35 Dinkes Kab Defgh |
FARINGITIS
AKUT |
Puskesmas Abcde |
|||
SOP |
Nomor |
: |
|||
Terbit ke |
: 01 |
||||
No.Revisi |
: 00 |
||||
Tgl.Diberlakukan |
: 2-01-2018 |
||||
Halaman |
: 1 / 2 |
||||
Ditetapkan
Kepala Puskesmas Abcde |
|
Kapus NIP. nipkapus |
|||
A. Pengertian |
Faringitis merupakan peradangan
dinding faring yang
disebabkan oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma,
iritan, dan lain- lain.Anak-anak dan orang dewasa umumnya mengalami 3-5 kali
infeksi virus pada saluran pernafasan atas termasuk faringitis setiap
tahunnya. Faringitis akut biasanya merupakan bagian dari infeksi orofaring yaitu
tonsilofaringitis akut atau bagian dari influensa (Rinofaringitis). Penyebab : virus yang menyerang jaringan limfoid faring. Faktor pencetus atau yang memperberat iritasi makanan yang merangsang. Infeksi sekunder dapat terjadi oleh berbagai kuman seperti : golongan
streptokokus, stafilokokus, influensa dan kuman anaerob. |
||||||||
B. Tujuan |
Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk penatalaksanaanpasien dengan
faringitis akut |
||||||||
C. Kebijakan |
SK Kepala UPTD Puskesmas Abcde Nomor ... tentang Kebijakan Pelayanan
Klinis UPTD Puskesmas Abcde |
||||||||
D. Referensi |
Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07 / MENKES / 1186 / 2022 tentang
Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat
Pertama |
||||||||
E. Prosedur |
Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan 1.
Nyeri tenggorokan, terutama saat menelan 2.
Demam 3.
Sekret dari hidung 4.
Dapat disertai atau tanpa batuk 5.
Nyeri kepala 6. Mual 5.
Muntah 6. Rasa
lemah pada seluruh tubuh 7.
Nafsu makan berkurang Gejala khas berdasarkan jenisnya, yaitu: 1.
Faringitis viral (umumnya
oleh Rhinovirus): diawali dengan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian
timbul faringitis. Gejala lain demam disertai rinorea dan mual. 2.
Faringitis bakterial:
nyeri kepala hebat, muntah, kadang demam dengan suhu yang tinggi, jarang
disertai batuk, dan seringkali terdapat pembesaran KGB leher. 3.
Faringitis
fungal:terutama nyeri tenggorok dan nyeri menelan. 4.
Faringitis kronik
hiperplastik: mula-mula tenggorok kering, gatal dan akhirnya batuk yang
berdahak. 5.
Faringitis kronik atrofi:
umumnya tenggorokan kering dan tebal serta mulut berbau. 6.
Faringitis tuberkulosis:
nyeri hebat pada faring dan tidak berespon dengan pengobatan bakterial non
spesifik. 7.
Bila dicurigai faringitis
gonorea atau faringitis luetika, ditanyakan riwayat hubungan seksual,
terutama seks oral. Faktor Risiko 1.
Usia 3 – 14 tahun. 2.
Menurunnya daya tahan
tubuh. 3.
Konsumsi makanan dapat
mengiritasi faring 4.
Gizi kurang 5.
Iritasi kronik oleh
rokok, minum alkohol, makanan, refluks asam lambung, inhalasi uap yang
merangsang mukosa faring. 6.
Paparan udara yang
dingin. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Sederhana (Objective) Pemeriksaan Fisik 1.
Faringitis viral, pada
pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis, eksudat (virus influenza, coxsachievirus, cytomegalovirus tidak
menghasilkan eksudat). Pada coxsachievirus dapat timbul lesi vesikular di
orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash. 2.
Faringitis bakterial,
pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan
terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul
bercak petechiaepada palatum dan faring. Kadang ditemukan kelenjar
limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri pada penekanan. 3.
Faringitis fungal,
pada pemeriksaan tampak
plak putih di orofaring dan pangkal lidah, sedangkan mukosa
faring lainnya hiperemis. 4.
Faringitis kronik
hiperplastik, pada pemeriksaan tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring
dan hiperplasia lateral band. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding
posterior tidak rata
dan bergranular (cobble stone). 5.
Faringitis kronik atrofi,
pada pemeriksaan tampak mukosa faring 6.
ditutupi oleh lendir yang
kental dan bila diangkat tampak mukosa kering. 7.
Faringitis tuberkulosis,
pada pemeriksaan tampak granuloma perkejuan pada mukosa faring dan laring 8.
Faringitis luetika tergantung
stadium penyakit: a.
Stadium primer Pada lidah palatum mole, tonsil, dan dinding
posterior faring berbentuk bercak keputihan.
Bila infeksi berlanjut
timbul ulkus pada daerah faring seperti ulkus pada genitalia yaitu
tidak nyeri. Juga didapatkan pembesaran kelenjar mandibula b.
Stadium sekunder Stadium ini jarang ditemukan. Pada dinding
faring terdapat eritema yang menjalar ke arah laring. c.
Stadium tersier Terdapat guma. Predileksi pada tonsil dan
palatum. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan darah lengkap. 2. Pemeriksaan mikroskopik dengan pewarnaan
Gram. 3. Pada
dugaan adanya infeksi
jamur, dapat dilakukan
dengan pemeriksaan mikroskopik swab mukosa faring dengan pewarnaan
KOH. Penegakan Diagnostik (Assessment) Diagnosis Klinis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang bila diperlukan. Klasifikasi faringitis 1.
Faringitis Akut a.
Faringitis Viral Dapat disebabkan oleh rinovirus, adenovirus,
Epstein Barr Virus (EBV), virus influenza, coxsachievirus, cytomegalovirus,
dan lain-lain. Pada adenovirus juga menimbulkan gejala konjungtivitis
terutama pada anak. b.
Faringitis Bakterial Infeksi grup A stereptokokus beta hemolitikus
merupakan penyebab faringitis akut pada orang dewasa (15%) dan pada anak
(30%). Faringitis akibat infeksi bakteri
streptokokkus group A dapat diperkirakan dengan menggunakan Centor criteria,
yaitu : • Demam •
Anterior Cervical lymphadenopathy •
Eksudat tonsil • Tidak
ada batuk Tiap kriteria ini bila dijumpai di beri skor
1. Bila skor 0-1 maka pasien tidak mengalami faringitis akibat infeksi
streptokokkus group A, bila skor 1-3 maka pasien memiliki kemungkian 40%
terinfeksi streptokokkus group A dan bila skor 4 pasien memiliki kemungkinan
50% terinfeksi streptokokkus group A. c.
Faringitis Fungal Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut
dan faring. d.
Faringitis Gonorea Hanya
terdapat pada pasien yang melakukan kontak orogenital 2.
Faringitis Kronik a.
Faringitis Kronik Hiperplastik Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi
perubahan mukosa dinding posterior faring. b.
Faringitis Kronik Atrofi Faringitis
kronik atrofi sering
timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi.
Pada rhinitis atrofi,
udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembapannya
sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring. 3.
Faringitis Spesifik a.
Faringitis Tuberkulosis Merupakan proses sekunder dari tuberkulosis
paru. b. Faringitis Luetika Treponema
palidum dapat menimbulkan
infeksi di daerah faring, seperti
juga penyakit lues
di organ lain.
Gambaran klinik tergantung stadium penyakitnya. Komplikasi Tonsilitis, Abses peritonsilar, Abses
retrofaringeal, Gangguan fungsi tuba Eustachius, Otitis media akut,
Sinusitis, Laringitis, Epiglotitis, Meningitis, Glomerulonefritis akut, Demam
rematik akut, Septikemia Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) Penatalaksanaan 1. Istirahat cukup 2. Minum air putih yang cukup 3. Berkumur dengan
air yang hangat
dan berkumur dengan
obat kumur antiseptik untuk menjaga kebersihan mulut. Pada faringitis
fungal diberikan Nistatin 100.000-400.000 IU, 2 x/hari. Untuk faringitis
kronik hiperplastik terapi
lokal dengan melakukan kaustik faring dengan memakai zat
kimia larutan Nitras Argentin 25% 4. Untuk infeksi virus, dapat diberikan anti virus
Isoprinosine dengan dosis 60-100 mg/kgBB
dibagi dalam 4-6
x/hari pada orang dewasa dan pada anak <5 tahun
diberikan 50 mg/kgBB dibagi dalam 4-6 x/hari 5.
Untuk faringitis akibat
bakteri terutama bila diduga penyebabnya Streptococcus group
A, diberikan antibiotik Amoksisilin 50mg/kgBB dosis dibagi 3 x/hari selama 10
hari dan pada dewasa3x500 mg selama 6-10 hari atau Eritromisin 4x500 mg/hari. 6.
Pada faringitis gonorea,
dapat diberikan Sefalosporin generasi ke-3, seperti Seftriakson 2 gr IV/IM
single dose. 7. Pada faringitis kronik hiperplastik, penyakit hidung
dan sinus paranasal harus diobati. Pada faringitis kronik atrofi pengobatan
ditujukan pada rhinitis atrofi. Sedangkan, pada faringitis kronik hiperplastik
dilakukan kaustik 1 x/hari selama 3-5 hari. 8. Jika diperlukan dapat diberikan obat batuk antitusif
atau ekspektoran. 9. Analgetik-antipiretik 10. Selain
antibiotik, Kortikosteroid juga
diberikan untuk menekan reaksi inflamasi sehingga
mempercepat perbaikan klinis. Steroid yang diberikan dapat berupa
Deksametason 3 x 0,5 mg pada dewasa selama 3 hari dan pada anak-anak 0,01
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 x/hari selama 3 hari. Konseling dan Edukasi Memberitahu pasien dan keluarga untuk: 1.
Menjaga daya tahan tubuh
dengan mengkonsumsi makan bergizi dan olahraga teratur. 2.
Berhenti merokok bagi
anggota keluarga yang merokok. 3.
Menghindari makan makanan
yang dapat mengiritasi tenggorok. 4.
Selalu menjaga higiene mulut dan tangan Kriteria Rujukan 1. Faringitis
luetika 2. Bila
terjadi komplikasi |
||||||||
F. Diagram Alir |
Memberikan
tata laksana pada pasien sesuai hasil pemeriksaan menulis hasil
anamnesa, pemeriksaan dan diagnose ke rekam medic menegakan
diagnose berdasarkan hasil pemeriksaan melakukan
vital sign dan pemeriksaan fisik Melakukan anamnesis pada pasien menulis
diagnose pasien ke buku register. |
||||||||
G. Hal-hal yang perlu diperhatikan |
Kaji Ulang Untuk
Ketepatan Diagnosia |
||||||||
H. Unit terkait |
Ruang Pemeriksaan Umum. |
||||||||
I. Dokumen terkait |
Rekam Medis Catatan tindakan |
||||||||
J. Rekaman historis perubahan |
|
G. Rekaman Historis:
No |
Halaman |
Yang dirubah |
Perubahan |
Diberlakukan Tanggal |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
No comments:
Post a Comment