18 Dinkes Kab Defgh |
HIPERMETROPIA
RINGAN |
Puskesmas Abcde |
|||
SOP |
Nomor |
: |
|||
Terbit ke |
: 01 |
||||
No.Revisi |
: 00 |
||||
Tgl.Diberlakukan |
: 2-01-2018 |
||||
Halaman |
: 1 / 2 |
||||
Ditetapkan
Kepala Puskesmas Abcde |
|
Kapus NIP. nipkapus |
|||
A. Pengertian |
Hipermetropia (rabun dekat) merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan
mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup kuat dibiaskan sehingga titik
fokusnya terletak di belakang retina. Kelainan ini menyebar merata di
berbagai geografis, etnis, usia dan jenis kelamin. |
||||||||
B. Tujuan |
Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk penatalaksanaan pasien dengan
hipermetropia ringan |
||||||||
C. Kebijakan |
SK Kepala UPTD Puskesmas Abcde Nomor ... tentang Kebijakan Pelayanan
Klinis UPTD Puskesmas Abcde |
||||||||
D. Referensi |
Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07 / MENKES / 1186 / 2022 tentang
Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat
Pertama |
||||||||
E. Prosedur |
Keluhan 1.
Penglihatan
kurang jelas untuk objek yang dekat. 2.
Sakit kepala
terutama daerah frontal dan makin kuat pada penggunaan mata yang lama dan
membaca dekat. Penglihatan tidak enak (asthenopia akomodatif = eye strain)
terutama bila melihat pada jarak yang tetap dan diperlukan penglihatan jelas
pada jangka waktu yang lama, misalnya menonton TV dan lain-lain. 3.
Mata
sensitif terhadap sinar. 4.
Spasme
akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia. Mata juling dapat terjadi
karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti konvergensi yang berlebihan
pula. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Sederhana (Objective) Pemeriksaan Fisik 1.
Pemeriksaan
visus dengan Snellen Chart 2.
Pemeriksaan
refraksi dengan trial lensdan trial frame Pemeriksaan Penunjang Tidak diperlukan Penegakan Diagnostik (Assessment) Diagnosis Klinis Penegakan diagnosis dengan anamnesis dan
pemeriksaan refraksi. Komplikasi 1. Esotropia atau juling ke dalam terjadi akibat pasien selamanya melakukan
akomodasi 2. Glaukoma sekunder terjadi akibat hipertrofi otot siliar pada badan siliar
yang akan mempersempit sudut bilik mata 3. Ambliopia Penatalaksanaan Komprehensif(Plan) Penatalaksanaan Koreksi dengan lensa sferis positif
terkuat yang menghasilkan tajam penglihatan terbaik. Konseling dan Edukasi Memberitahu keluarga jika penyakit ini harus dikoreksi dengan bantuan
kaca mata. Karena jika tidak, maka mata akan berakomodasi terus menerus dan
menyebabkan komplikasi. Kriteria rujukan Rujukan dilakukan jika timbul
komplikasi. Peralatan 1.
Snellen chart 2.
Satu set trial frame dan trial frame Prognosis 1.
Ad vitam: Bonam 2.
Ad functionam: Bonam 3.
Ad sanationam: Bonam |
||||||||
F. Diagram Alir |
Memberikan
tata laksana pada pasien sesuai hasil pemeriksaan menulis hasil
anamnesa, pemeriksaan dan diagnose ke rekam medic menegakan
diagnose berdasarkan hasil pemeriksaan melakukan
vital sign dan pemeriksaan fisik Melakukan anamnesis pada pasien menulis
diagnose pasien ke buku register. |
||||||||
G. Hal-hal yang perlu diperhatikan |
Kaji Ulang Untuk
Ketepatan Diagnosia |
||||||||
H. Unit terkait |
Ruang Pemeriksaan Umum. |
||||||||
I. Dokumen terkait |
Rekam Medis Catatan tindakan |
||||||||
J. Rekaman historis perubahan |
|
G. Rekaman Historis:
No |
Halaman |
Yang dirubah |
Perubahan |
Diberlakukan Tanggal |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar