Jumat, 16 Juni 2023

RHINITIS VASOMOTOR

 

30

 

 

 

 

 

Dinkes Kab Defgh

RHINITIS VASOMOTOR

 

 

 

 

 

 

Puskesmas Abcde

 

SOP

Nomor

:

Terbit ke

: 01

No.Revisi

: 00

Tgl.Diberlakukan

: 2-01-2018

Halaman

: 1 / 2

Ditetapkan Kepala  Puskesmas Abcde

 

 

Kapus

NIP. nipkapus

 

A. Pengertian

Rhinitis vasomotor adalah suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal, dan pajanan obat (kontrasepsi oral, antihipertensi, B-bloker, aspirin, klorpromazin, dan obat topikal hidung dekongestan). Rhinitis ini digolongkan menjadi non-alergi bila adanya alergi/allergen spesifik tidak dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan

alergi yang sesuai (anamnesis, tes cukit kulit, kadar antibodi Ig E spesifik serum). Rhinitis non alergi dan mixed rhinitis lebih sering dijumpai pada orang dewasa dibandingkan anak-anak, lebih sering dijumpai pada wanita dan cenderung bersifat menetap.

B. Tujuan

Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk penatalaksanaanpasien dengan rhinitis vasomotor

C. Kebijakan

SK Kepala UPTD Puskesmas Abcde Nomor ... tentang Kebijakan Pelayanan Klinis UPTD Puskesmas Abcde

D. Referensi

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07 / MENKES / 1186 / 2022 tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama

E. Prosedur

Anamnesis

Keluhan

Pasien datang dengan keluhan hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan tergantung posisi tidur pasien. Pada pagi hari saat bangun tidur, kondisi memburuk karena adanya perubahan suhu yang ekstrem, udara yang lembab, dan karena adanya asap rokok.

Gejala lain rhinitis vasomotor dapat berupa:

a.    Rinore yang bersifat serous atau mukus, kadang-kadang jumlahnya agak banyak.

b.    Bersin-bersin lebih jarang dibandingkan rhinitis alergika.

c.     Gejala rhinitis vasomotor ini

 

Faktor Predisposisi

a.    Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis antara lain: ergotamine, chlorpromazine, obat anti hipertensi dan obat vasokonstriktor topikal.

b.    Faktor fisik seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang tinggi, serta bau yang menyengat (misalnya parfum) dan makanan yang pedas, panas, serta dingin (misalnya es krim).

c.     Faktor endokrin, seperti kehamilan, masa pubertas, pemakaian kontrasepsi oral, dan hipotiroidisme.

d.    Faktor psikis, seperti rasa cemas, tegang dan stress.

 

Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana

 

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan rinoskopi anterior:

a.    Tampak gambaran edema mukosa hidung, konka berwarna merah gelap atau merah tua tetapi dapat pula pucat.

b.    Permukaan konka licin atau tidak rata.

c.     Pada rongga hidung terlihat adanya sekret mukoid, biasanya jumlahnya tidak banyak. Akan tetapi pada golongan rinore tampak sekret serosa yang jumlahnya sedikit lebih banyak dengan konka licin atau berbenjol-benjol

Pemeriksaan Penunjang

Bila diperlukan dan dapat dilaksanakan di layanan primer, yaitu:

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan rhinitis alergi.

a.    Kadar eosinofil

b.    Tes cukit kulit (skin prick test)

c.     Kadar IgE spesifik

 

Penegakan Diagnosis

 

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang bila diperlukan.

Berdasarkan gejala yang menonjol, kelainan ini dibedakan dalam 3 golongan, yaitu:

a.    Golongan bersin (sneezer), gejala biasanya memberikan respon baik dengan terapi antihistamin dan glukokortikoid topikal.

b.    Golongan rinore (runners) dengan gejala rinore yang jumlahnya banyak.

c.     Golongan tersumbat (blockers) dengan gejala kongesti hidung dan hambatan aliran udara pernafasan yang dominan dengan rinore yang minimal.

 

Diagnosis Banding

a.    Rhinitis alergika

b.    Rhinitis medikamentosa

c.     Rhinitis akut

 

Komplikasi

a.    Rhinitis akut, jika terjadi infeksi sekunder

b.    Sinusitis

 

Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan

a.    Menghindari faktor pencetus.

b.    Menghindari terlalu lama di tempat yang ber-AC

c.     Menghindari minum-minuman dingin

d.    Tatalaksana dengan terapi kortikosteroid topikal dapat diberikan, misalnya budesonid, 1-2 x/hari dengan dosis 100-200 mcg/hari. Dosis dapat ditingkatkan sampai 400 mcg/hari. Hasilnya akan terlihat setelah pemakaian paling sedikit selama 2 minggu. Saat ini terdapat kortikosteroid topikal baru dalam aqua seperti flutikason propionate dengan pemakaian cukup 1x/hari dengan dosis 200 mcg selama 1-2 bulan

e.    Pada kasus dengan rinorea yang berat, dapat ditambahkan antikolinergik topikal ipratropium bromide.

f.      Kauterisasi konka yang hipertofi dapat menggunakan larutan AgNO3 25% atau trikloroasetat pekat.

g.    Tatalaksana dengan terapi oral dapat menggunakan preparat simpatomimetik golongan agonis alfa sebagai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi antihistamin. Dekongestan oral : pseudoefedrin, fenilpropanol-amin, fenilefrin.

 

Konseling dan Edukasi

Memberitahu individu dan keluarga untuk:

a.    Menghindari faktor pencetus.

b.    Menghindari terlalu lama di tempat yang ber-AC dan mengurangi minuman dingin.

c.     Berhenti merokok.

d.    Menghindari faktor psikis seperti rasa cemas, tegang dan stress.

F. Diagram Alir

Memberikan tata laksana pada pasien sesuai hasil pemeriksaan

menulis hasil anamnesa, pemeriksaan dan diagnose ke rekam medic

 

menegakan diagnose berdasarkan hasil pemeriksaan

melakukan vital sign dan pemeriksaan fisik

Melakukan anamnesis pada pasien

 

 


menulis diagnose pasien ke buku register.

 

 

 


G. Hal-hal yang perlu diperhatikan

Kaji Ulang Untuk Ketepatan Diagnosia

H. Unit terkait

Ruang Pemeriksaan Umum.

I. Dokumen terkait

Rekam Medis

Catatan tindakan

J. Rekaman historis  perubahan

No

Yang diubah

Isi Perubahan

Tanggal mulai diberlakukan

 

 

 

 

 

 

 

G. Rekaman Historis:

No

Halaman

Yang dirubah

Perubahan

Diberlakukan Tanggal

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar