64 Dinkes Kab Defgh |
PIELONEFRITIS
TANPA KOMPLIKASI |
Puskesmas Abcde |
|||
SOP |
Nomor |
: |
|||
Terbit ke |
: 01 |
||||
No.Revisi |
: 00 |
||||
Tgl.Diberlakukan |
: 2-01-2023 |
||||
Halaman |
: 1 / 2 |
||||
Ditetapkan
Kepala Puskesmas Abcde |
|
Kapus NIP. nipkapus |
|||
A. Pengertian |
Pielonefritis akut (PNA) tanpa komplikasi adalah peradangan parenkim dan
pelvis ginjal yang berlangsung akut. Tidak ditemukan data yang akurat
mengenai tingkat insidens PNA nonkomplikata di Indonesia. Pielonefritis akut
nonkomplikata jauh lebih jarang dibandingkan sistitis (diperkirakan 1 kasus pielonefritis
berbanding28 kasus sistitis). |
||||||||
B. Tujuan |
Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk penatalaksanaan pasien
dengan pielonefritis
tanpa komplikasi |
||||||||
C. Kebijakan |
SK Kepala UPTD Puskesmas Abcde Nomor ... tentang Kebijakan Pelayanan
Klinis UPTD Puskesmas Abcde |
||||||||
D. Referensi |
Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07 / MENKES / 1186 / 2022 tentang
Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat
Pertama |
||||||||
E. Prosedur |
Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan 1.
Onset penyakit akut dan
timbulnya tiba-tiba dalam beberapa jam atau hari 2.
Demam dan menggigil 3.
Nyeri pinggang,
unilateral atau bilateral 4.
Sering disertai gejala
sistitis, berupa: frekuensi, nokturia, disuria, urgensi, dan nyeri suprapubik 5.
Kadang disertai pula
dengan gejala gastrointestinal, seperti: mual, muntah, diare, atau nyeri
perut Faktor Risiko Faktor risiko PNA serupa dengan faktor risiko
penyakit infeksi saluran kemih lainnya, yaitu: 1.
Lebih sering terjadi pada
wanita usia subur 2.
Sangat jarang
terjadi pada pria
berusia <50 tahun,
kecuali homoseksual 3.
Koitus per rektal 4.
HIV/AIDS 5.
Adanya penyakit
obstruktif urologi yang
mendasari misalnya tumor,
striktur, batu saluran kemih, dan pembesaran prostat 6.
Pada anak-anakdapat terjadi
bila terdapat refluks vesikoureteral Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Sederhana (Objective) Tampilan klinis tiap pasien dapat bervariasi,
mulai dari yang ringan hingga
menunjukkan tanda dan gejala menyerupai
sepsis. Pemeriksaan fisik menunjukkan tanda-tanda di bawah ini: 1.
Demam dengan suhu biasanya mencapai >38,5oC 2.
Takikardi 3.
Nyeri ketok pada sudut kostovertebra, unilateral atau bilateral 4.
Ginjal seringkali tidak dapat dipalpasi karena adanya nyeri tekan dan
spasme otot 5. Dapat
ditemukan nyeri tekan pada area suprapubik 6.
Distensi abdomen dan bising usus menurun (ileus paralitik) Pemeriksaan Penunjang Sederhana 1.
Urinalisis Urin porsi tengah (mid-stream urine) diambil
untuk dilakukan pemeriksaan dip-stick dan mikroskopik. Temuan yang
mengarahkan kepada PNA adalah: a. Piuria,
yaitu jumlah leukosit
lebih dari 5
– 10 /
lapang pandang besar (LPB) pada pemeriksaan mikroskopik tanpa / dengan
pewarnaan Gram, atau leukosit esterase (LE) yang positif pada pemeriksaan
dengan dip-stick. b.
Silinder leukosit, yang merupakan tanda patognomonik dari PNA, yang dapat ditemukan pada pemeriksaan
mikroskopik tanpa/dengan pewarnaan Gram. c. Hematuria, yang umumnya mikroskopik, namun
dapat pula gross. Hematuria biasanya muncul pada fase akut dari PNA. Bila
hematuria terus terjadi walaupun infeksi telah tertangani, perlu dipikirkan
penyakit lain, seperti batu saluran kemih, tumor, atau tuberkulosis. d.
Bakteriuria bermakna, yaitu > 104
koloni/ml, yang nampak lewat pemeriksaan mikroskopik tanpa /dengan
pewarnaan Gram. Bakteriuria juga
dapat dideteksi lewat
adanya nitrit pada pemeriksaan
dengan dip-stick. 2.
Kultur urin dan tes sentifitas-resistensi antibiotik Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui etiologi dan sebagai
pedoman pemberian antibiotik dan
dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan rujukan
lanjutan. 3.
Darah perifer dan hitung jenis Pemeriksaan ini dapat menunjukkan adanya
leukositosis dengan predominansi neutrofil. 4.
Kultur darah Bakteremia terjadi pada sekitar 33% kasus,
sehingga pada kondisi tertentu pemeriksaan ini juga dapat dilakukan. 5. Foto
polos abdomen (BNO) Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan
adanya obstruksi atau batu di saluran kemih. Penegakan Diagnosis (Assessment) Diagnosis
ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang sebagaimana telah
dijelaskan sebelumnya. Diagnosis banding: Uretritis akut, Sistitis akut, Akut abdomen,
Appendisitis, Prostatitis bakterial akut, Servisitis, Endometritis, Pelvic
inflammatory disease Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) 1.
Non-medikamentosa a.
Identifikasi dan meminimalkan faktor risiko b. Tatalaksana kelainan obstruktif yang ada c.
Menjaga kecukupan hidrasi 2.
Medikamentosa a.
Antibiotika empiris Antibiotika parenteral: Pilihan antibiotik parenteral untuk
pielonefritis akut nonkomplikata antara lain ceftriaxone, cefepime, dan
fluorokuinolon (ciprofloxacin dan levofloxacin). Jika dicurigai infeksi
enterococci berdasarkan pewarnaan Gram yang menunjukkan basil Gram positif,
maka ampisillin yang dikombinasi dengan Gentamisin, Ampicillin Sulbaktam, dan
Piperacillin Tazobactam merupakan pilihan empiris spektrum luas yang
baik.Terapi antibiotika parenteral
pada pasien dengan pielonefritis
akut nonkomplikata dapat diganti dengan obat oral setelah 24-48 jam, walaupun
dapat diperpanjang jika gejala
menetap. Antibiotika oral: Antibiotik oral empirik awal untuk pasien
rawat jalan adalah fluorokuinolon
untuk basil Gram
negatif. Untuk dugaan penyebab lainnya dapat digunakan Trimetoprim- sulfametoxazole. Jika
dicurigai enterococcus, dapat diberikan Amoxicilin sampai didapatkan organisme penyebab. Sefalosporin generasi kedua
atau ketiga juga efektif, walaupun data yang mendukung masih sedikit. Terapi
pyeolnefritis akut nonkomplikata
dapat diberikan selama
7 hari untuk
gejala klinis yang ringan
dan sedang dengan
respons terapi yang baik. Pada kasus yang menetap atau
berulang, kultur harus dilakukan. Infeksi berulang ataupun menetap diobati
dengan antibiotik yang terbukti sensitif selama 7 sampai 14 hari. Penggunaan
antibiotik selanjutnya dapat disesuaikan dengan hasil tes sensitifitas
dan resistensi. b.
Simtomatik Obat simtomatik dapat diberikan sesuai dengan
gejala klinik yang dialami pasien, misalnya: analgetik-antipiretik, dan anti-
emetik. Konseling dan Edukasi 1.
Dokter perlu menjelaskan
mengenai penyakit, faktor risiko, dan cara-cara pencegahan berulangnya PNA. 2.
Pasien seksual
aktif dianjurkan untuk
berkemih dan membersihkan
organ kelamin segera setelah koitus. 3.
Pada pasien yang gelisah,
dokter dapat memberikan assurance bahwa PNA non-komplikata dapat ditangani
sepenuhnya dgn antibiotik yang tepat. Rencana Tindak Lanjut 1.
Apabila respons klinik
buruk setelah 48 – 72 jam terapi, dilakukan re-evaluasi adanya
faktor-faktor pencetus komplikasi dan efektifitas obat. 2.
Urinalisis dengan
dip-stick urin dilakukan
pasca pengobatan untuk menilai
kondisi bebas infeksi. Kriteria Rujukan Dokter
di fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama
perlu merujuk ke layanan tingkat lanjutan pada kondisi-kondisi
berikut: 1.
Ditemukan tanda-tanda
urosepsis pada pasien. 2.
Pasien tidak
menunjukkan respons yang
positif terhadap pengobatan
yang diberikan. 3.
Terdapat kecurigaan
adanya penyakit urologi
yang mendasari, misalnya: batu
saluran kemih, striktur, atau tumor. Peralatan 1. Pot
urin 2.
Urine dip-stick 3.
Mikroskop 4.
Object glass, cover glass 5.
Pewarna Gram Prognosis 1. Ad vitam :
Bonam 2. Ad functionam : Bonam 3. Ad sanationam : Bonam |
||||||||
F. Diagram Alir |
Memberikan
tata laksana pada pasien sesuai hasil pemeriksaan menulis hasil
anamnesa, pemeriksaan dan diagnose ke rekam medic menegakan
diagnose berdasarkan hasil pemeriksaan melakukan
vital sign dan pemeriksaan fisik Melakukan anamnesis pada pasien menulis
diagnose pasien ke buku register. |
||||||||
G. Hal-hal yang perlu diperhatikan |
Kaji
Ulang Untuk Ketepatan Diagnosia |
||||||||
H. Unit terkait |
Ruang
Pemeriksaan Umum |
||||||||
I. Dokumen terkait |
Rekam Medis Catatan tindakan |
||||||||
J.Rekaman historis perubahan |
|
G. Rekaman Historis:
No |
Halaman |
Yang dirubah |
Perubahan |
Diberlakukan Tanggal |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar