Thursday, June 15, 2023

SOP TETANUS

 

2

 

 

 

 

 

Dinkes Kab Defgh

TETANUS

 

 

 

 

 

 

Puskesmas Abcde

 

SOP

Nomor

:

Terbit ke

: 01

No.Revisi

: 00

Tgl.Diberlakukan

: 2-01-2018

Halaman

: 1 / 2

Ditetapkan Kepala  Puskesmas Abcde

 

 

Kapus

NIP. nipkapus

 

A. Pengertian

Tetanus adalah penyakit pada sistem syaraf yang disebabkan oleh tetanospasmin. Tetanospasmin adalah neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani, ditandai dengan spasme tonik persisten disertai dengan serangan yang jelas dan keras. Spasme hamper selalu terjadi pada otot leher dan rahang yang menyebabkan penutupan rahang (trismus, lockjaw), serta melibatkan tidak hanya otot ekstremitas, tetapi juga otot-otot batang tubuh.

Tetanus adalah penyakit pada sistem saraf yang disebabkan oleh tetanospasmin. Penyakit ini ditandai dengan spasme tonik persisten, disertai serangan yang jelas dan keras. Tetanospasmin adalah neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Tetanospasmin menghambat neurotransmiter GABA dan glisin, sehingga tidak terjadi hambatan aktivitas refleks otot. Spasme otot dapat terjadi lokal (disekitar  infeksi),  sefalik  (mengenai  otot-otot  cranial),  atau  umum atau generalisata (mengenai otot-otot kranial maupun anggota gerak dan batang tubuh). Spasme hampir selalu terjadi pada otot leher dan rahang   yang   mengakibatkan   penutupan   rahang   (trismus   atau lockjaw), serta melibatkan otot otot ekstremitas dan batang tubuh.

B. Tujuan

Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk penatalaksanaantetanus

C. Kebijakan

SK Kepala UPTD Puskesmas Abcde Nomor ... tentang Kebijakan Pelayanan Klinis UPTD Puskesmas Abcde

D. Referensi

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07 / MENKES / 1186 / 2022 tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama

E. Prosedur

Hasil Anamnesis (Subjective)

 

Keluhan

 

Manifestasi  klinis  tetanus  bervariasi  dari kekakuan otot setempat, trismus, sampai kejang yang hebat. Manifestasi klinis tetanus terdiri atas 4 macam yaitu:

1.  Tetanus lokal

Gejalanya meliputi kekakuan dan spasme yang menetap disertai rasa sakit pada otot disekitar atau proksimal luka. Tetanus lokal dapat berkembang menjadi tetanus umum.

2.  Tetanus sefalik

Bentuk tetanus lokal yang mengenai wajah dengan masa inkubasi

1-2 hari, yang disebabkan oleh luka pada daerah kepala atau otitis media kronis. Gejalanya berupa trismus, disfagia, rhisus sardonikus dan disfungsi nervus kranial. Tetanus sefal jarang terjadi, dapat berkembang menjadi tetanus umum dan prognosisnya biasanya jelek.

3.  Tetanus umum/generalisata

Gejala  klinis  dapat  berupa  berupa  trismus,  iritable,  kekakuan leher,  susah  menelan,  kekakuan  dada dan perut (opistotonus), rasa sakit dan kecemasan yang hebat serta kejang umum yang dapat terjadi dengan rangsangan ringan seperti sinar, suara dan sentuhan dengan kesadaran yang tetap baik.

4.  Tetanus neonatorum

Tetanus  yang  terjadi  pada  bayi  baru  lahir, disebabkan  adanya infeksi tali pusat, Gejala yang sering timbul adalah ketidakmampuan  untuk  menetek,  kelemahan,  irritable,  diikuti oleh kekakuan dan spasme.

 

Faktor Risiko: -

 

 

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)

 

Pemeriksaan Fisik

 

Dapat ditemukan: kekakuan otot setempat, trismus sampai kejang yang hebat.

1.  Pada  tetanus  lokal  ditemukan  kekakuan  dan  spasme  yang menetap.

2.  Pada tetanus sefalik ditemukan trismus, rhisus sardonikus dan disfungsi nervus kranial.

3.  Pada  tetanus  umum/generalisata  adanya:  trismus,  kekakuan leher, kekakuan dada dan perut (opisthotonus), fleksi-abduksi lengan serta ekstensi tungkai, kejang umum yang dapat terjadi dengan rangsangan ringan seperti sinar, suara dan sentuhan dengan kesadaran yang tetap baik.

4.  Pada tetanus neonatorum ditemukan kekakuan dan spasme dan posisi tubuh klasik: trismus, kekakuan pada otot punggung menyebabkan  opisthotonus  yang  berat  dengan lordosis lumbal. Bayi mempertahankan ekstremitas atas fleksi pada siku dengan tangan mendekap dada, pergelangan tangan fleksi, jari mengepal, ekstremitas bawah   hiperekstensi   dengan   dorsofleksi   pada pergelangan dan fleksi jari-jari kaki.

 

Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada pemeriksaan penunjang yang spesifik.

 

 

Penegakan Diagnostik (Assessment)

 

Diagnosis Klinis

 

Diagnosis   ditegakkan   berdasarkan   temuan   klinis   dan   riwayat imunisasi.

 

Tingkat keparahan tetanus:

 

Kriteria Pattel Joag

1.  Kriteria 1: rahang kaku, spasme terbatas, disfagia, dan kekakuan otot tulang belakang

2.  Kriteria 2: Spasme, tanpa mempertimbangkan frekuensi maupun derajat keparahan

3.  Kriteria 3: Masa inkubasi = 7hari

4.  Kriteria 4: waktu onset =48 jam

5.  Kriteria 5: Peningkatan temperatur; rektal 100ºF ( > 400  C), atau aksila 99ºF ( 37,6 ºC ).

 

Grading

1.  Derajat 1 (kasus ringan), terdapat satu kriteria, biasanya Kriteria 1 atau 2 (tidak ada kematian)

2.  Derajat 2 (kasus sedang), terdapat 2 kriteria, biasanya Kriteria 1 dan 2. Biasanya masa inkubasi lebih dari 7 hari dan onset lebih dari 48 jam (kematian 10%)

3.  Derajat  3  (kasus  berat),  terdapat  3  Kriteria,  biasanya  masa inkubasi kurang dari 7 hari atau onset kurang dari 48 jam (kematian 32%)

4.  Derajat  4  (kasus  sangat  berat),  terdapat  minimal  4  Kriteria

(kematian 60%)

5.  Derajat  5,  bila  terdapat  5  Kriteria  termasuk  puerpurium  dan tetanus neonatorum (kematian 84%).

 

Derajat penyakit tetanus menurut modifikasi dari klasifikasi Albleet’s:

1.  Grade 1 (ringan)

Trismus ringan sampai sedang, spamisitas umum, tidak ada penyulit pernafasan, tidak ada spasme, sedikit atau tidak ada disfagia.

2.  Grade 2 (sedang)

Trismus sedang, rigiditas lebih jelas, spasme ringan atau sedang namun singkat, penyulit pernafasan sedang dengan takipneu.

3.  Grade 3 (berat)

4.  Trismus berat, spastisitas umum, spasme spontan yang lama dan sering,          serangan   apneu,   disfagia   berat,   spasme   memanjang spontan  yang  sering  dan  terjadi  refleks,  penyulit  pernafasan disertai dengan takipneu, takikardi, aktivitas sistem saraf otonom sedang yang terus meningkat.

5.  Grade 4 (sangat berat)

6.  Gejala pada grade 3 ditambah gangguan otonom yang berat, sering kali menyebabkan “autonomic storm”.

 

Diagnosis Banding

Meningoensefalitis, Poliomielitis, Rabies, Lesi orofaringeal, Tonsilitis berat, Peritonitis, Tetani (timbul karena hipokalsemia dan hipofasfatemia  di  mana  kadar  kalsium  dan  fosfat  dalam  serum rendah), keracunan Strychnine, reaksi fenotiazine

 

Komplikasi

1.  Saluran pernapasan

Dapat terjadi asfiksia, aspirasi pneumonia, atelektasis akibat obstruksi  oleh  sekret,  pneumotoraks  dan mediastinal emfisema biasanya terjadi akibat dilakukannya trakeostomi.

2.  Kardiovaskuler

Komplikasi berupa aktivitas simpatis yang meningkat antara lain berupa takikardia, hipertensi, vasokonstriksi perifer dan rangsangan miokardium.

3.  Tulang dan otot

Pada otot karena spasme yang berkepanjangan bisa terjadi perdarahan   dalam   otot.   Pada   tulang   dapat  terjadi   fraktura kolumna vertebralis akibat kejang yang terus-menerus terutama pada anak dan orang dewasa. Beberapa peneliti melaporkan juga dapat terjadi miositis ossifikans sirkumskripta.

4.  Komplikasi yang lain

Laserasi lidah akibat kejang, dekubitus karena penderita berbaring dalam satu posisi saja, panas yang tinggi karena infeksi sekunder atau toksin yang menyebar luas dan mengganggu pusat pengatur suhu.

 

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

 

Penatalaksanaan

1.  Manajemen luka

Pasien  tetanus  yang  diduga  menjadi  port  de  entry  masuknya kuman C. tetani harus mendapatkan perawatan luka. Luka dapat menjadi luka yang rentan mengalami tetanus atau luka yang tidak rentan tetanus dengan kriteria sebagai berikut:

 

 

Tabel Manajemen luka tetanus

 

Luka rentan tetanus

Luka yang tidak rentan tetanus

> 6-8 jam

< 6 jam

Kedalaman > 1 cm

Superfisial < 1 cm

Terkontaminasi

Bersih

Bentuk stelat, avulsi, atau hancur (irreguler)

Bentuknya linear, tepi tajam

Denervasi, iskemik

Neurovaskular intak

Terinfeksi (purulen, jaringan nekrotik)

Tidak infeksi

 

2.  Rekomendasi manajemen luka traumatik

a. Semua  luka  harus  dibersihkan  dan  jika  perlu  dilakukan debridemen.

b. Riwayat imunisasi tetanus pasien perlu didapatkan.

c.  TT harus diberikan jika riwayat booster terakhir lebih dari 10 tahun jika   riwayat  imunisasi   tidak   diketahui,   TT  dapat diberikan.

d. Jika riwayat imunisasi terakhir lebih dari 10 tahun yang lalu, maka tetanus imunoglobulin (TIg) harus diberikan. Keparahan luka bukan faktor penentu pemberian TIg

3.  Pengawasan, agar tidak ada hambatan fungsi respirasi.

4. Ruang Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara, cahaya-ruangan redup dan tindakan terhadap penderita.

5.  Diet cukup kalori dan protein 3500-4500 kalori per hari dengan

100-150 gr protein. Bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan per sonde atau parenteral.

6.  Oksigen, pernapasan buatan dan trakeostomi bila perlu.

7.  Antikonvulsan  diberikan  secara  titrasi,  sesuai  kebutuhan  dan respon klinis. Diazepam atau Vankuronium 6-8 mg/hari. Bila penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan diazepam dosis 0,5 mg/kgBB/kali i.v. perlahan-lahan dengan dosis optimum

10mg/kali diulang setiap kali kejang. Kemudian diikuti pemberian  Diazepam per oral (sonde lambung) dengan dosis 0,5/kgBB/kali sehari diberikan 6 kali. Dosis maksimal diazepam 240 mg/hari. Bila masih kejang (tetanus yang sangat berat), harus dilanjutkan dengan bantuan ventilasi mekanik, dosis diazepam dapat ditingkatkan sampai 480 mg/hari dengan bantuan ventilasi mekanik, dengan atau tanpa kurarisasi. Magnesium sulfat dapat pula dipertimbangkan digunakan bila ada gangguan saraf otonom.

8.  Anti Tetanus Serum (ATS) dapat digunakan, tetapi sebelumnya diperlukan skin tes untuk hipersensitif. Dosis biasa 50.000 iu, diberikan IM diikuti dengan 50.000 unit dengan infus IV lambat. Jika pembedahan eksisi luka memungkinkan, sebagian antitoksin dapat disuntikkan di sekitar luka.

9.  Eliminasi bakteri, penisilin adalah drug of choice: berikan prokain penisilin, 1,2 juta unit IM atau IV setiap 6 jam selama 10 hari. Untuk pasien yang alergi penisilin dapat diberikan Tetrasiklin, 500 mg PO atau IV setiap 6 jam selama 10 hari. Pemberian antibiotik di atas dapat mengeradikasi Clostridium tetani tetapi tidak dapat mempengaruhi proses neurologisnya.

10. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika spektrum luas dapat dilakukan. Tetrasiklin, Eritromisin dan Metronidazol dapat diberikan,   terutama   bila   penderita   alergi   penisilin. Tetrasiklin: 30-50 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis. Eritromisin: 50 mg/kgBB/hari dalam  4  dosis,  selama  10  hari.  Metronidazol loading dose 15 mg/KgBB/jam selanjutnya 7,5 mg/KgBB tiap 6 jam.

11. Pemberian   Tetanus   Toksoid   (TT)   yang   pertama,   dilakukan bersamaan dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian dilakukan dengan dosis inisial 0,5 ml toksoid intramuskular diberikan 24 jam pertama.

12. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai.

13. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit. Konseling dan Edukasi

Peran keluarga pada pasien dengan risiko terjadinya tetanus adalah memotivasi untuk dilakukan vaksinasi dan penyuntikan ATS.

 

Rencana Tindak Lanjut

1.  Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus         selesai.  Pengulangan  dilakukan  8  minggu  kemudian dengan dosis yang sama dengan dosis inisial.

2.  Booster dilakukan 6-12 bulan kemudian.

3.  Subsequent booster, diberikan 5 tahun berikutnya.

4.  Laporkan kasus Tetanus ke dinas kesehatan setempat.

 

Kriteria Rujukan

1.  Bila tidak terjadi perbaikan setelah penanganan pertama.

2.  Terjadi komplikasi, seperti distres sistem pernapasan.

3.  Rujukan  ditujukan  ke  fasilitas  pelayanan  kesehatan  sekunder yang memiliki dokter spesialis neurologi.

 

Peralatan

1.  Sarana pemeriksaan neurologis

2.  Oksigen

3.  Infus set

4.  Obat antikonvulsan

 

Prognosis

Tetanus dapat menimbulkan kematian dan gangguan fungsi tubuh, namun apabila diobati dengan cepat dan tepat, pasien dapat sembuh dengan baik. Tetanus biasanya tidak terjadi berulang, kecuali terinfeksi kembali oleh C. tetani.

F. Diagram Alir

Petugas melakukan:

·   Perawatan luka

·   Pemberian ATS

·   Antibiotik spectrum luas

·   a

·         

Petugasmenegakkan diagnosa berdasar pemeriksaan yang telah dilakukan

 

Petugas menulis pada RM

 

Penderita tetanus yang tidak terjadi perbaikan pada penanganan awal dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder yang memiliki dokter spesialis neurolog.

 

Petugasmelakukananamnesa, cuci tangan, pemeriksaan fisik secara lengkap, kemudian cuci tangan setelah pemeriksaan

 

Petugasmemanggilpasien

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


G. Hal-hal yang perlu diperhatikan

Kaji Ulang Untuk Ketepatan Diagnosia

H. Unit terkait

Ruang Pemeriksaan Umum.

I. Dokumen terkait

Rekam Medis

Catatan tindakan

J. Rekaman historis  perubahan

No

Yang diubah

Isi Perubahan

Tanggal mulai diberlakukan

 

 

 

 

 

 

1.   

No comments:

Post a Comment

accreditation of primary health facilities

CHAPTER 1 Leadership and Management of Community Health Centers; CHAPTER 2 Implementation of Public Health Efforts Oriented to Promotive an...