48 Dinkes Kab Defgh |
GASTROENTERITIS (TERMASUK
KOLERA, GIARDIASIS) |
Puskesmas Abcde |
|||
SOP |
Nomor |
: |
|||
Terbit ke |
: 01 |
||||
No.Revisi |
: 00 |
||||
Tgl.Diberlakukan |
: 2-01-2018 |
||||
Halaman |
: 1 / 2 |
||||
Ditetapkan
Kepala Puskesmas Abcde |
|
Kapus NIP. nipkapus |
|||
A. Pengertian |
Gastroenteritis (GE) adalah peradangan mukosa lambung dan usus halus yang
ditandai dengan diare dengan frekuensi 3 kali atau lebih dalam waktu 24 jam.
Apabila diare > 30 hari disebut kronis. WHO (World Health Organization) mendefinisikan
diare akut sebagai diare yang biasanya berlangsung selama 3 – 7 hari tetapi
dapat pula berlangsung sampai 14 hari. Diare persisten adalah episode diare
yang diperkirakan penyebabnya adalah infeksi dan mulainya sebagai diare akut
tetapi berakhir lebih dari 14 hari, serta kondisi ini menyebabkan malnutrisi
dan berisiko tinggi menyebabkan kematian. Gastroenteritis lebih sering terjadi pada anak-anak karena daya tahan
tubuh yang belum optimal. Diare merupakan salah satu penyebab angka
morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada anak di bawah umur lima tahun di
seluruh dunia, yaitu mencapai 1 milyar kesakitan dan 3 juta kematian per
tahun. Penyebab gastroenteritis antara lain infeksi, malabsorbsi, keracunan
atau alergi makanan dan psikologis penderita. Infeksi yang menyebabkan GE akibat Entamoeba histolytica disebut
disentri, bila disebabkan oleh Giardia lamblia disebut giardiasis, sedangkan
bila disebabkan oleh Vibrio cholera disebut kolera. |
||||||||
B. Tujuan |
Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk penatalaksanaan pasien dengan
gastroenteritis termasuk kolera dan giardiasis |
||||||||
C. Kebijakan |
SK Kepala UPTD Puskesmas Abcde Nomor ... tentang Kebijakan Pelayanan
Klinis UPTD Puskesmas Abcde |
||||||||
D. Referensi |
Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07 / MENKES / 1186 / 2022 tentang
Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat
Pertama |
||||||||
E. Prosedur |
Anamnesis (Subjective) Keluhan Pasien datang
ke dokter karena buang air besar (BAB) lembek atau cair, dapat bercampur
darah atau lendir, dengan frekuensi 3 kali atau lebih dalam waktu 24 jam.
Dapat disertai rasa tidak nyaman di perut (nyeri atau kembung), mual dan
muntah serta tenesmus. Setiap kali
diare, BAB dapat menghasilkan volume yang besar (asal dari usus kecil) atau
volume yang kecil (asal dari usus besar). Bila diare disertai demam maka
diduga erat terjadi infeksi. Bila
terjadinya diare didahului oleh makan atau minum dari sumber yang kurang
higienenya, GE dapat disebabkan oleh infeksi. Riwayat bepergian ke daerah
dengan wabah diare, riwayat intoleransi laktosa (terutama pada bayi),
konsumsi makanan iritatif, minum jamu, diet cola, atau makan obat-obatan
seperti laksatif, magnesium hidroklorida, magnesium sitrat, obat jantung
quinidine, obat gout (kolkisin), diuretika (furosemid, tiazid), toksin
(arsenik, organofosfat), insektisida, kafein, metil xantine, agen endokrin
(preparat pengantian tiroid), misoprostol, mesalamin, antikolinesterase dan
obat-obat diet perlu diketahui. Selain itu, kondisi imunokompromais (HIV/AIDS) dan
demam tifoid perlu diidentifikasi. Pada pasien anak ditanyakan secara jelas gejala
diare: 1. Perjalanan
penyakit diare yaitu lamanya diare berlangsung, kapan diare muncul (saat
neonatus, bayi, atau anak-anak) untuk mengetahui, apakah termasuk diare
kongenital atau didapat, frekuensi BAB, konsistensi dari feses, ada tidaknya
darah dalam tinja 2. Mencari faktor-faktor risiko penyebab diare 3. Gejala penyerta: sakit perut, kembung, banyak
gas, gagal tumbuh. 4. Riwayat bepergian, tinggal di tempat penitipan
anak merupakan risiko untuk diare infeksi. Pemeriksaan
Fisik dan penunjang sederhana (Objective) 1. Pemeriksaan
Fisik : berat badan, suhu tubuh,frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta
tekanan darah 2. Menentukan
derajat dehidrasi Pada dewasa Pada
Anak-anak Penegakan Diagnosis (Assessment) Diagnosis Klinis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis (BAB cair
lebih dari 3 kali sehari) dan pemeriksaan fisik (ditemukan tanda-tanda
hipovolemik dan pemeriksaan konsistensi BAB). Untuk diagnosis defenitif
dilakukan pemeriksaan penunjang. Diagnosis Banding Demam tifoid, Kriptosporidia (pada penderita HIV),
Kolitis pseudomembran Komplikasi Syok hipovolemik Penatalaksanaan komprehensif (Plan) DEWASA 1. Memberikan cairan dan diet adekuat a. Pasien tidak dipuasakan dan diberikan cairan yang
adekuat untuk rehidrasi. b. Hindari susu sapi karena terdapat defisiensi
laktase transien. c. Hindari juga minuman yang mengandung alkohol atau
kafein, karena dapat meningkatkan motilitas dan sekresi usus. d. Makanan yang dikonsumsi sebaiknya yang tidak
mengandung gas, dan mudah dicerna. 2. Pasien diare yang belum dehidrasi dapat diberikan
obat antidiare untuk mengurangi gejala dan antimikroba untuk terapi
definitif. Pemberian terapi antimikroba
empirik diindikasikan pada pasien yang diduga mengalami infeksi bakteri
invasif, traveller’s diarrhea, dan imunosupresi. Antimikroba: pada GE akibat infeksi
diberikan antibiotik atau antiparasit, atau antijamur tergantung penyebabnya. Obat antidiare, antara lain: 1. Turunan opioid: Loperamid atau Tinktur opium. 2. Obat ini sebaiknya tidak diberikan pada pasien
dengan disentri yang disertai demam, dan penggunaannya harus dihentikan
apabila diare semakin berat walaupun diberikan terapi. 3. Bismut subsalisilat, hati-hati pada pasien
immunokompromais, seperti HIV, karena dapat meningkatkan risiko terjadinya bismuth
encephalopathy. 4. Obat yang mengeraskan tinja: atapulgit 4x2
tablet/ hari atau smectite 3x1 sachet diberikan tiap BAB encer sampai
diare stop. 5. Obat antisekretorik atau anti enkefalinase:
Racecadotril 3x1 Antimikroba, antara lain: 1. Golongan kuinolonyaitu Siprofloksasin 2 x 500
mg/hari selama 5- 7 hari, atau 2. Trimetroprim/Sulfametoksazol 160/800 2x 1
tablet/hari. 3. Apabila diare diduga disebabkan oleh Giardia,
Metronidazol dapat digunakan dengan dosis 3x500 mg/ hari selama 7 hari. 4. Bila diketahui etiologi dari diare akut, terapi
disesuaikan dengan etiologi. Bila
Terjadi dehidrasi sedang dan dehidrasi berat 1.Menentukan jenis cairan yang akan digunakan Pada diare akut awal yang
ringan, tersedia cairan oralit yang hipotonik dengan komposisi 29 gr glukosa,
3,5 gr NaCl, 2,5 gr Natrium bikarbonat dan 1,5 KCl setiap liter. Cairan ini
diberikan secara oral atau lewat selang nasogastrik. Cairan lain adalah
cairan ringer laktat dan NaCl 0,9% yang diberikan secara intravena. 2.Menentukan jumlah cairan yang
akan diberikan Kebutuhan
cairan = Skor X 10% X kgBB X 1 liter 3.Menentukan jadwal pemberian cairan: a. Dua jam pertama (tahap rehidrasi inisial): jumlah
total kebutuhan cairan skor Daldiyono
diberikan langsung dalam 2 jam ini agar tercapai rehidrasi optimal secepat
mungkin. b. Satu jam berikutnya/jam ke-3 (tahap ke-2)
pemberian diberikan berdasarkan kehilangan selama 2 jam pemberian cairan
rehidrasi inisial sebelumnya. Bila tidak ada syok atauskor Daldiyono kurang
dari 3 dapat diganti cairan per oral. c. Jam berikutnya pemberian cairan diberikan
berdasarkan kehilangan cairan melalui tinja dan insensible water loss.
Kondisi yang memerlukan evaluasi atau rujukan lebih
lanjut pada diare apabila ditemukan:
1. Diare memburuk /memberat atau diare menetap
setelah 7 hari, 2. Pasien dengan tanda-tanda toksik (dehidrasi,
disentri, demam ≥ 38,5oC, nyeri abdomen yang berat pada pasien usia di atas
50 tahun 3. Pasien usia lanjut 4. Muntah yang persisten 5. Perubahan status mental seperti lethargi, apatis,
irritable 6. Terjadinya outbreak pada komunitas 7. Pada pasien yang immunokompromais. ANAK Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana
diare pada balita adalah LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang
didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi
bukan satu-satunya cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus
serta mempercepat penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan
gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS DIARE yaitu: 1. Rehidrasi
menggunakan Oralit osmolalitas rendah Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan
mulai dari rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila
tidak tersedia berikan cairan rumah tangga seperti larutan air garam. Oralit
saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas
yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan
cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang.
Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan
untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus. Pemberian oralit didasarkan pada derajat dehidrasi
(Kemenkes RI, 2011). a. Diare tanpa dehidrasi Umur < 1 tahun: ¼ - ½ gelas setiap kali anak
mencret (50– 100 ml) Umur 1 – 4 tahun: ½-1 gelas setiap kali anak mencret
(100–200 ml) Umur diatas 5 Tahun: 1–1½ gelas setiap kali anak
mencret (200– 300 ml) Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus
diberikan dengan sendok dengan cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit.
Pemberian dengan botol tidak boleh dilakukan. Anak yang lebih besar dapat
minum langsung dari gelas. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit
kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit.
Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti. b. Diare dengan dehidrasi ringan sedang Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75
ml/ kg bb dan selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare
tanpa dehidrasi. c. Diare dengan dehidrasi berat Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera
dirujuk ke Puskesmas untuk diinfus. 2. Zinc
diberikan selama 10 hari berturut-turut Pemberian zinc selama diare terbukti mampu
mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air
besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare
pada 3 bulan berikutnya. Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi
Zinc segera saat anak mengalami diare. Dosis pemberian Zinc pada balita: • Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari
selama 10 hari. • Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari
selama 10 hari. Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare
sudah berhenti. Cara pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1
sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan pada anak diare. 3. Teruskan
pemberian ASI dan Makanan Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk
memberikan gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap
kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak
yang masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak
yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari
biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah
mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah
dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih
sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama
2 minggu untuk membantu pemulihan beratbadan. 4. Antibiotik
Selektif Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin
karena kecilnya kejadian diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri.
Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare dengan darah (sebagian
besar karena Shigellosis) dan suspek kolera Obat-obatan anti diare juga tidak boleh diberikan
pada anak yang menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti
muntah tidak dianjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah
dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar
menimbulkan efek samping yang berbahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti
protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit (amuba,
giardia) 5. Nasihat
kepada orang tua/pengasuh Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan
balita harus diberi nasehat tentang: a. Cara memberikan cairan dan obat di rumah b. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan
bila • Diare lebih sering • Muntah berulang • Sangat haus • Makan/minum sedikit • Timbul demam • Tinja berdarah • Tidak membaik dalam 3 hari. Konseling dan Edukasi Pencegahan diare menurut Pedoman Tatalaksana Diare
Departemen Kesehatan RI (2006) adalah sebagai berikut: 1. Pemberian ASI 2. Pemberian makanan pendamping ASI 3. Menggunakan air bersih yang cukup 4. Mencuci tangan 5. Menggunakan jamban 6. Membuang tinja bayi dengan benar 7. Pemberian imunisasi campak Kriteria Rujukan 1. Anak diare dengan dehidrasi berat dan tidak ada
fasilitas rawat inap dan pemasangan intravena. 2. Jika rehidrasi tidak dapat dilakukan atau
tercapai dalam 3 jam pertama penanganan. 3. Anak dengan diare persisten 4. Anak dengan syok hipovolemik Prognosis Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat
datang, ada/tidaknya komplikasi, dan pengobatannya, sehingga umumnya
prognosis adalah dubia ad bonam. Bila kondisi saat datang dengan
dehidrasi berat, prognosis dapat menjadi dubia ad malam. |
||||||||
F. Diagram Alir |
menegakan
diagnose berdasarkan hasil pemeriksaan Memberikan
tata laksana pada pasien sesuai hasil pemeriksaan menulis hasil
anamnesa, pemeriksaan dan diagnose ke rekam medic melakukan
vital sign dan pemeriksaan fisik Melakukan anamnesis pada pasien menulis
diagnose pasien ke buku register. |
||||||||
G. Hal-hal yang perlu diperhatikan |
Kaji
Ulang Untuk Ketepatan Diagnosia |
||||||||
H. Unit terkait |
Ruang
Pemeriksaan Umum |
||||||||
I. Dokumen terkait |
Rekam Medis Catatan tindakan |
||||||||
J.Rekaman historis perubahan |
|
G. Rekaman Historis:
No |
Halaman |
Yang dirubah |
Perubahan |
Diberlakukan Tanggal |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar