30 Dinkes Kab Defgh |
RHINITIS
VASOMOTOR |
Puskesmas Abcde |
|||
SOP |
Nomor |
: |
|||
Terbit ke |
: 01 |
||||
No.Revisi |
: 00 |
||||
Tgl.Diberlakukan |
: 2-01-2018 |
||||
Halaman |
: 1 / 2 |
||||
Ditetapkan
Kepala Puskesmas Abcde |
|
Kapus NIP. nipkapus |
|||
A. Pengertian |
Rhinitis vasomotor
adalah suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi,
eosinofilia, perubahan hormonal, dan pajanan obat (kontrasepsi oral,
antihipertensi, B-bloker, aspirin, klorpromazin, dan obat topikal hidung
dekongestan). Rhinitis ini digolongkan menjadi non-alergi bila adanya
alergi/allergen spesifik tidak dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan alergi yang
sesuai (anamnesis, tes cukit kulit, kadar antibodi Ig E spesifik serum).
Rhinitis non alergi dan mixed rhinitis lebih sering dijumpai pada
orang dewasa dibandingkan anak-anak, lebih sering dijumpai pada wanita dan
cenderung bersifat menetap. |
||||||||
B. Tujuan |
Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk penatalaksanaanpasien dengan rhinitis vasomotor |
||||||||
C. Kebijakan |
SK Kepala UPTD Puskesmas Abcde Nomor ... tentang Kebijakan Pelayanan
Klinis UPTD Puskesmas Abcde |
||||||||
D. Referensi |
Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07 / MENKES / 1186 / 2022 tentang
Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat
Pertama |
||||||||
E. Prosedur |
Anamnesis Keluhan Pasien datang dengan keluhan hidung tersumbat,
bergantian kiri dan kanan tergantung posisi tidur pasien. Pada pagi hari saat
bangun tidur, kondisi memburuk karena adanya perubahan suhu yang ekstrem,
udara yang lembab, dan karena adanya asap rokok. Gejala lain rhinitis vasomotor dapat berupa: a. Rinore
yang bersifat serous atau mukus, kadang-kadang jumlahnya agak banyak. b. Bersin-bersin
lebih jarang dibandingkan rhinitis alergika. c. Gejala
rhinitis vasomotor ini Faktor Predisposisi a. Obat-obatan
yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis antara lain: ergotamine,
chlorpromazine, obat anti hipertensi dan obat vasokonstriktor topikal. b. Faktor
fisik seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang
tinggi, serta bau yang menyengat (misalnya parfum) dan makanan yang pedas,
panas, serta dingin (misalnya es krim). c. Faktor
endokrin, seperti kehamilan, masa pubertas, pemakaian kontrasepsi oral, dan
hipotiroidisme. d. Faktor
psikis, seperti rasa cemas, tegang dan stress. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang
Sederhana Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan rinoskopi anterior: a. Tampak
gambaran edema mukosa hidung, konka berwarna merah gelap atau merah tua
tetapi dapat pula pucat. b. Permukaan
konka licin atau tidak rata. c. Pada
rongga hidung terlihat adanya sekret mukoid, biasanya jumlahnya tidak banyak.
Akan tetapi pada golongan rinore tampak sekret serosa yang jumlahnya sedikit
lebih banyak dengan konka licin atau berbenjol-benjol Pemeriksaan Penunjang Bila diperlukan dan dapat dilaksanakan di layanan
primer, yaitu: Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan rhinitis alergi. a. Kadar
eosinofil b. Tes
cukit kulit (skin prick test) c. Kadar
IgE spesifik Penegakan Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang bila diperlukan. Berdasarkan gejala yang menonjol, kelainan ini
dibedakan dalam 3 golongan, yaitu: a. Golongan
bersin (sneezer), gejala biasanya memberikan respon baik dengan terapi
antihistamin dan glukokortikoid topikal. b. Golongan
rinore (runners) dengan gejala rinore yang jumlahnya banyak. c. Golongan
tersumbat (blockers) dengan gejala kongesti hidung dan hambatan aliran
udara pernafasan yang dominan dengan rinore yang minimal. Diagnosis Banding a. Rhinitis
alergika b. Rhinitis
medikamentosa c. Rhinitis
akut Komplikasi a. Rhinitis
akut, jika terjadi infeksi sekunder b. Sinusitis
Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) Penatalaksanaan a. Menghindari
faktor pencetus. b. Menghindari
terlalu lama di tempat yang ber-AC c. Menghindari
minum-minuman dingin d. Tatalaksana
dengan terapi kortikosteroid topikal dapat diberikan, misalnya budesonid, 1-2
x/hari dengan dosis 100-200 mcg/hari. Dosis dapat ditingkatkan sampai 400
mcg/hari. Hasilnya akan terlihat setelah pemakaian paling sedikit selama 2
minggu. Saat ini terdapat kortikosteroid topikal baru dalam aqua seperti
flutikason propionate dengan pemakaian cukup 1x/hari dengan dosis 200 mcg
selama 1-2 bulan e. Pada
kasus dengan rinorea yang berat, dapat ditambahkan antikolinergik topikal
ipratropium bromide. f. Kauterisasi
konka yang hipertofi dapat menggunakan larutan AgNO3 25% atau trikloroasetat
pekat. g. Tatalaksana
dengan terapi oral dapat menggunakan preparat simpatomimetik golongan agonis
alfa sebagai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi
antihistamin. Dekongestan oral : pseudoefedrin, fenilpropanol-amin,
fenilefrin. Konseling dan Edukasi Memberitahu individu dan keluarga untuk: a. Menghindari
faktor pencetus. b. Menghindari
terlalu lama di tempat yang ber-AC dan mengurangi minuman dingin. c. Berhenti
merokok. d. Menghindari
faktor psikis seperti rasa cemas, tegang dan stress. |
||||||||
F. Diagram Alir |
Memberikan
tata laksana pada pasien sesuai hasil pemeriksaan menulis hasil
anamnesa, pemeriksaan dan diagnose ke rekam medic menegakan
diagnose berdasarkan hasil pemeriksaan melakukan
vital sign dan pemeriksaan fisik Melakukan anamnesis pada pasien menulis
diagnose pasien ke buku register. |
||||||||
G. Hal-hal yang perlu diperhatikan |
Kaji Ulang Untuk
Ketepatan Diagnosia |
||||||||
H. Unit terkait |
Ruang Pemeriksaan Umum. |
||||||||
I. Dokumen terkait |
Rekam Medis Catatan tindakan |
||||||||
J. Rekaman historis perubahan |
|
G. Rekaman Historis:
No |
Halaman |
Yang dirubah |
Perubahan |
Diberlakukan Tanggal |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar