaan mikroskopis pada akhir bulan ke-2, akhir bulan ke-5, dan
pada akhir pengobatan.
(2) pelayanan kasus TBC Resisten Obat
(RO) dilakukan dengan:
(a) penemuan kasus TBC secara aktif dan
pasif;
(b) kemampuan Puskesmas dalam melakukan
penjaringan kasus TBC RO dan merujuk terduga untuk melakukan diagnosis jika
diperlukan
(c) kemampuan Puskesmas dalam melanjutkan
pengobatan pasien TBC RO; dan
(d) kemampuan Puskesmas dalam melakukan
rujukan pemeriksaan laboratorium dan tindak lanjut (follow up) bagi pengguna
layanan TBC RO.
(3) pemberian pengobatan pencegahan TBC
pada anak dan ODHA;
(4) pemberian edukasi tentang penularan,
pencegahan penyakit TB, dan etika batuk kepada pasien dan keluarga;
(5) pemberian layanan oleh Puskesmas
dalam pengawasan menelan obat (PMO) bagi pasien TBC SO dan TBC RO;
(6) kewajiban melaporkan kasus TBC kepada
pengelola Program Nasional Penanggulangan TBC;
(7) pengikutsertaan dalam pemantapan mutu
laboratorium mikroskopis TBC sesuai dengan ketentuan program TBC; dan
(8) penguatan peran lintas program,
lintas sektor, dan komunitas dalam penerapan pembauran negeri dan swasta (public private mix/PPM), pelibatan
organisasi profesi, asosiasi fasyankes, BPJS, dan lain-lain.
f) Upaya promotif dan preventif
dilakukan dalam rangka penanggulangan program TB sesuai dengan pedoman yang
telah ditetapkan.
g) Program pengendalian tuberkulosis
perlu disusun dan dikoordinasikan, baik dalam upaya preventif maupun upaya
kuratif di Puskesmas, melalui strategi atau strategi pengawasan langsung
pengobatan jangka pendek atau DOTS (directly observed treatment shortcourse).
Untuk menjalankan strategi ini, Puskesmas membentuk tim DOTS.
h) Untuk tercapainya target Program
Penanggulangan TBC Nasional, pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota
harus menetapkan target indikator kinerja penanggulangan TBC tingkat daerah
berdasarkan target nasional dan memperhatikan strategi nasional yang
selanjutnya dijadikan dasar bagi Puskesmas dalam menetapkan sasaran serta
indikator kinerja yang dipantau setiap tahunnya.
i) Puskesmas melakukan pengukuran
terhadap indikator kinerja yang telah ditetapkan dan disertai dengan analisis capaian.
Analisis capaian indikator dilakukan dengan metode analisis sesuai dengan
pedoman/panduan yang berlaku, misal dengan merujuk pada metode analisis situasi
yang terdapat di dalam buku Pedoman Manajemen Puskesmas.
j) Rencana program penanggulangan tuberkulosis
disusun dengan mengutamakan upaya promotif dan preventif berdasarkan hasil
analisis masalah pengendalian tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas dengan
pelibatan lintas program yang terintegrasi dengan RUK dan RPK pelayanan UKM
serta UKP, laboratorium, dan kefarmasian.
k) Pencatatan dan pelaporan pelayanan
penanggulangan tuberkulosis, baik secara manual maupun elektronik, dilakukan
secara lengkap, akurat, tepat waktu, dan sesuai dengan prosedur. Pelaporan
kepada kepala puskesmas dan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota dan/atau
pihak lainnya mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaporan
kepada kepala puskesmas dapat dilakukan secara tertulis atau penyampaian secara
langsung melalui pertemuan-pertemuan seperti lokakarya mini bulanan, pertemuan
tinjauan manajemen, dan forum lainnya.
2) Elemen Penilaian:
a) Ditetapkan
indikator dan target kinerja penanggulangan tuberkulosis yang disertai capaian
dan analisisny. (R,D,W).
b) Ditetapkan
rencana program penanggulangan tuberkulosis (R).
c) Ditetapkan
tim TB DOTS di Puskesmas yang terdiri dari dokter, perawat, analis laboratorium
dan petugas pencatatan pelaporan terlatih (R).
d) Tersedia
logistik, baik OAT maupun non-OAT, sesuai dengan kebutuhan program serta
dikelola sesuai dengan prosedur (R,D,O,W).
e) Dilakukan
tata laksana kasus tuberkulosis mulai dari diagnosis, pengobatan, pemantauan,
evaluasi, dan tindak lanjut sesuai dengan kebijakan, pedoman/panduan, dan
prosedur yang telah ditetapkan ( R, D, O, W).
f) Dikoordinasikan
dan dilaksanakan program penanggulangan tuberkulosis sesuai dengan rencana yang
disusun bersama secara lintas program dan lintas sektor (R,D,W).
g) Dilakukan
pemantauan dan evaluasi serta tindak lanjut upaya perbaikan program
penanggulangan tuberculosis (D,W).
h) Dilaksanakan
pencatatan dan dilakukan pelaporan kepada kepala puskesmas, dinas kesehatan
daerah kabupaten/kota sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan (R, D,W).
5. Standar 4.5 Pengendalian penyakit tidak menular
dan faktor risikonya.
Pengendalian penyakit tidak menular dan faktor risikonya
diselenggarakan dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan menuju cakupan
kesehatan semesta, terutama penguatan pelayanan kesehatan primer dengan mendorong upaya promotif dan
preventif. Puskesmas melaksanakan pengendalian penyakit tidak menular utama
yang meliputi hipertensi, diabetes melitus, kanker payudara dan leher rahim,
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK), serta Program Rujuk Balik (PRB) penyakit
tidak menular (PTM) dan penyakit katastropik lainnya sesuai dengan kompetensi
di tingkat primer, juga penanganan faktor risiko PTM melalui pelayanan terpadu
penyakit tidak menular (Pandu PTM) sesuai dengan algoritma Pandu.
a. Kriteria 4.5.1
Program pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular serta faktor
risikonya direncanakan, dilaksanakan, dipantau, dan ditindaklanjuti.
1) Pokok Pikiran:
a) Peningkatan faktor risiko dan penyakit tidak menular
tidak hanya berdampak pada terjadinya peningkatan angka morbiditas, mortalitas,
dan disablilitas, tetapi juga berdampak kehilangan produktivitas yang berdampak
pada beban ekonomi baik tingkat individu, keluarga, dan masyarakat.
b) Upaya pengendalian penyakit tidak menular dilakukan
melalui berbagai kegiatan promotif dan preventif tanpa mengesampingkan tindakan
kuratif dan rehabilitatif.
c) Deteksi dini atau skrining perlu dilakukan untuk
mencegah terjadinya peningkatan kasus PTM.
d) Dalam upaya pengendalian faktor risiko penyakit tidak
menular, seperti pola makan tidak sehat, kurang aktivitas fisik, merokok, dan
faktor risiko yang lain, dilakukan secara terintegrasi melalui pendekatan
keluarga dengan PIS- PK dan gerakan masyarakat.
e) Kegiatan promotif dan preventif dilakukan melalui upaya
sebagai berikut:
(1) Promotif
Upaya ini dilakukan dengan memberikan informasi dan edukasi seluas-
luasnya kepada masyarakat agar tumbuh kesadaran untuk ikut bertanggung jawab
terhadap kesehatan diri dan lingkungannya, antara lain, dengan:
(a) melaksanakan promosi kesehatan/KIE tentang pencegahan
dan pengendalian penyakit tidak menular kepada masyarakat minimal sebulan
sekali, antara lain, pola konsumsi makanan sehat dan gizi seimbang, pencegahan
obesitas, penghentian kebiasaan merokok, aktivitas fisik, faktor risiko kanker
leher rahim dan kanker payudara, faktor risiko PTM lainnya, pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi dan materi PTM lainnya; dan
(b) menyediakan media KIE PTM dalam bentuk cetakan, tautan
yang bisa diunduh, atau dalam bentuk media lainnya.
(2) Preventif
(a) Penyelenggaraan UKBM melalui Pos Pembinaan Terpadu
(Posbindu) PTM
1. Penyelenggaraan UKBM melalui posbindu PTM dilakukan
secara berkala dan teratur serta sesuai dengan jumlah sasaran dalam melakukan
deteksi dini faktor risiko PTM yang dilakukan oleh kader posbindu terlatih.
(a) Ukur Berat Badan (BB);
(b) Ukur Tinggi Badan (TB);
(c) Ukur Tekanan Darah (TD);
(d) Gula Darah Sewaktu (GDs);
(e) Indeks Masa Tubuh (IMT) dan Lingkar Perut (LP); dan
(f) Pemeriksaan tajam penglihatan (Etumbling atau hitung jari) dan tajam pendengaran menggunakan tes
berbisik modifikasi;
(g) Penapisan PPOK dengan kuesioner PUMA (Prevalence StUdy and Regular Practice,
Diagnosis and TreatMent, Among General Practitioners in Populations at Risk of
COPD in Latin America). Instrumen PUMA digunakan untuk mendeteksi PPOK
menggunakan tujuh kuesioner dengan nilai jika lebih dari tujuh, pasien
diarahkan melanjutkan pemeriksaan dengan spiro untuk penegakan diagnosisnya.
Dilakukan di FKTP dan posbindu oleh kader atau nakes;
(h) Pemberian edukasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan.
2. Tahapan kegiatan posyandu terdiri atas lima tahap,
yaitu
(a) pendaftaran peserta;
(b) wawancaran FR;
(c) pengukuran FR yang terdiri atas pengukuran berat
badan, pengukuran tinggi badan, pengukuran lingkar perut, penghitungan IMT,
wawancara PUMA, serta pemeriksaan tajam penglihatan dan tajam pendengaran;
(d) pemeriksaan FR PTM yang terdiri atas pengukuran
tekanan darah dan pemeriksaan kadar gula darah; dan
(e) identifikasi FR PTM, edukasi, dan tindak lanjut dini.
3. Pelaksanaan pemeliharaan sarana pendukung posbindu PTM
dilakukan dengan kalibrasi terhadap alat ukur digital.
(b) Penyelenggaraan layanan konseling upaya berhenti
merokok (UBM) melalui tenaga terlatih.
(c) Pembuatan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di lingkungan
Puskesmas melalui kerja sama dengan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota dan
instansi terkait untuk mendorong dan mengawasi penerapatan KTR di tujuh tatanan
(fasyankes, sekolah, tempat kerja, tempat ibadah, angkutan umum, tempat bermain
anak, dan tempat umum lainnya yang ditetapkan).
(d) Preventif di FKTP dilakukan melalui deteksi dini
kanker payudara dan kanker leher rahim dengan pemeriksaan payudara klinis
(SADANIS) dan inspeksi visual asam asetat (IVA) pada perempuan usia 30—50 tahun
yang sudah pernah melakukan kontak seksual.
f) Kegiatan kuratif dan rehabilitatif dilakukan, antara
lain, melalui upaya
(1) menguatkan akses pelayanan terpadu PTM di Puskesmas
dengan menguatkan keterampilan petugas kesehatan dalam penanganan PTM dan
faktor risiko PTM sesuai dengan wewenang dan kompetensi di FKTP;
(2) menguatkan sistem rujukan dari UKBM ke FKTP;
(3) menindaklanjuti Program Rujuk Balik (PRB) PTM;
(4) menindaklanjuti pelayanan paliatif berbasis komunitas
sesuai dengan Standar; dan
(5) menyelenggarakan pelayanan sesuai dengan panduan
praktik klinis bagi dokter di Puskesmas dan algoritma penyakit PTM, antara lain,
pelayanan hipertensi, DM, serta deteksi dini kanker leher rahim dan kanker
payudara.
g) Penyelenggaraan PTM oleh Puskesmas dilakukan melalui
kegiatan:
(1) memanfaatkan charta
obesitas di Puskesmas dan di luar Puskesmas;
(2) melakukan pembinaan kepada posbindu PTM minimal dua
kali per tahun;
(3) menyediakan charta
prediksi faktor risiko PTM bagi Puskesmas yang sudah melaksanakan Pandu PTM;
dan
(4) menguatkan keterampilan penanganan kasus PTM, terutama
pada dokter dan tenaga kesehatan, yang dilakukan untuk mencegah terjadinya
komplikasi dengan pelatihan/ lokakarya/ peningkatan kemampuan teknis penanganan
kasus PTM.
h) Penetapan indikator kinerja stunting terintegrasi dengan penetapan indikator kinerja Puskesmas.
i) Puskesmas melakukan pengukuran dan analisis terhadap
indikator kinerja yang telah ditetapkan. Analisis capaian indikator dilakukan
dengan metode analisis sesuai dengan pedoman dan panduan yang berlaku, misal
dengan merujuk pada metode analisis situasi yang terdapat di dalam buku Pedoman Manajemen Puskesmas.
j) Pencatatan dan pelaporan pelayanan pengendalian
penyakit tidak menular dan faktor risikonya, baik secara manual maupun
elektronik, dilakukan secara lengkap, akurat, tepat waktu, dan sesuai dengan
prosedur. Pelaporan kepada kepala puskesmas dan dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota dan/atau pihak lainnya mengacu pada ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pelaporan kepada kepala puskesmas dapat dilakukan secara
tertulis atau penyampaian secara langsung melalui pertemuanpertemuan seperti
lokakarya mini bulanan, pertemuan tinjauan manajemen, dan forum lainnya.
k) Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut
dilakukan secara terintegrasi lintas program dan lintas sektor.
l) Rencana program penanggulangan penyakit tidak menular
dan faktor risikonya disusun dengan mengutamakan upaya promotif dan preventif
berdasarkan hasil analisis masalah penyakit tidak menular di wilayah kerja
Puskesmas dengan pelibatan lintas program yang terintegrasi dengan RUK dan RPK
pelayanan UKM serta UKP, laboratorium, dan kefarmasian.
2) Elemen Penilaian:
a) Ditetapkan
indikator kinerja pengendalian penyakit tidak menular yang disertai capaian dan
analisisnya (R,D,W).
b) Ditetapkan
program pengendalian Penyakit Tidak Menular termasuk rencana peningkatan
kapasitas tenaga terkait P2PTM (R,W).
c) Kegiatan
pengendalian penyakit tidak menular dikoordinasikan dan dilaksanakan sesuai
dengan rencana yang telah disusun bersama Lintas program dan Lintas Sektor
sesuai dengan kebijakan, pedoman/panduan, prosedur dan kerangka acuan yang
telah ditetapkan (R,D,W).
d) Diselenggarakan
tahapan kegiatan dan pemeriksaan PTM di Posbindu sesuai dengan ketentuan yang
berlaku (R,D,O,W).
e) Dilakukan
tata laksana Penyakit Tidak Menular secara terpadu mulai dari diagnosis,
pengobatan, pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut sesuai dengan panduan
praktik klinis dan algoritma pelayanan PTM oleh tenaga kesehatan yang
berkompeten ( D, O, W).
f) Dilakukan
pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan program
pengendalian penyakit tidak menular (D,W).
g) Dilaksanakan
pencatatan, dan dilakukan pelaporan kepada kepala puskesmas dan dinas kesehatan
daerah kabupaten/kota sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan (R,D,W).
E. BAB
V PENINGKATAN MUTU PUSKESMAS (PMP)
1. Standar 5.1 Peningkatan mutu berkesinambungan.
Peningkatan mutu dilakukan melalui upaya berkesinambungan terdiri atas
upaya peningkatan mutu, upaya keselamatan pasien, upaya manajemen risiko, dan
upaya pencegahan dan pengendalian infeksi untuk meningkatkan mutu pelayanan dan
meminimalkan risiko bagi pasien, keluarga, masyarakat, petugas, dan lingkungan.
a. Kriteria 5.1.1
Kepala Puskesmas menetapkan penanggungjawab mutu, tim mutu dan program
peningkatan mutu Puskesmas.
1) Pokok Pikiran:
a) Penyelenggaraan pelayanan, baik pelayanan manajemen,
pelayanan upaya kesehatan masyarakat, maupun upaya kesehatan perseorangan,
harus dapat menjamin mutu dan keselamatan pasien, keluarga, masyarakat, dan
lingkungan.
b) Agar upaya peningkatan mutu di Puskesmas dapat
dikelola dengan baik dan konsisten dengan visi, misi, tujuan dan tata nilai,
ditetapkan Penanggung Jawab Mutu, yang dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh
Tim Mutu Puskesmas, terdiri atas para koordinator, seperti koordinator
keselamatan pasien (KP), Pengendalian Penyakit Infeksi (PPI), Manajemen Risiko
(MR), Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), dan seterusnya, sesuai dengan yang
diuraikan di dalam buku Pedoman TKM di
Puskesmas.
c) Penunjukan dan persyaratan kompetensi Penanggungjawab
Mutu ditentukan oleh Kepala Puskesmas. Persyaratan kompetensi tersebut antara
lain, adalah
(a) berpendidikan minimal D-3 Kesehatan,
(b) memiliki komitmen terhadap peningkatan mutu dan
keselamatan pasien, manajemen risiko, dan PPI,
(c) mempunyai pengalaman kerja di Puskesmas minimal 2
tahun,
(D) dan pernah mengikuti lokakarya (workshop) tentang Tata Kelola Mutu, Keselamatan pasien, dan PPI.
d) Anggota tim mutu atau petugas yang bertanggung jawab
terkait, mempunyai tugas untuk (a) menyusun program, (b) melakukan fasilitasi,
koordinasi, pemantauan, (c) dan membudayakan kegiatan peningkatan mutu,
keselamatan pasien, manajemen risiko, dan pencegahan dan pengendalian infeksi.
Anggota tim atau petugas yang bertanggung jawab tersebut juga harus menjamin
pelaksanaan kegiatan dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan.
e) Kebijakan, pedoman/panduan, prosedur terkait program
peningkatan mutu Puskesmas dijadikan sebagai acuan bagi Kepala Puskesmas,
Penanggung Jawab Upaya Pelayanan Puskesmas dan Koordinator, serta pelaksana
kegiatan Puskesmas, dalam pelaksanaan: (a) peningkatan mutu, (b) keselamatan
pasien, (c) manajemen risiko, (D)
dan pencegahan dan pengendalian infeksi.
f) Program peningkatan mutu yang dibuat harus mencakup
minimal tujuan, target, pembagian tanggung jawab yang jelas serta kegiatan yang
akan dilakukan. Program peningkatan mutu perlu diperbaharui secara berkala, dan
dikomunikasikan kepada lintas program dan lintas sektor terkait.
g) Kepala Puskesmas perlu memfasilitasi, mengalokasikan,
dan menyediakan sumber daya yang dibutuhkan untuk program peningkatan mutu
sesuai dengan kebutuhan dan sumber daya yang ada di Puskesmas.
h) Program peningkatan mutu disusun secara kolaboratif
bersama para koordinator mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
pengendalian, sampai dengan penilaian dan tindak lanjut.
i) Program peningkatan mutu disusun dengan memperhatikan
antara lain: pencapaian indikator mutu, perkembangan kebutuhan dan harapan
masyarakat, ketentuan perundang-undangan, perkembangan teknologi dan kebijakan
yang berlaku dalam rangka upaya peningkatan mutu berkesinambungan.
j) Perencanaan, pelaksanaan dan capaian pelayanan program
peningkatan mutu didokumentasikan, disosialisasikan, dan dikomunikasikan kepada
semua petugas kesehatan yang memberikan pelayanan.
2) Elemen Penilaian:
a) Kepala Puskesmas membentuk tim mutu
sesuai dengan persyaratan dilengkapi dengan uraian tugas, dan menetapkan
program peningkatan mutu (R,W).
b) Puskesmas bersama tim mutu
mengimplementasikan dan mengevaluasi program peningkatan mutu (D,W).
c) Tim Mutu menyusun program peningkatan
mutu dan melakukan tindak lanjut upaya peningkatan mutu secara berkesinambungan
(D,W).
d) Program peningkatan mutu
dikomunikasikan kepada lintas program dan lintas sektor, serta dilaporkan
secara berkala kepada kepala Puskesmas dan dinas kesehatan daerah
kabupaten/kota sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan (D,W).
b. Kriteria 5.1.2
Kepala Puskesmas dan tim atau petugas yang diberi tanggung
jawab untuk peningkatan mutu dan keselamatan pasien berkomitmen untuk
membudayakan peningkatan mutu secara berkesinambungan melalui pengelolaan
indikator mutu.
1) Pokok Pikiran:
a) Kepala Puskesmas bertanggung jawab
untuk menetapkan prioritas program yang perlu diperbaiki, dengan
mempertimbangkan proses yang berimplikasi risiko tinggi (high risk), melibatkan populasi dalam volume besar (high volume), membutuhkan biaya besar
bila tidak dikelola dengan baik (high
cost), capaian kinerja rendah (bad
performance), atau cenderung menimbulkan masalah (problem prone).
b) Keberhasilan peningkatan mutu dapat
diukur melalui pengukuran indikator mutu.
c) Puskesmas melakukan pengukuran
indikator mutu yang terdiri atas:
(1) Indikator Nasional Mutu (INM)
Indikator ini merupakan indikator
yang wajib diukur dan dilaporkan oleh seluruh Puskesmas.
(2) Indikator Mutu Prioritas Puskesmas
(IMPP)
Indikator ini dirumuskan berdasarkan
prioritas masalah kesehatan di wilayah kerja Puskesmas yang upaya perbaikannya
harus didukung oleh KMP, UKM serta UKP, laboratorium, dan kefarmasian.
Contoh:
Masalah tingkat Puskesmas yang ditetapkan sesuai
dengan permasalahan kesehatan di wilayah kerja adalah tingginya prevalensi
tuberkulosis maka dilakukan upaya perbaikan pada kegiatan UKP yang terkait
dengan penyediaan pelayanan klinis untuk mengatasi masalah tuberkulosis, dilakukan
upaya perbaikan kinerja pelayanan UKM untuk menurunkan prevalensi tuberkulosis,
dan diperlukan dukungan manajemen untuk mengatasi masalah tuberkulosis.
(3) Indikator Mutu Prioritas Pelayanan
(IMPEL) Indikator ini dirumuskan berdasarkan prioritas masalah kesehatan di
unit masing-masing pelayanan.
d) Puskesmas melakukan peningkatan
pengetahuan dan keterampilan melalui pelatihan, lokakarya, kaji banding,
pelatihan kerja (on the job training), atau pelatihan griyaan (in house training) tentang program
peningkatan mutu.
e) Indikator mutu yang sudah tercapai
selama tahun berjalan dapat diganti dengan indikator mutu yang baru. Indikator
mutu yang belum mencapai target dapat tetap menjadi prioritas untuk tahun
berikutnya.
2) Elemen Penilaian:
a) Terdapat
kebijakan tentang indikator mutu Puskesmas yang dilengkapi dengan profil
indikator (R).
b) Dilakukan
pengukuran indikator mutu sesuai profil indikator (D,W).
c)
Dilakukan evaluasi terhadap upaya peningkatan
mutu Puskesmas berdasarkan tindak lanjut dari rencana perbaikkan (D,W).
c. Kriteria 5.1.3
Dilakukan validasi dan analisis hasil pengumpulan data indikator mutu
sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk peningkatan mutu
Puskesmas dan kinerja.
1) Pokok Pikiran:
a) Manfaat dan keberhasilan program peningkatan mutu
hanya bisa ditunjukkan jika didukung oleh ketersediaan data yang sahih. Oleh
sebab itu, sangat penting untuk melakukan pengukuran yang sahih terhadap
indikator yang ditetapkan.
b) Untuk menjamin bahwa data dari setiap indikator mutu
yang dikumpulkan sahih dan dapat dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan dalam
peningkatan mutu dan menyampaikan informasi tentang mutu pelayanan Puskesmas
kepada masyarakat, perlu dilakukan validasi data.
c) Validasi data dilakukan ketika:
(1) ada indikator baru yang digunakan;
(2) data akan ditampilkan kepada masyarakat melalui media
informasi yang telah ditetapkan oleh Puskesmas;
(3) ada perubahan profil indikator, misalnya perubahan
alat pengumpulan data, perubahan numerator
atau denominator, perubahan metode pengumpulan, perubahan sumber data,
perubahan subjek pengumpulan data, dan perubahan definisi operasional dari
indikator;
(4) ada perubahan data pengukuran yang tidak diketahui
sebabnya; dan
(5) sumber data berubah, misalnya jika ada bagian dari
catatan pasien yang diubah ke format elektronik sehingga sumber datanya menjadi
elektronik dan kertas; atau subjek pengumpulan data berubah, misalnya perubahan
dalam umur pasien rata-rata, penerapan pedoman praktik baru, atau pemakaian
teknologi dan metodologi perawatan baru.
d) Pelaksanaan validasi data hasil pengukuran indikator
mutu dilakukan oleh petugas yang diberikan tanggung jawab untuk melakukan validasi.
Akan tetapi, dalam hal ada keterbatasan tenaga, petugas yang diberi tanggung
jawab untuk validasi data dapat dirangkap oleh petugas penanggung jawab
indikator.
e) Dalam rangka mencapai sebuah simpulan dan membuat
putusan, data harus digabungkan, dianalisis, dan diubah menjadi informasi yang
berguna.
f) Analisis data melibatkan individu di dalam tim mutu
yang memahami manajemen informasi, mempunyai keterampilan dalam metode
pengumpulan data, dan mengetahui cara menggunakan berbagai alat statistik. Hasil
analisis data harus dilaporkan kepada Kepala Puskesmas oleh penanggung jawab
mutu yang bertanggung jawab terhadap proses dan hasil yang diukur sebagai dasar
untuk melakukan tindak lanjut perbaikan.
g) Teknik statistik dapat berguna dalam proses analisis
data, khususnya dalam menafsirkan variasi dan memutuskan area yang paling
membutuhkan perbaikan. Run charts,
diagram kontrol, histogram, dan diagram Pareto adalah contoh metode statistik
yang sangat berguna untuk memahami pola dan dan variasi kinerja pelayanan
kesehatan.
h) Penetapan frekuensi pengumpulan data dan analisisnya
harus mempertimbangkan kebutuhan untuk perbaikan mutu kegiatan pelayanan yang
dituangkan dalam profil indikator yang telah ditetapkan.
i)