2 Dinkes Kab Defgh |
TETANUS |
Puskesmas Abcde |
|||
SOP |
Nomor |
: |
|||
Terbit ke |
: 01 |
||||
No.Revisi |
: 00 |
||||
Tgl.Diberlakukan |
: 2-01-2018 |
||||
Halaman |
: 1 / 2 |
||||
Ditetapkan
Kepala Puskesmas Abcde |
|
Kapus NIP. nipkapus |
|||
A. Pengertian |
Tetanus adalah
penyakit pada sistem syaraf yang disebabkan oleh tetanospasmin. Tetanospasmin
adalah neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani, ditandai dengan
spasme tonik persisten disertai dengan serangan yang jelas dan keras. Spasme
hamper selalu terjadi pada otot leher dan rahang yang menyebabkan penutupan
rahang (trismus, lockjaw), serta melibatkan tidak hanya otot ekstremitas,
tetapi juga otot-otot batang tubuh. Tetanus adalah penyakit pada sistem saraf yang disebabkan oleh tetanospasmin.
Penyakit ini ditandai dengan spasme tonik persisten, disertai serangan yang
jelas dan keras. Tetanospasmin adalah neurotoksin yang dihasilkan oleh
Clostridium tetani. Tetanospasmin menghambat neurotransmiter GABA dan glisin,
sehingga tidak terjadi hambatan aktivitas refleks otot. Spasme otot dapat
terjadi lokal (disekitar
infeksi), sefalik (mengenai
otot-otot cranial), atau
umum atau generalisata (mengenai otot-otot kranial maupun anggota
gerak dan batang tubuh). Spasme hampir selalu terjadi pada otot leher dan
rahang yang mengakibatkan penutupan
rahang (trismus atau lockjaw), serta melibatkan otot otot
ekstremitas dan batang tubuh. |
||||||||||||||
B. Tujuan |
Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk penatalaksanaantetanus |
||||||||||||||
C. Kebijakan |
SK Kepala UPTD Puskesmas Abcde Nomor ... tentang Kebijakan Pelayanan
Klinis UPTD Puskesmas Abcde |
||||||||||||||
D. Referensi |
Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07 / MENKES / 1186 / 2022 tentang
Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat
Pertama |
||||||||||||||
E. Prosedur |
Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Manifestasi
klinis tetanus bervariasi
dari kekakuan otot setempat, trismus, sampai kejang yang hebat.
Manifestasi klinis tetanus terdiri atas 4 macam yaitu: 1. Tetanus
lokal Gejalanya meliputi kekakuan dan spasme yang menetap
disertai rasa sakit pada otot disekitar atau proksimal luka. Tetanus lokal
dapat berkembang menjadi tetanus umum. 2. Tetanus
sefalik Bentuk tetanus lokal yang mengenai wajah dengan masa
inkubasi 1-2 hari, yang disebabkan oleh luka pada daerah
kepala atau otitis media kronis. Gejalanya berupa trismus, disfagia, rhisus
sardonikus dan disfungsi nervus kranial. Tetanus sefal jarang terjadi, dapat
berkembang menjadi tetanus umum dan prognosisnya biasanya jelek. 3. Tetanus
umum/generalisata Gejala
klinis dapat berupa
berupa trismus, iritable,
kekakuan leher, susah menelan,
kekakuan dada dan perut
(opistotonus), rasa sakit dan kecemasan yang hebat serta kejang umum yang dapat
terjadi dengan rangsangan ringan seperti sinar, suara dan sentuhan dengan
kesadaran yang tetap baik. 4. Tetanus
neonatorum Tetanus
yang terjadi pada
bayi baru lahir, disebabkan adanya infeksi tali pusat, Gejala yang
sering timbul adalah ketidakmampuan
untuk menetek, kelemahan,
irritable, diikuti oleh
kekakuan dan spasme. Faktor Risiko: - Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana
(Objective) Pemeriksaan Fisik Dapat ditemukan: kekakuan otot setempat, trismus
sampai kejang yang hebat. 1. Pada tetanus
lokal ditemukan kekakuan
dan spasme yang menetap. 2. Pada
tetanus sefalik ditemukan trismus, rhisus sardonikus dan disfungsi nervus
kranial. 3. Pada tetanus
umum/generalisata adanya: trismus,
kekakuan leher, kekakuan dada dan perut (opisthotonus), fleksi-abduksi
lengan serta ekstensi tungkai, kejang umum yang dapat terjadi dengan
rangsangan ringan seperti sinar, suara dan sentuhan dengan kesadaran yang
tetap baik. 4. Pada
tetanus neonatorum ditemukan kekakuan dan spasme dan posisi tubuh klasik:
trismus, kekakuan pada otot punggung menyebabkan opisthotonus yang
berat dengan lordosis lumbal.
Bayi mempertahankan ekstremitas atas fleksi pada siku dengan tangan mendekap
dada, pergelangan tangan fleksi, jari mengepal, ekstremitas bawah hiperekstensi dengan
dorsofleksi pada pergelangan
dan fleksi jari-jari kaki. Pemeriksaan Penunjang Tidak ada pemeriksaan penunjang yang spesifik. Penegakan Diagnostik (Assessment) Diagnosis Klinis Diagnosis
ditegakkan berdasarkan temuan
klinis dan riwayat imunisasi. Tingkat keparahan tetanus: Kriteria Pattel Joag 1. Kriteria
1: rahang kaku, spasme terbatas, disfagia, dan kekakuan otot tulang belakang 2. Kriteria
2: Spasme, tanpa mempertimbangkan frekuensi maupun derajat keparahan 3. Kriteria
3: Masa inkubasi = 7hari 4. Kriteria
4: waktu onset =48 jam 5. Kriteria
5: Peningkatan temperatur; rektal 100ºF ( > 400 C), atau aksila 99ºF ( 37,6 ºC ). Grading 1. Derajat 1
(kasus ringan), terdapat satu kriteria, biasanya Kriteria 1 atau 2 (tidak ada
kematian) 2. Derajat 2
(kasus sedang), terdapat 2 kriteria, biasanya Kriteria 1 dan 2. Biasanya masa
inkubasi lebih dari 7 hari dan onset lebih dari 48 jam (kematian 10%) 3.
Derajat 3 (kasus
berat), terdapat 3
Kriteria, biasanya masa inkubasi kurang dari 7 hari atau onset
kurang dari 48 jam (kematian 32%) 4.
Derajat 4 (kasus
sangat berat), terdapat
minimal 4 Kriteria (kematian 60%) 5.
Derajat 5, bila
terdapat 5 Kriteria
termasuk puerpurium dan tetanus neonatorum (kematian 84%). Derajat penyakit tetanus menurut modifikasi dari
klasifikasi Albleet’s: 1. Grade 1
(ringan) Trismus ringan sampai sedang, spamisitas umum, tidak
ada penyulit pernafasan, tidak ada spasme, sedikit atau tidak ada disfagia. 2. Grade 2
(sedang) Trismus sedang, rigiditas lebih jelas, spasme ringan
atau sedang namun singkat, penyulit pernafasan sedang dengan takipneu. 3. Grade 3
(berat) 4. Trismus
berat, spastisitas umum, spasme spontan yang lama dan sering, serangan apneu,
disfagia berat, spasme
memanjang spontan yang sering
dan terjadi refleks,
penyulit pernafasan disertai
dengan takipneu, takikardi, aktivitas sistem saraf otonom sedang yang terus
meningkat. 5. Grade 4
(sangat berat) 6. Gejala
pada grade 3 ditambah gangguan otonom yang berat, sering kali menyebabkan
“autonomic storm”. Diagnosis Banding Meningoensefalitis, Poliomielitis, Rabies, Lesi
orofaringeal, Tonsilitis berat, Peritonitis, Tetani (timbul karena
hipokalsemia dan hipofasfatemia
di mana kadar
kalsium dan fosfat
dalam serum rendah), keracunan
Strychnine, reaksi fenotiazine Komplikasi 1. Saluran
pernapasan Dapat terjadi asfiksia, aspirasi pneumonia,
atelektasis akibat obstruksi oleh sekret,
pneumotoraks dan mediastinal
emfisema biasanya terjadi akibat dilakukannya trakeostomi. 2.
Kardiovaskuler Komplikasi berupa aktivitas simpatis yang meningkat
antara lain berupa takikardia, hipertensi, vasokonstriksi perifer dan
rangsangan miokardium. 3. Tulang dan
otot Pada otot karena spasme yang berkepanjangan bisa
terjadi perdarahan dalam otot.
Pada tulang dapat
terjadi fraktura kolumna
vertebralis akibat kejang yang terus-menerus terutama pada anak dan orang
dewasa. Beberapa peneliti melaporkan juga dapat terjadi miositis ossifikans
sirkumskripta. 4. Komplikasi
yang lain Laserasi lidah akibat kejang, dekubitus karena
penderita berbaring dalam satu posisi saja, panas yang tinggi karena infeksi
sekunder atau toksin yang menyebar luas dan mengganggu pusat pengatur suhu. Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) Penatalaksanaan 1. Manajemen
luka Pasien
tetanus yang diduga
menjadi port de
entry masuknya kuman C. tetani
harus mendapatkan perawatan luka. Luka dapat menjadi luka yang rentan
mengalami tetanus atau luka yang tidak rentan tetanus dengan kriteria sebagai
berikut: Tabel Manajemen luka tetanus
2.
Rekomendasi manajemen luka traumatik a. Semua
luka harus dibersihkan
dan jika perlu
dilakukan debridemen. b. Riwayat imunisasi tetanus pasien perlu
didapatkan. c. TT harus
diberikan jika riwayat booster terakhir lebih dari 10 tahun jika riwayat
imunisasi tidak diketahui, TT
dapat diberikan. d. Jika riwayat imunisasi terakhir lebih dari 10
tahun yang lalu, maka tetanus imunoglobulin (TIg) harus diberikan. Keparahan
luka bukan faktor penentu pemberian TIg 3.
Pengawasan, agar tidak ada hambatan fungsi respirasi. 4. Ruang Isolasi untuk menghindari rangsang luar
seperti suara, cahaya-ruangan redup dan tindakan terhadap penderita. 5. Diet cukup
kalori dan protein 3500-4500 kalori per hari dengan 100-150 gr protein. Bentuk makanan tergantung
kemampuan membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat
diberikan per sonde atau parenteral. 6. Oksigen,
pernapasan buatan dan trakeostomi bila perlu. 7.
Antikonvulsan diberikan secara
titrasi, sesuai kebutuhan
dan respon klinis. Diazepam atau Vankuronium 6-8 mg/hari. Bila
penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan diazepam dosis 0,5
mg/kgBB/kali i.v. perlahan-lahan dengan dosis optimum 10mg/kali diulang setiap kali kejang. Kemudian
diikuti pemberian Diazepam per oral
(sonde lambung) dengan dosis 0,5/kgBB/kali sehari diberikan 6 kali. Dosis
maksimal diazepam 240 mg/hari. Bila masih kejang (tetanus yang sangat berat),
harus dilanjutkan dengan bantuan ventilasi mekanik, dosis diazepam dapat
ditingkatkan sampai 480 mg/hari dengan bantuan ventilasi mekanik, dengan atau
tanpa kurarisasi. Magnesium sulfat dapat pula dipertimbangkan digunakan bila
ada gangguan saraf otonom. 8. Anti
Tetanus Serum (ATS) dapat digunakan, tetapi sebelumnya diperlukan skin tes
untuk hipersensitif. Dosis biasa 50.000 iu, diberikan IM diikuti dengan
50.000 unit dengan infus IV lambat. Jika pembedahan eksisi luka memungkinkan,
sebagian antitoksin dapat disuntikkan di sekitar luka. 9. Eliminasi
bakteri, penisilin adalah drug of choice: berikan prokain penisilin, 1,2 juta
unit IM atau IV setiap 6 jam selama 10 hari. Untuk pasien yang alergi
penisilin dapat diberikan Tetrasiklin, 500 mg PO atau IV setiap 6 jam selama
10 hari. Pemberian antibiotik di atas dapat mengeradikasi Clostridium tetani
tetapi tidak dapat mempengaruhi proses neurologisnya. 10. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian
antibiotika spektrum luas dapat dilakukan. Tetrasiklin, Eritromisin dan
Metronidazol dapat diberikan,
terutama bila penderita
alergi penisilin. Tetrasiklin:
30-50 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis. Eritromisin: 50 mg/kgBB/hari dalam 4
dosis, selama 10
hari. Metronidazol loading dose
15 mg/KgBB/jam selanjutnya 7,5 mg/KgBB tiap 6 jam. 11. Pemberian
Tetanus Toksoid (TT)
yang pertama, dilakukan bersamaan dengan pemberian
antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda.
Pemberian dilakukan dengan dosis inisial 0,5 ml toksoid intramuskular
diberikan 24 jam pertama. 12. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi
dasar terhadap tetanus selesai. 13. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
Konseling dan Edukasi Peran keluarga pada pasien dengan risiko terjadinya
tetanus adalah memotivasi untuk dilakukan vaksinasi dan penyuntikan ATS. Rencana Tindak Lanjut 1. Pemberian
TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai. Pengulangan
dilakukan 8 minggu
kemudian dengan dosis yang sama dengan dosis inisial. 2. Booster
dilakukan 6-12 bulan kemudian. 3. Subsequent
booster, diberikan 5 tahun berikutnya. 4. Laporkan
kasus Tetanus ke dinas kesehatan setempat. Kriteria Rujukan 1. Bila tidak
terjadi perbaikan setelah penanganan pertama. 2. Terjadi
komplikasi, seperti distres sistem pernapasan. 3.
Rujukan ditujukan ke
fasilitas pelayanan kesehatan
sekunder yang memiliki dokter spesialis neurologi. Peralatan 1. Sarana pemeriksaan
neurologis 2. Oksigen 3. Infus set 4. Obat
antikonvulsan Prognosis Tetanus dapat menimbulkan kematian dan gangguan
fungsi tubuh, namun apabila diobati dengan cepat dan tepat, pasien dapat
sembuh dengan baik. Tetanus biasanya tidak terjadi berulang, kecuali
terinfeksi kembali oleh C. tetani. |
||||||||||||||
F. Diagram Alir |
Petugas
melakukan: · Perawatan luka · Pemberian ATS · Antibiotik spectrum luas · a ·
Petugasmenegakkan
diagnosa berdasar pemeriksaan yang telah dilakukan Petugas menulis pada
RM Penderita
tetanus yang tidak terjadi perbaikan pada penanganan awal dirujuk ke
fasilitas pelayanan kesehatan sekunder yang memiliki dokter spesialis
neurolog. Petugasmelakukananamnesa,
cuci tangan, pemeriksaan fisik secara lengkap, kemudian cuci tangan
setelah pemeriksaan Petugasmemanggilpasien |
||||||||||||||
G. Hal-hal yang perlu diperhatikan |
Kaji Ulang Untuk
Ketepatan Diagnosia |
||||||||||||||
H. Unit terkait |
Ruang Pemeriksaan Umum. |
||||||||||||||
I. Dokumen terkait |
Rekam Medis Catatan tindakan |
||||||||||||||
J. Rekaman historis perubahan |
1.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar