Monday, April 10, 2023

Standar Akreditasi Puskesmas KMK No. 165 tahun 2023

 

A.                 BAB I KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN PUSKESMAS (KMP)

1.  Standar 1.1 Perencanaan dan kemudahan akses bagi pengguna layanan.

Perencanaan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dilakukan secara terpadu yang berbasis wilayah kerja Puskesmas bersama dengan lintas program dan lintas sektor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta dalam pelaksanaan kegiatan harus memperhatikan kemudahan akses pengguna layanan. Perencanaan Puskesmas dan jenis-jenis pelayanan yang disediakan mempertimbangkan visi, misi, tujuan, tata nilai, hasil analisis kebutuhan dan harapan masyarakat, hasil analisis peluang pengembangan pelayanan, hasil analisis risiko pelayanan, dan hasil analisis data kinerja serta umpan balik dari dinas kesehatan daerah kabupaten/kota. Puskesmas mudah diakses oleh pengguna layanan untuk mendapat pelayanan sesuai kebutuhan, mendapat informasi tentang pelayanan, dan untuk menyampaikan umpan balik serta mendapatkan dukungan dari lintas program dan lintas sektor.

   a. Kriteria 1.1.1

Puskesmas wajib menyediakan jenis-jenis pelayanan yang ditetapkan berdasarkan visi, misi, tujuan, tata nilai, hasil analisis kebutuhan dan harapan masyarakat, hasil analisis peluang pengembangan pelayanan, hasil analisis risiko pelayanan, hasil analisis data kinerja, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang dituangkan dalam perencanaan.

   1)    Pokok Pikiran:

a)  Puskesmas sebagai unit pelaksana teknis daerah bidang kesehatan yang bersifat fungsional dan unit layanan yang bekerja profesional harus memiliki visi, misi, tujuan dan tata nilai sesuai ketentuan yang berlaku yang sejalan dengan visi, misi presiden dan pemerintah daerah.

b)  Puskesmas wajib menyediakan pelayanan sesuai dengan visi, misi, tujuan, tata nilai, hasil analisis kebutuhan dan harapan masyarakat, hasil analisis peluang pengembangan pelayanan, hasil analisis risiko pelayanan, hasil analisis data kinerja, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

c)  Untuk mendapatkan hasil analisis kebutuhan dan harapan masyarakat perlu dilakukan analisis situasi data kinerja Puskesmas dan data status kesehatan masyarakat di wilayah kerja termasuk hasil pelaksanaan PIS-PK yang disusun secara terpadu yang berbasis wilayah kerja Puskesmas.

d)  Jenis data kinerja Puskesmas dan data status kesehatan masyarakat di wilayah kerja serta tahapan analisis merujuk pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang manajemen Puskesmas dan sistem informasi Puskesmas.

e)  Kebutuhan dan harapan masyarakat perihal pelayanan kesehatan tidak sama antara daerah satu dengan daerah lain. Prioritas masalah kesehatan dapat berbeda antardaerah. Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi dan analisis peluang pengembangan pelayanan Puskesmas serta perbaikan mutu dan kinerja.

f)   Dalam penyelenggaraan pelayanan, baik UKM, UKP, laboratorium, dan kefarmasian, risiko yang pernah terjadi maupun berpotensi terjadi perlu diidentifikasi, dianalisis, dan dikelola agar pelayanan yang disediakan aman bagi masyarakat, petugas, dan lingkungan.

g)  Hasil analisis risiko pelayanan harus dipertimbangkan dalam proses perencanaan, sehingga upaya pencegahan dan mitigasi risiko sudah direncanakan sejak awal serta disediakan sumber daya yang memadai untuk pencegahan dan mitigasi risiko tersebut.

h)  Hasil identifikasi dan analisis untuk menetapkan jenis pelayanan dan penyusunan perencanaan Puskesmas terdiri atas:

a) hasil identifikasi dan analisis kebutuhan dan harapan masyarakat,

b) hasil identifikasi dan analisis peluang pengembangan pelayanan, dan

c) hasil identifikasi dan analisis risiko pelayanan, baik KMP, UKM, maupun UKP, laboratorium, dan kefarmasian, termasuk risiko terkait bangunan, prasarana, dan peralatan Puskesmas.

i)   Agar Puskesmas dapat mengelola upaya kesehatan dengan baik dan berkesinambungan dalam mencapai tujuannya, Puskesmas harus menyusun rencana kegiatan untuk periode 5 (lima) tahunan yang selanjutnya akan dirinci lagi ke dalam rencana tahunan Puskesmas yang berupa rencana usulan kegiatan (RUK) dan rencana pelaksanaan kegiatan (RPK) sesuai siklus perencanaan anggaran daerah.

j)   Perencanaan Puskesmas dilakukan secara terpadu, baik KMP, upaya kesehatan masyarakat (UKM), upaya kesehatan perseorangan (UKP), laboratorium, dan kefarmasian, serta disusun bersama dengan sektor terkait dan masyarakat.

k)  Rencana usulan kegiatan (RUK) disusun secara terintegrasi oleh tim manajemen Puskesmas yang akan dibahas dalam musrenbang desa dan musrenbang kecamatan untuk kemudian diusulkan ke dinas kesehatan daerah kabupaten/kota.

l)   Penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan (RPK) tahunan dilakukan berdasarkan:

(1) alokasi anggaran sesuai dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) yang disetujui oleh dinas kesehatan daerah kabupaten/kota;

(2) RUK yang diusulkan, dan

(3) situasi pada saat penyusunan RPK tahunan.

m)   RPK tahunan dirinci menjadi RPK bulanan bersama target pencapaiannya dan direncanakan kegiatan pengawasan dan pengendaliannya.

n)  Penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan bulanan dilakukan berdasarkan hasil perbaikan proses pelaksanaan kegiatan dan hasil-hasil pencapaian terhadap indikator kinerja yang ditetapkan.

o)  Rencana, baik rencana lima tahunan dan RPK dimungkinkan untuk diubah/disesuaikan dengan kebutuhan saat itu apabila dalam hasil analisis pengawasan dan pengendalian kegiatan dijumpai kondisi tertentu, termasuk perubahan kebijakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

p)  Revisi terhadap rencana harus dilakukan dengan alasan yang tepat sebagai upaya pencapaian yang optimal dari kinerja Puskesmas.

q)  Untuk Puskesmas Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), penyusunan rencana lima tahunan dan rencana tahunan harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait BLUD.

   2) Elemen Penilaian:

a)     Ditetapkan visi, misi, tujuan, dan tata nilai Puskesmas yang menjadi acuan dalam penyelenggaraan Puskesmas mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan hingga evaluasi kinerja Puskesmas (R).

b)    Ditetapkan jenis-jenis pelayanan yang disediakan berdasarkan hasil identifikasi dan analisis sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (R,D,W).

c)     Rencana lima tahunan Puskesmas disusun dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor berdasarkan pada rencana strategis dinas kesehatan daerah kabupaten/kota (R,D,W).

d)    Rencana usulan kegiatan (RUK) disusun dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor berdasarkan rencana lima tahunan Puskesmas, hasil analisis kebutuhan dan harapan masyarakat, dan hasil analisis data kinerja (R,D,W).

e)     Rencana pelaksanaan kegiatan (RPK) tahunan Puskesmas disusun bersama lintas program sesuai dengan alokasi anggaran yang ditetapkan oleh dinas kesehatan daerah kabupaten/kota (R,D,W).

f)      Rencana pelaksanaan kegiatan bulanan disusun sesuai dengan rencana pelaksanaan kegiatan tahunan serta hasil pemantauan dan capaian kinerja bulanan (R,D,W).

g)     Apabila ada perubahan kebijakan pemerintah dan/atau pemerintah daerah, dilakukan revisi perencanaan sesuai kebijakan yang ditetapkan (R,D,W).


 

   b. Kriteria 1.1.2

Masyarakat sebagai penerima manfaat layanan lintas program dan lintas sektor mendapatkan kemudahan akses informasi tentang hak dan kewajiban pasien, jenis-jenis pelayanan, dan kegiatan-kegiatan Puskesmas serta akses terhadap pelayanan dan akses penyampaian umpan balik.

1) Pokok Pikiran:

a)  Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) wajib menyediakan pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan kebutuhan dan harapan masyarakat.

b)  Puskesmas harus mudah diakses oleh masyarakat, baik informasi, pelaksana maupun pelayanan, ketika masyarakat membutuhkan pelayanan preventif, promotif, kuratif, dan/atau rehabilitatif sesuai dengan kemampuan Puskesmas.

c)  Puskesmas harus melakukan identifikasi dan menyampaikan informasi tentang hak dan kewajiban pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, jenis-jenis pelayanan yang dilengkapi dengan jadwal pelaksanaannya kepada pasien/pengguna layanan. Pasien juga diberikan informasi tentang kewajiban mereka untuk memberikan informasi yang akurat kepada petugas dan menghormati hak-hak petugas. Yang dimaksud dengan pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung di fasilitas pelayanan kesehatan.

d)  Dalam memberikan asuhan, petugas harus menghormati hak-hak pasien yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, seluruh petugas diberikan sosialisasi tentang regulasi dan perannya dalam implementasi pemenuhan hak dan kewajiban pasien untuk berpartisipasi dalam proses asuhannya.

e)  Pelayanan yang disediakan oleh Puskesmas dan jaringannya perlu diketahui oleh masyarakat sebagai pengguna layanan, lintas program dan sektor terkait untuk meningkatkan kerja sama dan saling memberi dukungan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dan upaya lain yang terkait dengan kesehatan dan untuk mengupayakan pembangunan berwawasan kesehatan. Yang dimaksud dengan pengguna layanan adalah individu yang menerima manfaat layanan, baik layanan kesehatan perseorangan maupun layanan kesehatan masyarakat.

f)   Untuk memudahkan penyampaian informasi kepada masyarakat dalam upaya memudahkan akses terhadap pelayanan, dapat digunakan berbagai strategi komunikasi, antara lain dengan menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti, memanfaatkan teknologi informasi yang dikenal oleh masyarakat, dan memperhatikan tata nilai budaya yang ada. Penyampaian informasi dapat dilakukan melalui berbagai media yang dikenal oleh masyarakat, seperti papan pengumuman, penanda arah, media cetak, telepon, short message service (sms), media elektronik, media sosial, atau internet.

g)  Mekanisme untuk menerima umpan balik terkait kemudahan akses dan usulan perbaikan terhadap pelayanan dari pengguna layanan diperlukan untuk perbaikan sistem pelayanan dan penyelenggaraan upaya Puskesmas.

h)  Tersedia mekanisme untuk menyelesaikan aduan/keluhan pengguna layanan yang terdokumentasi dengan aturan yang telah ditetapkan dan dapat diakses oleh publik.

i)   Kepuasan pengguna layanan adalah hasil pendapat dan penilaian pengguna layanan terhadap kinerja pelayanan yang diberikan oleh Puskesmas, sedangkan kepuasan pasien adalah hasil pendapat dan penilaian pasien terhadap kinerja pelayanan yang diberikan oleh Puskesmas. Kepuasan pengguna layanan/pasien dapat dicapai apabila pelayanan yang diberikan sesuai atau melampaui harapan pengguna layanan/pasien. Untuk itu, perlu dilakukan penilaian kepuasan pengguna layanan/pasien secara berkala serta ditindaklanjuti.

   2) Elemen Penilaian:

a)     Ditetapkan kebijakan tentang hak dan kewajiban pasien (R).

b)    Dilakukan sosialisasi tentang hak dan kewajiban pasien serta jenis-jenis pelayanan yang disediakan oleh Puskesmas kepada pengguna layanan dan kepada petugas dengan menggunakan strategi komunikasi yang ditetapkan Puskesmas (R,D,O,W).

c)     Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut kepatuhan petugas dalam implementasi pemenuhan hak dan kewajiban pasien, dan hasil sosialisasi jenis-jenis pelayanan yang disediakan oleh Puskesmas kepada pengguna layanan (D,O,W).

d)    Dilakukan upaya untuk memperoleh umpan balik pengguna layanan dan pengukuran kepuasan pasien serta penanganan aduan/keluhan dari pengguna layanan maupun tindak lanjutnya yang didokumentasikan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan dan dapat diakses oleh publik (R,D,O,W).


 

 

2. Standar 1.2 Tata kelola organisasi.

Tata kelola organisasi Puskesmas dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Tata kelola organisasi Puskesmas meliputi struktur organisasi, pengendalian dokumen, pengelolaan jaringan pelayanan dan jejaring, serta manajemen data dan informasi.

a. Kriteria 1.2.1

Struktur organisasi ditetapkan dengan kejelasan tugas, wewenang, tanggung jawab, tata hubungan kerja, dan persyaratan jabatan.

1) Pokok Pikiran:

a)  Agar dapat menjalankan tugas pokok dan fungsi organisasi, perlu disusun struktur organisasi Puskesmas yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

b)  Untuk tiap jabatan yang ada dalam struktur organisasi yang telah ditetapkan perlu ada kejelasan tugas, wewenang, tanggung jawab, dan persyaratan jabatan.

c)  Perlu dilakukan pengaturan terhadap tata hubungan kerja di dalam struktur organisasi yang ditetapkan.

d)  Pengisian jabatan dalam struktur organisasi tersebut dilaksanakan berdasarkan persyaratan jabatan oleh kepala Puskesmas dengan menetapkan penanggung jawab masing-masing upaya.

e)  Efektivitas struktur dan pengisian jabatan perlu dikaji ulang secara periodik oleh Puskesmas untuk menyempurnakan struktur yang ada dan efektivitas organisasi agar sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan.

f)   Puskesmas dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya harus mengikuti kode etik perilaku (code of conduct) yang berlaku untuk seluruh pegawai yang bekerja di Puskesmas dan ditetapkan oleh kepala Puskesmas. Kode etik perilaku yang ditetapkan mencerminkan visi, misi, tujuan, dan tata nilai Puskesmas serta budaya keselamatan. Kode etik perilaku harus disosialisasikan kepada seluruh pegawai Puskesmas. Evaluasi terhadap pelaksanaan kode etik perilaku dilakukan sekurang-kurangnya setahun sekali. Evaluasi dapat dilakukan dengan metode penilaian kinerja, termasuk penilaian perilaku pegawai yang didasarkan baik perilaku yang sesuai dengan tata nilai maupun perilaku yang sesuai dengan kode etik. Hasil evaluasi tersebut ditindaklanjuti dengan langkah-langkah agar pelaksanaan kode etik perilaku pegawai semakin optimal.

g)  Sebagai wujud akuntabilitas dalam penyelenggaraan pelayanan di Puskesmas, perlu ditetapkan kebijakan dan prosedur pendelegasian wewenang dari kepala Puskesmas kepada penanggung jawab upaya, dari penanggung jawab upaya kepada koordinator pelayanan, dan dari koordinator pelayanan kepada pelaksana kegiatan kepada pelaksana kegiatan apabila meninggalkan tugas atau terdapat kekosongan pengisian jabatan yang ditetapkan oleh kepala Puskesmas sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pendelegasian wewenang yang dimaksud adalah pendelegasian manajerial.

   2) Elemen Penilaian:

a)     Kepala Puskesmas menetapkan penanggung jawab dan koordinator pelayanan Puskesmas sesuai struktur organisasi yang ditetapkan (R).

b)    Ditetapkan kode etik perilaku yang berlaku untuk seluruh pegawai yang bekerja di Puskesmas serta dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaannya dan dilakukan tindak lanjutnya (R,D,W).

c)     Terdapat kebijakan dan prosedur yang jelas dalam pendelegasian wewenang manajerial dari kepala Puskesmas kepada penanggung jawab upaya, dari penanggung jawab upaya kepada koordinator pelayanan, dan dari koordinator pelayanan kepada pelaksana kegiatan (R,D).


 

b. Kriteria 1.2.2

Kebijakan, pedoman/panduan, prosedur, dan kerangka acuan terkait pelaksanaan kegiatan, disusun, didokumentasikan, dan dikendalikan serta didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk pengendalian dokumen bukti pelaksanaan kegiatan.

1) Pokok Pikiran:

a)  Dalam menyusun kebijakan, pedoman/panduan, prosedur, dan kerangka acuan didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau berbasis bukti ilmiah terkini.

b)  Berbasis bukti ilmiah terkini dapat dibuktikan dengan mengacu pada referensi yang ter-update.

c)  Untuk menyusun, mendokumentasikan, dan mengendalikan seluruh dokumen yang ada di Puskesmas perlu disusun pedoman tata naskah Puskesmas.

d)  Pedoman tata naskah Puskesmas berfungsi sebagai acuan dalam penyusunan dokumen, meliputi:

(1)   dokumen regulasi (kebijakan, pedoman/panduan, prosedur, dan kerangka acuan);

(2)   dokumen eksternal; dan

(3)   dokumen bukti rekaman pelaksanaan kegiatan.

e)  Pedoman tata naskah Puskesmas mengatur, antara lain:

(1)   penyusunan, tinjauan, dan pengesahan dokumen regulasi internal oleh kepala Puskesmas;

(2)   proses tinjauan dokumen regulasi internal dilakukan secara berkala dan selanjutnya dilakukan pengesahan oleh kepala Puskesmas;

(3)   pengendalian dokumen dilakukan untuk memastikan dokumen regulasi internal termuktahir yang tersedia di unit-unit pelayanan;

(4)   perubahan dokumen harus diidentifikasi, salah satunya melalui riwayat perubahan dalam dokumen regulasi internal;

(5)   pemeliharaan dokumen meliputi penataan dan penyimpanan sesuai dengan pengkodean dalam ketentuan peraturan perundang-undangan untuk memastikan identitas dan keterbacaan dokumen;

(6)   pengelolaan dokumen eksternal meliputi pencatatan, penataan, dan penyimpanan sesuai dengan pengkodean dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;

(7)   pengaturan masa penyimpanan (retensi) dokumen yang kedaluwarsa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dengan tetap menjamin agar dokumen tersebut tidak disalahgunakan; dan

(8)   penyediaan alur penyusunan dan pendistribusian dokumen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

f)   Penyusunan pedoman tata naskah Puskesmas dapat merujuk pada kebijakan masing-masing daerah dan/atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait tata naskah dinas.

g)  Seluruh pegawai harus menggunakan kebijakan, pedoman/ panduan, kerangka acuan, dan prosedur yang telah ditetapkan untuk pelaksanaan kegiatan baik KMP, UKM, UKP, laboratorium, dan kefarmasian.

h)  Penyusunan kebijakan, pedoman/panduan, kerangka acuan, dan prosedur masing-masing pelayanan mengacu pada ketentuan peraturan perundangundangan dan/atau pedoman yang dikeluarkan oleh organisasi profesi terkait.

i)   Masing-masing pelayanan kesehatan perseorangan harus menyusun prosedur pelayanan kesehatan perseorangan yang mengacu pada Pedoman Pelayanan Kedokteran dan Panduan Praktik Klinis.

   2) Elemen Penilaian:

a)  Ditetapkan pedoman tata naskah Puskesmas (R).

b)  Ditetapkan kebijakan, pedoman/panduan, prosedur, dan kerangka acuan untuk KMP, penyelenggaraan UKM serta penyelenggaraan UKP, laboratorium, dan kefarmasian yang didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau berbasis bukti ilmiah terkini (R,W).

c)  Dilakukan pengendalian, penataan, dan distribusi dokumen sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan (R,D,O,W).


 

c.  Kriteria 1.2.3

Jaringan pelayanan dan jejaring di wilayah kerja Puskesmas dikelola dan dioptimalkan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kepada masyarakat.

1)  Pokok Pikiran:

a)    Puskesmas perlu mengidentifikasi jaringan pelayanan dan jejaring yang ada di wilayah kerja Puskesmas untuk optimalisasi koordinasi dan/atau rujukan di bidang upaya kesehatan.

b)    Yang dimaksud jaringan pelayanan dan jejaring Puskesmas adalah sebagaimana yang diatur dalam peraturan yang mengatur tentang Puskesmas.

c)     Kepala Puskesmas dan penanggung jawab upaya/kegiatan Puskesmas mempunyai kewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap jaringan pelayanan dan jejaring yang ada di wilayah kerja Puskesmas agar jaringan pelayanan dan jejaring tersebut dapat memberikan kontribusi terhadap penyelenggaraan UKM, UKP, laboratorium, dan kefarmasian yang mudah diakses oleh masyarakat.

d)    Program pembinaan meliputi aspek KMP, UKM, UKP, laboratorium, dan kefarmasian, termasuk pembinaan ketenagaan, sarana prasarana, dan pembiayaan dalam upaya pemberian pelayanan yang bermutu.

e)     Indikator kinerja pembinaan jaringan dan jejaring Puskesmas ditetapkan oleh kepala Puskesmas. Indikator tersebut digunakan untuk menilai sejauh mana cakupan dan keberhasilan pelaksanaan program pembinaan tersebut.

2)  Elemen Penilaian:

a)     Ditetapkan indikator kinerja pembinaan jaringan pelayanan dan jejaring Puskesmas (R).

b)     Dilakukan identifikasi jaringan pelayanan dan jejaring di wilayah kerja Puskesmas untuk optimalisasi koordinasi dan/atau rujukan di bidang upaya kesehatan (D).

c)     Disusun dan dilaksanakan program pembinaan terhadap jaringan pelayanan dan jejaring Puskesmas dalam rangka mencapai indikator kinerja pembinaan dengan jadwal dan penanggung jawab yang jelas (R,D,W).

d)     Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pencapaian indikator kinerja pembinaan jaringan pelayanan dan jejaring Puskesmas (D).

                  
Kriteria 1.2.4

Puskesmas menjamin ketersediaan data dan informasi melalui penyelenggaraan sistem informasi Puskesmas.

3)        Pokok Pikiran:

a)     Dalam upaya meningkatkan status kesehatan di wilayah kerjanya, Puskesmas menyediakan data dan informasi sebagai bahan pengambilan keputusan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, maupun pengambilan keputusan pada tingkat kebijakan di dinas kesehatan daerah kabupaten/kota termasuk penyampaian informasi kepada masyarakat dan pihak terkait.

b)    Ketersediaan data dan informasi akan memudahkan tim mutu, para penanggung jawab upaya, koordinator pelayanan, dan masing-masing pelaksana kegiatan, baik UKM maupun UKP, laboratorium, dan kefarmasian, dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi keberhasilan upaya kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pengguna layanan.

c)     Penyelenggaraan sistem informasi Puskesmas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

d)    Data dan informasi tersebut meliputi minimal data dasar dan data program serta data dan informasi lain yang ditetapkan oleh dinas kesehatan daerah kabupaten/kota, dinas kesehatan daerah provinsi, dan Kementerian Kesehatan.

e)     Data dasar terdiri atas identitas Puskesmas, wilayah kerja Puskesmas, sumber daya Puskesmas, dan sasaran program Puskesmas. Kemudian, data program meliputi data UKM esensial, UKM pengembangan, UKP, dan program lainnya, yakni manajemen Puskesmas, pelayanan kefarmasian, pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat, pelayanan laboratorium, dan kunjungan keluarga pada kegiatan PIS-PK.

f)      Pengumpulan, penyimpanan, analisis dan pelaporan data yang masuk ke dalam sistem informasi dilakukan sesuai dengan periodisasi yang telah ditentukan.

g)     Distribusi informasi, baik secara internal maupun eksternal dilakukan sesuai dengan ketentuan, termasuk akses data dan informasi harus mempertimbangkan aspek kerahasiaan informasi dan kepentingan bagi pengguna data sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

h)    Sistem informasi Puskesmas dapat diselenggarakan secara elektronik dan/atau secara nonelektronik, serta perlu dilakukan pengawasan/pemantauan dan evaluasi secara periodik.

2) Elemen Penilaian:

a)     Dilaksanakan pengumpulan, penyimpanan, analisis data, dan pelaporan serta distribusi informasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait sistem informasi Puskesmas (R,D,W).

b)    Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap penyelenggaraan sistem informasi Puskesmas secara periodik (D,W).

c)     Terdapat informasi pencapaian kinerja Puskesmas melalui sistem informasi Puskesmas (D,O).


 

e. Kriteria 1.2.5

Penyelenggaraan pelayanan UKM dan UKP dilaksanakan dengan pertimbangan etik dalam pengambilan keputusan pelayanan.

1) Pokok Pikiran:

a)     Puskesmas menghadapi banyak tantangan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan berkualitas. Kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran, sumber daya yang terbatas, dan harapan pasien yang terus meningkat sejalan dengan makin meningkatnya pendidikan masyarakat serta dilema etik dan kontroversi yang sering terjadi telah menjadi hal yang dapat dihadapi oleh Puskesmas.

b)     Demikian pula, bila keputusan mengenai pelayanan menimbulkan pertanyaan, konflik, atau dilema bagi Puskesmas dan pasien, keluarga atau pembuat keputusan, dan lainnya. Dilema ini dapat timbul dari masalah akses, etik, pengobatan atau pemulangan pasien, dan sebagainya.

c)     Pimpinan Puskesmas menetapkan cara-cara pengelolaan dan mencari solusi terhadap dilema tersebut. Puskesmas mengidentifikasi siapa yang perlu dilibatkan dalam proses serta bagaimana pasien dan keluarganya berpartisipasi dalam penyelesaian dilema etik.

d)     Etik ialah suatu norma atau nilai (value) mengenai sikap batin dan perilaku manusia. Oleh sebab itu, masih bersifat abstrak, belum tertulis. Jika sudah tertulis, disebut kode etik.

e)     Dilema etik merupakan situasi yang dihadapi oleh seseorang yang mengharuskan dibuatnya keputusan mengenai perilaku yang patut. Contoh, seseorang tidak bersedia diimunisasi karena alasan keyakinan, seseorang tidak bersedia bersalin di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) karena alasan keyakinan, pertimbangan menagih atau tidak menagih biaya perawatan kepada pasien-pasien yang tidak mampu, tagihan biaya perawatan dianggap lebih besar oleh pasien, tidak melakukan pemeriksaan kehamilan/nifas karena alasan kepercayaan/budaya setempat.

f)      Jika diperlukan, kepala Puskesmas dapat membentuk dan menetapkan tim etik dengan keanggotaan terdiri atas perwakilan pelayanan UKM, pelayanan UKP, mutu dan administrasi manajemen.

g)     Dukungan kepala dan/atau pegawai Puskesmas dalam penyelesaian dilema etik yang terjadi dapat berupa advokasi kepada tokoh masyarakat/tokoh agama, pembinaan, berkoordinasi dengan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota dan pihak terkait lainnya serta bentuk dukungan lainnya.

   2) Elemen Penilaian:

a)    Puskesmas mempunyai prosedur pelaporan dan penyelesaian bila terjadi dilema etik dalam pelayanan UKP dan pelayanan UKM (R).

b)    Dilaksanakan pelaporan apabila terjadi dilema etik dalam pelayanan UKP dan pelayanan UKM (D,W).

c)     Terdapat bukti bahwa pimpinan dan/atau pegawai Puskesmas mendukung penyelesaian dilema etik dalam pelayanan UKP dan pelayanan UKM dan telah dilaksanakan sesuai regulasi (D,W).


 

3. Standar 1.3 Manajemen sumber daya manusia.

Manajemen sumber daya manusia Puskesmas dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketenagaan Puskesmas harus dikelola sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

a. Kriteria 1.3.1

Tersedia sumber daya manusia (SDM) dengan jenis, jumlah, dan kompetensi sesuai kebutuhan pelayanan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

1) Pokok Pikiran:

a)  Untuk memenuhi kebutuhan SDM di Puskesmas berdasarkan jumlah, jenis, dan kompetensi, perlu dilakukan analisis jabatan dan analisis beban kerja berdasarkan peraturan tentang perencanaan kebutuhan pegawai dan dapat mempertimbangkan rekomendasi dari organisasi profesi sebagai dasar pengajuan kebutuhan tenaga Puskesmas ke dinas kesehatan daerah kabupaten/kota dan/atau pengadaan sendiri bagi Puskesmas BLUD.

b)  Penyusunan analisis jabatan dan analisis beban kerja mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan.

c)  Analisis jabatan yang dimaksud di Puskesmas merujuk pada jabatan sesuai dengan struktur organisasi Puskesmas, jabatan fungsional, dan jabatan pelaksana di Puskesmas.

d)  Pemenuhan SDM tersebut dimaksudkan untuk memberikan pelayanan sesuai kebutuhan dan harapan pengguna layanan dan masyarakat.

e)  Puskesmas berupaya agar pegawainya memiliki pendidikan, keterampilan, kompetensi, pengalaman, orientasi dan pelatihan yang relevan dan terkini.

f)   Puskesmas memfasilitasi penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan agar pegawai dapat mengikuti pendidikan dan pelatihan yang diperlukan.

g)  Puskesmas menetapkan mekanisme yang menjamin pegawai memiliki pendidikan, keterampilan, kompetensi, pengalaman, orientasi dan pelatihan yang relevan dan terkini.

h)  Agar mutu pelayanan kesehatan yang berorientasi pada keselamatan pasien dan masyarakat di Puskesmas lebih terjamin dan terlindungi, perlu dipastikan bahwa setiap pelayanan kesehatan dilakukan oleh dokter, dokter gigi, dan tenaga kesehatan lain yang kompeten melalui proses kredensial. Pengusulan kredensial dan/atau rekredensial tenaga kesehatan serta tindak lanjutnya, termasuk penetapan penugasan klinis mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2) Elemen Penilaian:

a)  Dilakukan analisis jabatan dan analisis beban kerja sesuai kebutuhan pelayanan dan ketentuan peraturan perundang-undangan (D,W).

b)  Disusun peta jabatan, uraian jabatan dan kebutuhan tenaga berdasar hasil analisis jabatan dan hasil analisis beban kerja (D,W).

c)  Dilakukan upaya untuk pemenuhan kebutuhan tenaga baik dari jenis, jumlah maupun kompetensi sesuai dengan peta jabatan dan hasil analisis beban kerja (D,W).

d)  Terdapat bukti Puskesmas mengusulkan kredensial dan/atau rekredensial tenaga kesehatan kepada tim kredensial dinas kesehatan daerah kabupaten/kota dan dilakukan tindak lanjut terhadap hasil kredensial dan/atau rekredensial sesuai ketentuan yang berlaku (D,W).


 

 

b. Kriteria 1.3.2

Setiap pegawai Puskesmas mempunyai uraian tugas yang menjadi dasar dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan maupun penilaian kinerja pegawai.

1) Pokok Pikiran:

a)     Kepala Puskesmas menetapkan uraian tugas setiap pegawai sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan pelayanan. Setiap pegawai wajib memahami uraian tugas masing-masing agar dapat menjalankan pekerjaan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan wewenang yang diembannya.

b)     Uraian tugas pegawai berisi tugas pokok dan tugas tambahan serta wewenang dan tanggung jawab yang ditetapkan oleh kepala Puskesmas. Uraian tugas kepala Puskesmas dan kepala tata usaha ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan daerah kabupatan/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

c)     Kepala Puskesmas dalam menetapkan tugas pokok memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

(1)   Jenis-jenis pelayanan yang disediakan di Puskesmas;

(2)   Jenis-jenis kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya di Puskesmas; dan

(3)   Surat keputusan pengangkatan sebagai jabatan fungsional sesuai tingkatannya yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.

d)     Bagi pegawai non-ASN, tugas pokok adalah tugas yang sesuai dengan surat keputusan pengangkatan sebagai tenaga kesehatan di Puskesmas berdasarkan Standar kompetensi lulusan.

e)     Tugas tambahan adalah tugas yang diberikan kepada pegawai untuk mendukung kelancaran pelaksanaan program dan kegiatan.

f)      Penilaian kinerja pegawai dilakukan untuk melihat capaian sasaran kerja baik ASN maupun non-ASN, mengurangi variasi pelayanan, dan meningkatkan kepuasan pengguna layanan.

g)     Indikator penilaian kinerja setiap pegawai Puskesmas disusun dan ditetapkan berdasarkan hal-hal sebagai berikut.

(1)   uraian tugas yang menjadi tanggung jawabnya, baik uraian tugas pokok maupun tugas tambahan;

(2)   tata nilai yang disepakati;

(3)   kode etik perilaku; dan

(4)   kompetensi pegawai.

h)    Perlu ditetapkan kebijakan, prosedur dan indikator penilaian kinerja yang berdasarkan uraian tugas, tata nilai yang disepakati, dan kode etik perilaku serta mengacu pada ketentuan peraturan perundangundangan.

i)      Indikator penilaian kinerja untuk uraian tugas pokok bagi pegawai ASN dan non-ASN dapat menggunakan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP).

j)      Dalam upaya peningkatan kompetensi dari tenaga kesehatan yang memberikan asuhan klinis, perlu direncanakan, dan diberi kesempatan bagi tenaga klinis melalui pendidikan dan/atau pelatihan.

k)     Hasil penilaian kinerja ditindaklanjuti untuk perbaikan kinerja masing-masing pegawai.

l)      Kinerja pegawai dapat dipengaruhi oleh kesejahteraan (well being) dan tingkat kepuasannya, misalnya kepuasan terhadap kepemimpinan organisasi, beban kerja, tim kerja, lingkungan kerja, kompensasi dan lain-lain. Oleh karena itu, perlu dilakukan penilaian tingkat kepuasan pegawai minimal setahun sekali. Hasil analisis terhadap tingkat kepuasan pegawai digunakan untuk melakukan upaya perbaikan.

2) Elemen Penilaian:

a)  Ada penetapan uraian tugas yang berisi tugas pokok dan tugas tambahan untuk setiap pegawai (R).

b)  Ditetapkan indikator penilaian kinerja pegawai (R).

c)  Dilakukan penilaian kinerja pegawai minimal setahun sekali dan tindak lanjutnya untuk upaya perbaikan sesuai dengan mekanisme yang telah ditetapkan (R,D,W).

d)  Ditetapkan indikator dan mekanisme survei kepuasan pegawai terhadap penyelenggaraan KMP, UKM, UKP, laboratorium, dan kefarmasian serta kinerja pelayanan Puskesmas (R).

e)  Dilakukan pengumpulan data, analisis dan upaya perbaikan dalam rangka meningkatkan kepuasan pegawai sesuai kerangka acuan (R,D,W).


 

c.  Kriteria 1.3.3

Setiap pegawai mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan ilmu dan keterampilan yang diperlukan.

1)     Pokok Pikiran:

a)     Dalam upaya peningkatan kompetensi semua pegawai yang ada, Puskesmas perlu merencanakan dan memberi kesempatan bagi seluruh pegawai yang ada di Puskesmas untuk meningkatkan kompetensi melalui pendidikan dan/ atau pelatihan. Selain itu, peningkatan kompetensi pegawai dapat dilakukan dengan cara mengikuti workshop/lokakarya, seminar, simposium, dan on the job training (OJT), baik secara daring maupun luring.

b)    Puskesmas melakukan analisis kesenjangan kompetensi untuk memetakan kebutuhan peningkatan kompetensi pegawai.

c)     Hasil analisis kesenjangan kompetensi dijadikan sebagai dasar dalam mengajukan peningkatan kompetensi para pegawai sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

d)    Puskesmas memfasilitasi pemenuhan kompetensi pegawai karena adanya kesenjangan sesuai dengan mekanisme yang telah ditetapkan sebagai bentuk dukungan dari manajemen bagi semua tenaga Puskesmas.

e)     Puskesmas melakukan pendokumentasian hasil peningkatan kompetensi sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.

2)  Elemen Penilaian:

a)  Tersedia informasi mengenai peluang untuk meningkatkan kompetensi bagi semua tenaga yang ada di Puskesmas (D).

b)  Ada dukungan dari manajemen bagi semua tenaga yang ada di Puskesmas untuk memanfaatkan peluang tersebut (R,W).

c)  Jika ada tenaga yang mengikuti peningkatan kompetensi, dilakukan evaluasi penerapan terhadap hasil peningkatan kompetensi tersebut di tempat kerja (R,D,W).

 

d. Kriteria 1.3.4

Setiap pegawai mempunyai dokumen kepegawaian yang lengkap dan mutakhir.

1)       Pokok Pikiran:

a)     Puskesmas wajib menyediakan dokumen kepegawaian, baik dalam bentuk cetak maupun dalam bentuk digital, untuk tiap pegawai yang bekerja di Puskesmas sebagai bukti bahwa pegawai yang bekerja memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan dilakukan upaya pengembangan untuk memenuhi persyaratan tersebut. Dokumen kepegawaian tersebut dikelola sesuai dengan mekanisme yang ditetapkan yang dapat menjamin kelengkapan dan kemutakhirannya.

b)    Tenaga kesehatan yang bekerja di Puskesmas harus mempunyai surat tanda registrasi (STR), dan atau surat izin praktik (SIP) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

c)     Dokumen kepegawaian tiap pegawai berisi antara lain:

(1) bukti pendidikan (ijazah),

(2) bukti surat tanda registrasi (STR) yang masih berlaku,

(3) bukti surat izin praktik (SIP) yang masih berlaku,

(4) uraian tugas pegawai dan/atau rincian wewenang klinis tenaga kesehatan,

(5) bukti sertifikat pelatihan,

(6) bukti pengalaman kerja jika dipersyaratkan,

(7) hasil penilaian kinerja pegawai,

(8) bukti kebutuhan pengembangan/pelatihan,

(9)  bukti evaluasi penerapan hasil pelatihan, dan

(10) bukti pelaksanaan orientasi.

2)  Elemen Penilaian:

a)        Ditetapkan dan tersedia isi dokumen kepegawaian yang lengkap dan mutakhir untuk tiap pegawai yang bekerja di Pukesmas, serta terpelihara sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan (R,D,O,W).

b)       Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut secara periodik terhadap kelengkapan dan pemutakhiran dokumen kepegawaian (D,W).

 

e.     Kriteria 1.3.5

Pegawai baru dan pegawai alih tugas wajib mengikuti orientasi agar memahami dan mampu melaksanakan tugas pokok dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

1)     Pokok Pikiran:

a)  Setiap pegawai baru dan pegawai alih tugas baik yang diposisikan sebagai pimpinan Puskesmas, penanggung jawab upaya Puskesmas, koordinator pelayanan, maupun pelaksana kegiatan harus mengikuti orientasi.

b)  Khusus Puskesmas yang menerima mahasiswa dengan tujuan magang maka pelaksanaan orientasi dilaksanakan sesuai dengan kebijakan Puskesmas dan kurikulum dari institusi pendidikan.

c)  Orientasi dilakukan agar pegawai baru dan pegawai alih tugas memahami tugas, peran, dan tanggung jawab yang akan diemban.

d)  Puskesmas menyusun kerangka acuan pelaksanaan orientasi sebagai dasar dalam melakukan kegiatan orientasi umum dan orientasi khusus.

e)  Kegiatan orientasi umum dilaksanakan untuk mengenal secara garis besar visi, misi, tata nilai, kode etik perilaku, tugas pokok dan fungsi serta struktur organisasi Puskesmas, program mutu dan keselamatan pasien, serta program pencegahan dan pengendalian infeksi. Kegiatan orientasi umum yang ditujukan terutama kepada pegawai baru ini juga dapat ditambah dengan penjelasan topik lainnya yang dipandang perlu oleh Puskesmas.

f)   Kegiatan orientasi khusus difokuskan pada orientasi di tempat tugas yang menjadi tanggung jawab dari pegawai yang bersangkutan dan tanggung jawab spesifik sesuai dengan penugasan pegawai tersebut.

g)  Pada kegiatan orientasi khusus ini, pegawai baru dan pegawai alih tugas juga diberikan penjelasan terkait apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, bagaimana melakukan tugas dengan aman sesuai dengan Panduan Praktik Klinis, panduan asuhan lainnya, dan pedoman program lainnya.

2) Elemen Penilaian:

a)  Orientasi pegawai dilaksanakan sesuai kerangka acuan yang disusun (R,D,W).

b)  Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan orientasi pegawai (D,W).


 

f. Kriteria 1.3.6

Puskesmas menyelenggarakan pelayanan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

1) Pokok Pikiran:

a)  Pegawai yang bekerja di Puskesmas mempunyai risiko terpapar infeksi yang dapat menimbulkan penyakit akibat kerja, terjadinya kecelakaan kerja terkait dengan pekerjaan yang dilakukan dalam pelayanan baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pegawai mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan perlindungan terhadap kesehatannya.

b)  Program pemeriksaan kesehatan secara berkala perlu dilakukan sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh kepala Puskesmas. Demikian juga dengan pemberian imunisasi bagi pegawai yang sesuai dengan hasil identifikasi risiko penyakit infeksi dan program perlindungan pegawai dari penularan penyakit infeksi perlu dilakukan dan dilaporkan jika terjadi paparan. Tindak lanjut pelayanan kesehatan dan konseling perlu disusun dan diterapkan.

c)  Program K3 juga meliputi promosi kesehatan dan kesejahteraan (well being) pegawai (misalnya: manajemen stres, pola hidup sehat, monitoring beban kerja, keseimbangan kehidupan, dan kepuasan kerja) serta pencegahan penyakit akibat kerja.

d)  Pegawai juga berhak untuk mendapat pelindungan atas tindak kekerasan yang dilakukan oleh pengguna layanan, keluarga pengguna layanan, maupun oleh sesama pegawai. Program pelindungan pegawai terhadap kekerasan fisik, termasuk proses pelaporan, tindak lanjut pelayanan kesehatan, dan konseling, perlu disusun dan diterapkan.

e)  Untuk menerapkan program kesehatan dan keselamatan kerja pegawai, semua staf harus memahami cara mereka melaporkan, cara mereka dirawat, dan cara mereka menerima konseling dan tindak lanjut akibat cedera, seperti tertusuk jarum (suntik), terpapar penyakit menular, memahami identifikasi risiko dan kondisi yang berbahaya di tempat kerja serta masalah-masalah penerapan kesehatan dan keselamatan lainnya. Program tersebut juga menyediakan pemeriksaan kesehatan pada awal bekerja, imunisasi dan pemeriksaan preventif secara berkala, pengobatan untuk kondisi-kondisi umum yang berhubungan dengan pekerjaan, seperti cedera punggung, atau cedera yang lebih mendesak.

f)   Puskesmas melakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil pelaporan pelaksanaan program K3 bagi pegawai. Pelaksanaan tindak lanjut K3 dapat terintegrasi dengan kegiatan pelayanan kesehatan lainnya yang saling berkaitan.

g)  Dalam menyelenggarakan program K3, kepala Puskesmas menunjuk petugas yang bertanggung jawab terhadap program K3 yang dalam tata hubungan kerjanya berada di bawah penanggung jawab mutu. Jika Puskesmas tidak memiliki SDM yang memadai, petugas yang bertanggung jawab terhadap program K3 dapat dirangkap oleh petugas yang bertanggung jawab terhadap program lain, seperti manajemen fasilitas dan keselamatan (MFK), pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI), keselamatan pasien (KP), dan lainnya.

   2) Elemen Penilaian:

a)     Ditetapkan petugas yang bertanggung jawab terhadap program K3 dan program K3 Puskesmas serta dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program K3 (R,D,W).

b)    Dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala terhadap pegawai untuk menjaga kesehatan pegawai sesuai dengan program yang telah ditetapkan oleh kepala Puskesmas (R,D,W).

c)     Ada program dan pelaksanaan imunisasi bagi pegawai sesuai dengan tingkat risiko dalam pelayanan (R,D,W).

d)    Apabila ada pegawai yang terpapar penyakit infeksi, kekerasan, atau cedera akibat kerja, dilakukan konseling dan tindak lanjutnya (D,W).


 

4. Standar 1.4 Manajemen fasilitas dan keselamatan.

Manajemen sarana (bangunan), prasarana, peralatan, keselamatan dan keamanan lingkungan Puskesmas dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sarana (bangunan), prasarana, peralatan, keselamatan dan keamanan lingkungan dikelola dalam Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan dan dikaji dengan memperhatikan manajemen risiko.

 

     a. Kriteria 1.4.1

Disusun dan diterapkan program Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK) yang meliputi manajemen keselamatan dan keamanan fasilitas, manajemen bahan berbahaya beracun (B3) dan limbah B3, manajemen kedaruratan dan bencana, manajemen pengamanan kebakaran, manajemen alat kesehatan, manajemen sistem utilitas, dan pendidikan MFK.

            1) Pokok Pikiran:

a)     Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama yang memberikan pelayanan kepada masyarakat mempunyai kewajiban untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan bangunan, prasarana, peralatan dan menyediakan lingkungan yang aman bagi pengguna layanan, pengunjung, petugas, dan masyarakat termasuk pasien dengan keterbatasan fisik diberikan akses untuk memperoleh pelayanan.

b)     Pemenuhan kemudahan dan keamanan akses bagi orang dengan keterbatasan fisik, misalnya penyediaan ramp, kursi roda, hand rail, dan lain-lain harus dilakukan.

c)     Puskesmas perlu menyusun dan menerapkan program manajemen fasilitas dan keselamatan (MFK) untuk menyediakan lingkungan yang aman bagi pengguna layanan, pengunjung, petugas dan masyarakat.

d)     Program MFK perlu disusun setiap tahun dan diterapkan. Program MFK meliputi hal-hal sebagai berikut:

(1)   Manajemen keselamatan dan keamanan fasilitas. Keselamatan fasilitas adalah suatu keadaan tertentu pada bangunan, halaman, prasarana, peralatan yang tidak menimbulkan bahaya atau risiko bagi pengguna layanan, pengunjung, petugas dan masyarakat. Keamanan fasilitas adalah perlindungan terhadap kehilangan, pengrusakan dan kerusakan, atau penggunaan akses oleh mereka yang tidak berwenang.

(2)   Manajemen bahan berbahaya beracun (B3) dan limbah B3.

Bahan berbahaya harus dikendalikan dan limbah bahan berbahaya harus dibuang secara aman. Manajemen B3 dan limbah B3 meliputi:

(a)   Penetapan jenis dan area/lokasi penyimpanan B3 harus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

(b)   Pengelolaan, penyimpanan, dan penggunaan B3 harus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

(c)    Sistem pelabelan B3 harus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

(d)   Sistem pendokumentasian dan perizinan B3 harus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

(e)    Penanganan tumpahan dan paparan B3 harus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

(f)     Sistem pelaporan dan investigasi jika terjadi tumpahan dan/atau paparan harus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

(g)    Pembuangan limbah B3 yang memadai harus sesuai peraturan perundang-undangan; dan

(h)   Penggunaan alat pelindung diri (APD) harus sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.

(3)   Manajemen kedaruratan dan bencana. Manajemen kedaruratan dan bencana adalah tanggap terhadap wabah, bencana dan keadaan kegawatdaruratan akibat bencana. Manajemen kedaruratan dan bencana direncanakan dan efektif.

Manajemen kedaruratan dan bencana perlu disusun dalam upaya menanggapi kejadian bencana, baik internal maupun eksternal yang meliputi:

(a)   identifikasi jenis, kemungkinan, dan akibat dari bencana yang mungkin terjadi menggunakan Hazard Vulnerability Assessment (HVA),

(b)   menentukan peran Puskesmas dalam kejadian bencana

(c)    strategi komunikasi jika terjadi bencana,

(d)   manajemen sumber daya,

(e)    penyediaan pelayanan dan alternatifnya,

(f)     identifikasi peran dan tanggung jawab tiap pegawai serta manajemen konflik yang mungkin terjadi pada saat bencana, dan

(g)    peran Puskesmas dalam tim terkoordinasi dengan sumber daya masyarakat yang tersedia.

Puskesmas juga perlu merencanakan dan menerapkan suatu kesiapan menghadapi bencana yang disimulasikan setiap tahun yang meliputi huruf b) sampai dengan f) dari manajemen kedaruratan dan bencana.

(4)   Manajemen pengamanan kebakaran.

Manajemen pengamanan kebakaran berarti Puskesmas wajib melindungi properti dan penghuni dari kebakaran dan asap.

Manajemen pengamanan kebakaran secara umum meliputi pencegahan terjadinya kebakaran dengan melakukan identifikasi area berisiko bahaya kebakaran dan ledakan, penyimpanan dan pengelolaan bahan-bahan yang mudah terbakar, penyediaan proteksi kebakaran aktif dan pasif. Secara khusus, manajemen pengamanan kebakaran akan berisi:

(a)   frekuensi inspeksi, pengujian, dan pemeliharaan sistem proteksi dan penanggulangan kebakaran secara periodik sesuai peraturan yang berlaku,

(b)   jalur evakuasi yang aman dari api, asap dan bebas hambatan,

(c)    proses pengujian sistem proteksi dan penanggulangan kebakaran dilakukan selama kurun waktu 12 bulan, dan

(d)   edukasi kepada staf terkait sistem proteksi dan cara evakuasi pengguna layanan yang efektif pada situasi kebakaran.

(5)   Manajemen alat kesehatan.

Manajemen alat kesehatan ini berguna untuk mengurangi risiko ketidaktersediaan dan kegagalan fungsi alat kesehatan. Alat kesehatan harus dipilih, dipelihara, dan digunakan sesuai dengan ketentuan.

(6)   Manajemen sistem utilitas.

Manajemen sistem utilitas meliputi sistem listrik, sistem air, sistem gas medik, dan sistem pendukung lainnya, seperti generator (genset), serta perpipaan air. Sistem utilitas dipelihara untuk meminimalkan risiko kegagalan pengoperasian dan harus dipastikan tersedia selama 7 hari 24 jam.

(7)   Pendidikan MFK.

e)     Untuk menyediakan lingkungan yang aman bagi pengguna layanan, pengunjung, petugas dan masyarakat dilakukan identifikasi dan pembuatan peta terhadap area berisiko.

f)      Pengkajian dan penanganan risiko secara proaktif terkait keamanan dan keselamatan fasilitas, B3 dan limbah B3, kedaruratan dan bencana, kebakaran, alat kesehatan, sistem utilitas, dan pendidikan MFK dituangkan dalam daftar risiko (risk register) yang terintegrasi dengan daftar risiko (risk register) dalam program manajemen risiko.

g)     Rencana tersebut dikaji, diperbaharui dan didokumentasikan dengan merefleksikan keadaankeadaan terkini dalam lingkungan Puskesmas.

h)    Untuk menjalankan program MFK maka diperlukan tim dan/atau penanggung jawab yang ditunjuk oleh kepala Puskesmas.

i)      Program MFK perlu dievaluasi minimal per triwulan untuk memastikan bahwa Puskesmas telah melakukan upaya penyediaan lingkungan yang aman bagi pengguna layanan, pengunjung, petugas, dan masyarakat sesuai dengan rencana.

   2) Elemen Penilaian:

a)     Terdapat petugas yang bertanggung jawab dalam MFK serta tersedia program MFK yang ditetapkan setiap tahun berdasarkan identifikasi risiko (R).

b)    Puskesmas menyediakan akses yang mudah dan aman bagi pengguna layanan dengan keterbatasan fisik (O,W).

c)     Dilakukan identifikasi terhadap area-area berisiko (D,W).

d)    Disusun daftar risiko (risk register) yang mencakup seluruh lingkup program MFK (D).

e)     Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut per triwulan terhadap pelaksanaan program MFK (D).

 

b.     Kriteria 1.4.2

Puskesmas merencanakan dan melaksanakan manajemen keselamatan dan keamanan fasilitas.

1)  Pokok Pikiran:

a)     Manajemen keselamatan dan keamanan fasilitas dirancang untuk mencegah terjadinya cedera pada pengguna layanan, pengunjung, petugas dan masyarakat, seperti tertusuk jarum, tertimpa bangunan atau gedung roboh, dan tersengat listrik.

b)    Manajemen keselamatan dan keamanan fasilitas dengan menyediakan lingkungan fisik yang aman bagi pasien, petugas, dan pengunjung, perlu direncanakan untuk mencegah terjadinya kejadian kekerasan fisik maupun cedera akibat lingkungan fisik yang tidak aman seperti penculikan bayi, pencurian, dan kekerasan pada petugas.

c)     Agar dapat berjalan dengan baik, maka manajemen keselamatan dan keamanan fasilitas tersebut juga didukung dengan penyediaan anggaran, penyediaan fasilitas untuk mendukung keamanan fasilitas seperti penyediaan closed circuit television (CCTV), alarm, alat pemadam api ringan (APAR), jalur evakuasi, titik kumpul, rambu-rambu mengenai keselamatan dan tanda-tanda pintu darurat.

d)    Area yang berisiko keamanan dan kekerasan fisik perlu diindentifikasi dan dibuatkan peta untuk pemantauan dan meminimalkan terjadinya insiden dan kekerasan fisik pada pengguna layanan, pengunjung, petugas, dan masyarakat.

e)     Pemberian tanda pengenal untuk pengunjung, petugas serta pekerja alih daya merupakan upaya untuk menyediakan lingkungan yang aman.

f)      Kode darurat yang diperlukan ditetapkan dan diterapkan, minimal:

(1)      kode merah atau alarm untuk pemberitahuan darurat kebakaran,

(2)      kode biru untuk pemberitahuan telah terjadi kegawatdaruratan medik.

g)     Dilakukan inspeksi fasilitas untuk menjamin keamanan dan keselamatan.

h)    Apabila terdapat renovasi maka dipastikan tidak mengganggu pelayanan dan mencegah penyebaran infeksi.

2)    Elemen Penilaian:

a)  Dilakukan identifikasi terhadap pengunjung, petugas dan pekerja alih daya (outsourcing) (R,O,W).

b)  Dilakukan inspeksi fasilitas secara berkala yang meliputi bangunan, prasarana dan peralatan (R,D,O,W).

c)  Dilakukan simulasi terhadap kode darurat secara berkala (D, O, W, S).

d)  Dilakukan pemantauan terhadap pekerjaan konstruksi terkait keamanan dan pencegahan penyebaran infeksi (D,O,W).


c.  Kriteria 1.4.3

Inventarisasi, pengelolaan, penyimpanan, dan penggunaan bahan berbahaya beracun (B3), pengendalian dan pembuangan limbah B3 dilakukan berdasarkan perencanaan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

1)  Pokok Pikiran:

a)  Bahan berbahaya beracun (B3) dan limbah B3 perlu diidentifikasi dan dikendalikan secara aman.

b)  World Health Organization (WHO) telah mengidentifikasi bahan berbahaya dan beracun serta limbahnya dengan kategori sebagai berikut: infeksius, patologis dan anatomi, farmasi, bahan kimia, logam berat, kontainer bertekanan, benda tajam, genotoksik/sitotoksik, dan radioaktif.

c)  Puskesmas perlu menginventarisasi B3 yang meliputi lokasi, jenis, dan jumlah B3 serta limbahnya yang disimpan. Daftar inventaris ini selalu dimutakhirkan sesuai dengan perubahan yang terjadi di tempat penyimpanan.

d)  Pengelolaan limbah B3 sesuai Standar, mencakup pemilahan, pewadahan dan penyimpanan/tempat penampungan sementara, transportasi serta pengolahan akhir.

e)  Dalam pengelolaan limbah B3, Puskesmas dapat bekerja sama dengan pihak ketiga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

f)   Tersedia instalasi pengolahan air limbah (IPAL) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2)  Elemen Penilaian:

a)  Dilakukan inventarisasi B3 dan limbah B3 (D).

b)  Dilaksanakan manajemen B3 dan limbah B3 (R,D,W).

c)  Tersedia IPAL sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (D,O,W).

d)  Apabila terdapat tumpahan dan/atau paparan/pajanan B3 dan/atau limbah B3, dilakukan penanganan awal, pelaporan, analisis, dan tindak lanjutnya (D,O,W).

 

d. Kriteria 1.4.4

Puskesmas menyusun, memelihara, melaksanakan, dan mengevaluasi manajemen kedaruratan dan bencana.

1)  Pokok Pikiran:

a)     Potensi terjadinya bencana di daerah berbeda, yaitu antara daerah yang satu dan yang lain.

b)    Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) ikut berperan aktif dalam upaya mitigasi dan penanggulangan bila terjadi bencana, baik internal maupun eksternal.

c)     Strategi untuk menghadapi bencana perlu disusun sesuai dengan potensi bencana yang mungkin terjadi berdasarkan hasil penilaian kerentanan bahaya (HVA).

d)    kesiapan menghadapi bencana disusun dan disimulasikan setiap tahun secara internal atau melibatkan komunitas secara luas, terutama ditujukan untuk menilai kesiapan system pada huruf (b) sampai dengan huruf (f) yang telah diuraikan dalam Pokok Pikiran d) bagian 3) Kriteria 1.4.1.

e)     Setiap pegawai wajib mengikuti pelatihan/lokakarya dan simulasi pelaksanaan manajemen kedaruratan dan bencana yang diselenggarakan minimal setahun sekali agar siap jika sewaktu-waktu terjadi bencana.

f)      Debriefing adalah sebuah reviu yang dilakukan setelah simulasi bersama peserta simulasi dan observer yang bertujuan untuk menindaklanjuti hasil dari simulasi.

g)     Hasil dari kegiatan debriefing didokumentasikan.

2)  Elemen Penilaian:

a)     Dilakukan identifikasi risiko terjadinya bencana internal dan eksternal sesuai dengan letak geografis Puskesmas dan akibatnya terhadap pelayanan (D).

b)    Dilaksanakan manajemen kedaruratan dan bencana (D,W).

c)     Dilakukan simulasi dan evaluasi tahunan terhadap manajemen kedaruratan dan bencana yang telah disusun, dan dilanjutkan dengan debriefing setiap selesai simulasi. (D,W).

d)    Dilakukan perbaikan terhadap manajemen kedaruratan dan bencana sesuai hasil simulasi dan evaluasi tahunan. (D).


 

e.     Kriteria 1.4.5

Puskesmas menyusun, memelihara, melaksanakan, dan melakukan evaluasi manajemen pengamanan kebakaran termasuk sarana evakuasi.

1)     Pokok Pikiran:

a)     Setiap fasilitas kesehatan termasuk Puskesmas mempunyai risiko terhadap terjadinya kebakaran. Manajemen pengamanan kebakaran perlu disusun sebagai wujud kesiagaan Puskesmas terhadap terjadinya kebakaran. Jika terjadi kebakaran, pengguna layanan, petugas, dan pengunjung harus dievakuasi dan dijaga keselamatannya.

b)    Yang dimaksud dengan sistem proteksi adalah penyediaan proteksi kebakaran baik secara aktif maupun pasif. Proteksi kebakaran secara aktif, contohnya APAR, sprinkler, detektor panas, dan detektor asap, sedangkan proteksi kebakaran secara pasif, contohnya: jalur evakuasi, pintu darurat, tangga darurat, dan tempat titik kumpul aman.

c)     Merokok di fasilitas pelayanan kesehatan dapat menjadi sumber terjadinya kebakaran. Puskesmas harus menetapkan larangan merokok di lingkungan Puskesmas, baik bagi petugas, pengguna layanan, maupun pengunjung. Larangan merokok wajib dipatuhi oleh petugas, pengguna layanan, dan pengunjung. Pelaksanaan larangan ini harus dipantau.

2) Elemen Penilaian:

a)  Dilakukan manajemen pengamanan kebakaran (D,O,W).

b)  Dilakukan inspeksi, pengujian dan pemeliharaan terhadap alat deteksi dini, alarm, jalur evakuasi, serta keberfungsian alat pemadam api (D,O).

c)  Dilakukan simulasi dan evaluasi tahunan terhadap manajemen pengamanan kebakaran (D,W,S).

d)  Ditetapkan kebijakan larangan merokok bagi petugas, pengguna layanan, dan pengunjung di area Puskesmas (R,O,W).

 

f.   Kriteria 1.4.6

Puskesmas menyusun dan melaksanakan pengelolaan program untuk memastikan semua peralatan kesehatan berfungsi dan mencegah terjadinya ketidaktersediaan dan kegagalan fungsi alat Kesehatan.

1)  Pokok Pikiran:

a)  Manajemen alat kesehatan ditujukan untuk:

(1)   memastikan bahwa semua alat kesehatan tersedia dan dilakukan kegiatan pemeliharaan dan kalibrasi secara berkala agar semua alat kesehatan berfungsi dengan baik;

(2)   memastikan bahwa individu yang melakukan pengelolaan alat kesehatan memiliki kualifikasi yang sesuai dan kompeten; dan

(3)   memastikan operator yang mengoperasikan alat kesehatan tertentu telah terlatih sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan.

b)  Penggunaan Aplikasi Sarana, Prasarana, dan Alat Kesehatan (ASPAK) oleh Puskesmas dilakukan untuk memastikan pemenuhan terhadap Standar sarana, prasarana, dan alat kesehatan.

c)  Data sarana, prasarana, dan alat kesehatan di Puskesmas harus diinput dalam ASPAK dan divalidasi oleh dinas kesehatan daerah kabupaten/kota untuk menjamin kebenarannya.

d)  Agar tidak terjadi keterlambatan atau gangguan dalam pelayanan, alat kesehatan harus tersedia, berfungsi dengan baik, dan siap digunakan saat diperlukan. Manajemen alat kesehatan yang dimaksud meliputi kegiatan pemeriksaan dan kalibrasi secara berkala, sesuai dengan panduan produk tiap alat kesehatan.

e)  Pemeriksaan alat kesehatan yang dilakukan petugas meliputi: kondisi alat, ada tidaknya kerusakan, kebersihan, status kalibrasi, dan fungsi alat.

f)   Pelaksanaan kalibrasi dilakukan oleh pihak yang kompeten sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2) Elemen Penilaian:

a)  Dilakukan inventarisasi alat kesehatan sesuai dengan ASPAK (D).

b)  Dilakukan pemenuhan kompetensi bagi staf dalam mengoperasikan alat kesehatan tertentu (D,W).

c)  Dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi terhadap alat kesehatan secara periodik (R,D,O,W).


 

g.  Kriteria 1.4.7

Puskesmas menyusun dan melaksanakan pengelolaan untuk memastikan semua sistem utilitas berfungsi dan mencegah terjadinya ketidaktersediaan dan kegagalan fungsi sistem utilitas.

 

1)  Pokok Pikiran:

a)     Sistem utilitas meliputi air, listrik, gas medik, dan sistem penunjang lainnya seperti genset, panel listrik, perpipaan air, dan lainnya.

b)    Dalam memberikan pelayanan kesehatan pada pengguna layanan, dibutuhkan ketersediaan listrik, air, dan gas medik, serta sistem penunjang lainnya, seperti genset, panel listrik, perpipaan air, ventilasi, sistem jaringan dan teknologi informasi, sistem deteksi dini kebakaran yang sesuai dengan kebutuhan Puskesmas. Manajemen sistem utilitas perlu disusun untuk menjamin ketersediaan dan keamanan dalam menunjang kegiatan pelayanan Puskesmas.

c)     Sumber air adalah sumber air bersih dan air minum.

d)    Sumber air dan listrik cadangan perlu disediakan untuk pengganti jika terjadi kegagalan air dan/atau listrik.

e)     Penggunaan gas medik dan vakum medik di fasiltas pelayanan kesehatan dilakukan melalui:

(1)    sistem gas medik,

(2)    tabung gas medik, dan

(3)    oksigen konsentrator portable.

f)      Puskesmas harus menyediakan sumber air, listrik dan gas medik beserta cadangannya selama 7 hari 24 jam.

g)     Sistem air, listrik, gas medik, dan sistem penunjang lainnya, seperti genset, perpipaan air, panel listrik, perlu diperiksa dan dipelihara untuk menjaga ketersediaannya dalam mendukung kegiatan pelayanan.

h)    Air bersih perlu dilakukan pemeriksaan seperti, uji kualitas air secara periodik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2)  Elemen Penilaian:

a)  Dilakukan inventarisasi sistem utilitas sesuai dengan ASPAK (D).

b)  Dilaksanakan manajemen sistem utilitas dan sistem penunjang lainnya (R,D).

c)  Sumber air, listrik, dan gas medik beserta cadangannya tersedia selama 7 hari 24 jam untuk pelayanan di Puskesmas (O).

 

     h. Kriteria 1.4.8

Puskesmas menyusun dan melaksanakan pendidikan manajemen fasilitas dan keselamatan (MFK) bagi petugas.

(1)   Pokok Pikiran:

a)  Dalam rangka meningkatkan pemahaman, kemampuan, dan keterampilan dalam pelaksanaan manajemen fasilitas dan keselamatan (MFK) perlu dilakukan pendidikan petugas agar dapat menjalankan peran mereka dalam menyediakan lingkungan yang aman bagi pasien, petugas, dan masyarakat.

b)  Pendidikan petugas dapat berupa edukasi, pelatihan, dan in house training/workshop/lokakarya.

c)  Pendidikan petugas sebagaimana dimaksud tertuang dalam rencana pendidikan manajamen fasilitas dan keselamatan.

(2)   Elemen Penilaian:

a)  Ada rencana pendidikan manajemen fasilitas dan keselamatan bagi petugas (R).

b)  Dilakukan pemenuhan pendidikan manajemen fasilitas dan keselamatan bagi petugas sesuai rencana (D,W).

c)  Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut perbaikan pelaksanaan pemenuhan pendidikan manajemen fasilitas dan keselamatan bagi petugas (D,W).


 

5.  Standar 1.5 Manajemen keuangan.

Puskesmas melaksanakan manajemen keuangan.

Kriteria 1.5.1

Kepala Puskesmas dan penanggung jawab keuangan melaksanakan manajemen keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

a.  Pokok Pikiran:

1)    Anggaran yang tersedia di Puskesmas harus dikelola secara transparan, akuntabel, efektif, dan efisien sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen keuangan.

2)    Agar pengelolaan anggaran dapat dilakukan secara transparan, akuntabel, efektif, dan efisien, maka perlu ditetapkan kebijakan dan prosedur manajemen keuangan yang mengacu pada ketentuan peraturan perundangundangan.

3)    Puskesmas yang menerapkan pola pengelolaan keuangan BLUD harus mengikuti ketentuan peraturan perundangundangan dalam manajemen keuangan BLUD.

b.  Elemen Penilaian:

1)    Ditetapkan kebijakan dan prosedur manajemen keuangan dalam pelaksanaan pelayanan Puskesmas serta petugas pengelola keuangan Puskesmas dengan kejelasan tugas, tanggung jawab, dan wewenang (R).

2)    Dilaksanakan pengelolaan keuangan sesuai dengan kebijakan dan prosedur manajemen keuangan yang telah ditetapkan (D,O,W).


 

6.    Standar 1.6 Pengawasan, pengendalian, dan penilaian kinerja

a.     Kriteria 1.6.1

Dilakukan pengawasan, pengendalian, dan penilaian kinerja dengan menggunakan indikator kinerja yang ditetapkan sesuai dengan jenis pelayanan yang disediakan dan kebijakan pemerintah.

1)     Pokok Pikiran:

a)     Pengawasan, pengendalian, dan penilaian terhadap kinerja Puskesmas dilakukan dengan menggunakan indikator kinerja yang jelas untuk memudahkan dalam melakukan perbaikan kinerja penyelenggaraan pelayanan dan perencanaan pada periode berikutnya.

b)    Pengawasan, pengendalian, dan penilaian terhadap kinerja Puskesmas dapat berupa pemantauan dan evaluasi, supervisi, lokakarya mini, audit internal, dan pertemuan tinjauan manajemen.

c)     Indikator kinerja adalah indikator untuk menilai cakupan kegiatan dan manajemen Puskesmas.

d)    Indikator kinerja untuk tiap jenis pelayanan dan kegiatan perlu disusun, dipantau, dan dianalisis secara periodik sebagai bahan untuk perbaikan kinerja penyelenggaraan pelayanan dan perencanaan pada periode berikutnya.

e)     Indikator-indikator kinerja tersebut meliputi:

(1)    indikator kinerja manajemen Puskesmas,

(2)    indikator kinerja cakupan pelayanan UKM yang mengacu pada indikator nasional seperti program prioritas nasional, indikator yang ditetapkan oleh dinas kesehatan daerah provinsi dan indikator yang ditetapkan oleh dinas kesehatan daerah kabupaten/kota, dan

(3)    indikator kinerja cakupan pelayanan UKP, laboratorium, dan kefarmasian.

f)      Dalam menyusun indikator-indikator tersebut harus mengacu pada Standar pelayanan minimal kabupaten/kota, kebijakan/pedoman dari Kementerian Kesehatan, kebijakan/pedoman dari dinas kesehatan daerah provinsi dan kebijakan/pedoman dari dinas kesehatan daerah kabupaten/kota.

g)     Dilakukan pengukuran dan analisis terhadap capaian indikator kinerja dengan membandingkan terhadap target yang ditetapkan, capaian dari waktu ke waktu, dan dengan melakukan kaji banding capaian kinerja Puskesmas yang lain. Kaji banding tidak harus dilakukan dengan visitasi, tetapi juga dapat dilakukan dengan metode lain, seperti memanfaatkan teknologi dan media informasi.

h)    Hasil pengawasan, pengendalian, dan penilaian terhadap kinerja Puskesmas diumpanbalikkan kepada lintas program dan lintas sektor untuk mendapatkan masukan dalam perbaikan kinerja penyelenggaraan pelayanan dan perencanaan tahunan dan perencanaan lima tahunan.

   2) Elemen Penilaian:

a)  Ditetapkan indikator kinerja Puskesmas sesuai dengan jenis-jenis pelayanan yang disediakan dan kebijakan pemerintah pusat dan daerah (R).

b)  Dilakukan pengawasan, pengendalian, dan penilaian terhadap kinerja Puskesmas secara periodik sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan, dan hasilnya diumpanbalikkan kepada lintas program dan lintas sektor (R,D,W).

c)  Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil pengawasan, pengendalian, dan penilaian kinerja terhadap target yang ditetapkan dan hasil kaji banding dengan Puskesmas lain (D,W).

d)  Dilakukan analisis terhadap hasil pengawasan, pengendalian, dan penilaian kinerja untuk digunakan dalam perencanaan kegiatan masing-masing upaya Puskesmas, dan untuk perencanaan Puskesmas (D,W).

e)  Hasil pengawasan dan pengendalian dalam bentuk perbaikan kinerja disediakan dan digunakan sebagai dasar untuk memperbaiki kinerja pelaksanaan kegiatan Puskesmas dan revisi rencana pelaksanaan kegiatan bulanan (D,W).

f)   Hasil pengawasan, pengendalian, dan penilaian kinerja dibuat dalam bentuk laporan penilaian kinerja Puskesmas (PKP), serta upaya perbaikan kinerja dilaporkan kepada dinas kesehatan daerah kabupaten/kota (D).


 

     b. Kriteria 1.6.2

Lokakarya mini lintas program dan lokakarya mini lintas sektor dilakukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur.

    1) Pokok Pikiran:

a)  Proses maupun hasil pelaksanaan upaya Puskesmas perlu dikomunikasikan oleh kepala Puskesmas dan penanggung jawab upaya kepada lintas program dan lintas sektor terkait agar ada kesamaan persepsi untuk efektivitas pelaksanaan upaya Puskesmas.

b)  Komunikasi dan koordinasi Puskesmas melalui lokakarya mini bulanan lintas program dan lokakarya mini triwulanan lintas sektor dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.

c)  Lokakarya mini bulanan digunakan untuk (1) menyusun secara lebih terinci kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan selama 1 (satu) bulan mendatang, khususnya dalam waktu, tempat, sasaran, pelaksana kegiatan, dukungan (lintas program dan lintas sektor) yang diperlukan, serta metode dan teknologi yang digunakan, (2) menggalang kerja sama dan keterpaduan serta meningkatkan motivasi petugas.

d)  Lokakarya mini triwulanan digunakan untuk (1) menetapkan secara konkret dukungan lintas sektor yang akan dilakukan selama 3 (tiga) bulan mendatang, melalui sinkronisasi/harmonisasi RPK antarsektor (antarinstansi) dan kesatupaduan tujuan, (2) menggalang kerja sama, komitmen, dan koordinasi lintas sektor dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan pembangunan di tingkat kecamatan, dan (3) meningkatkan motivasi dan rasa kebersamaan dalam melaksanakan pembangunan masyarakat kecamatan.

   2) Elemen Penilaian:

a)  Dilakukan lokakarya mini bulanan dan triwulanan secara konsisten dan periodik untuk mengomunikasikan, mengoordinasikan, dan mengintegrasikan upaya-upaya Puskesmas (D,W).

b)  Dilakukan pembahasan permasalahan dan hambatan dalam pelaksanaan kegiatan, serta rekomendasi tindak lanjut dalam lokakarya mini bulanan dan triwulanan (D,W).

c)  Dilakukan tindak lanjut terhadap rekomendasi lokakarya mini bulanan dan triwulanan dalam bentuk perbaikan pelaksanaan kegiatan (D,W).

                                                
c. Kriteria 1.6.3

Kepala Puskesmas dan penanggung jawab melakukan pengawasan, pengendalian kinerja, dan kegiatan perbaikan kinerja melalui audit internal dan pertemuan tinjauan manajemen yang terencana sesuai dengan masalah kesehatan prioritas, masalah kinerja, risiko, maupun rencana pengembangan pelayanan.

    1) Pokok Pikiran:

a)  Kinerja Puskesmas yang dilakukan perlu dipantau tingkat ketercapaian target yang ditetapkan.

b)  Audit internal merupakan salah satu mekanisme pengawasan dan pengendalian yang dilakukan secara sistematis oleh tim audit internal yang dibentuk oleh kepala Puskesmas.

c)  Hasil temuan audit internal disampaikan kepada kepala Puskesmas, penanggung jawab mutu dan tim mutu Puskesmas, penanggung jawab upaya Puskesmas, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan.

d)  Jika ada permasalahan yang ditemukan dalam audit internal tetapi tidak dapat diselesaikan sendiri oleh pimpinan dan pegawai Puskesmas, permasalahan tersebut dapat dirujuk ke dinas kesehatan daerah kabupaten/kota untuk ditindaklanjuti.

e)  Kepala Puskesmas dan penanggung jawab mutu secara periodik melakukan pertemuan tinjauan manajemen untuk membahas umpan balik pelanggan, keluhan pelanggan, hasil audit internal, hasil penilaian kinerja, perubahan proses penyelenggaraan upaya Puskesmas dan kegiatan pelayanan Puskesmas, perubahan kebijakan mutu jika diperlukan, dan membahas hasil pertemuan tinjauan manajemen sebelumnya, serta rekomendasi untuk perbaikan.

f)   Pertemuan tinjauan manajemen dipimpin oleh penanggung jawab mutu.

   2) Elemen Penilaian:

a)  Kepala Puskesmas membentuk tim audit internal dengan uraian tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang jelas (R).

b)  Disusun rencana program audit internal tahunan yang dilengkapi kerangka acuan dan dilakukan kegiatan audit internal sesuai dengan rencana yang telah disusun (R,D,W).

c)  Ada laporan dan umpan balik hasil audit internal kepada kepala Puskesmas, tim mutu, pihak yang diaudit dan unit terkait (D,W).

d)  Tindak lanjut dilakukan terhadap temuan dan rekomendasi dari hasil audit internal, baik oleh kepala Puskesmas, penanggung jawab maupun pelaksana (D,W).

e)  Kepala Puskesmas bersama dengan tim mutu merencanakan pertemuan tinjauan manajemen dan pertemuan tinjauan manajemen tersebut dilakukan dengan agenda sebagaimana tercantum dalam Pokok Pikiran (D,W).

f)   Rekomendasi hasil pertemuan tinjauan manajemen ditindaklanjuti dan dievaluasi (D,W).


 

 

7. Standar 1.7 Pembinaan Puskesmas oleh dinas kesehatan daerah kabupaten/kota.

Puskesmas harus mendapatkan pembinaan dan pengawasan dari dinas kesehatan daerah kabupaten/kota mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dinas kesehatan daerah kabupaten/kota berperan dalam upaya perbaikan kinerja termasuk peningkatan mutu pelayanan kesehatan Puskesmas.

     a. Kriteria 1.7.1

Puskesmas harus mendapatkan pembinaan dan pengawasan terpadu dari dinas kesehatan daerah kabupaten/kota dalam rangka perbaikan kinerja, termasuk peningkatan mutu pelayanan di Puskesmas.

1)     Pokok Pikiran:

a)  Dinas kesehatan daerah kabupaten/kota sebagai Tim Pembina Cluster Binaan (TPCB) yang dibentuk dengan mengacu pada ketentuan yang telah ditetapkan melakukan pembinaan kepada Puskesmas sebagai unit pelaksana teknis.

b)  Pencapaian tujuan pembangunan kesehatan daerah merupakan bagian dari tugas, fungsi, dan tanggung jawab dinas kesehatan daerah kabupaten/kota.

c)  Dalam rangka menjalankan tugas, fungsi, dan tanggung jawab, dinas kesehatan daerah kabupaten/kota melakukan bimbingan teknis, supervisi, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan serta peningkatan mutu pelayanan kesehatan dengan metode seperti Point of Care Quality Improvement (POCQI), PDSA, dan metode peningkatan mutu lainnya.

d)  Pembinaan yang dilakukan oleh dinas kesehatan daerah kabupaten/kota sebagai TPCB dalam hal penyelenggaraan Puskesmas mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan hingga evaluasi kinerja Puskesmas.

e)  Pembinaan oleh TPCB meliputi pembinaan dalam rangka pencapaian target PIS PK, target Standar Pelayanan Minimal (SPM), Program Prioritas Nasional (PPN), dan pemenuhan Standar pelayanan.

f)   Dalam melaksanakan tugasnya, TPCB mengacu pada pedoman, termasuk pendampingan penyusunan perencanaan perbaikan strategis (PPS), pemantauan pengukuran dan pelaporan INM serta pemantauan pelaporan IKP.

2)     Elemen Penilaian:

a)  Terdapat penetapan organisasi Puskesmas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (R).

b)  Dinas kesehatan daerah kabupaten/kota menetapkan kebijakan dan jadwal pembinaan terpadu Puskesmas secara periodik (R,D,W).

c)  Ada bukti bahwa dinas kesehatan daerah kabupaten/ kota melaksanakan pembinaan secara terpadu melalui TPCB sesuai ketentuan, kepada Puskesmas secara periodik, termasuk jika terdapat pembinaan teknis sesuai dengan pedoman (D,W).

d)  Ada bukti bahwa TPCB menyampaikan hasil pembinaan, termasuk jika ada hasil pembinaan teknis oleh masing-masing bagian di dinas kesehatan, kepada kepala dinas kesehatan daerah kabupaten/kota dan memberikan umpan balik kepada Puskesmas (D,W).

e)  Ada bukti bahwa TPCB melakukan pendampingan penyusunan rencana usulan kegiatan dan rencana pelaksanaan kegiatan Puskesmas, yang mengacu pada rencana lima tahunan Puskesmas (R,D,W).

f)   Ada bukti bahwa TPCB menindaklanjuti hasil pelaksanaan lokakarya mini dan pertemuan tinjauan manajemen Puskesmas yang menjadi kewenangannya dalam rangka membantu menyelesaikan masalah kesehatan yang tidak bisa diselesaikan di tingkat Puskesmas (D,W).

g)  Ada bukti TPCB melakukan verifikasi dan memberikan umpan balik hasil pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan pelayanan di Puskesmas secara berkala (D,W).

h) Puskesmas menerima dan menindaklanjuti umpan balik hasil pembinaan dan evaluasi kinerja oleh TPCB (D,W).


 

B. BAB II PENYELENGGARAAN UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT (UKM) YANG BERORIENTASI PADA UPAYA PROMOTIF DAN PREVENTIF

1. Standar 2.1 Perencanaan terpadu pelayanan UKM.

Perencanaan pelayanan UKM Puskesmas disusun secara terpadu berbasis wilayah kerja Puskesmas dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor sesuai dengan analisis kebutuhan masyarakat, data hasil penilaian kinerja (capaian indikator kinerja) Puskesmas termasuk memperhatikan hasil pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS PK) dan capaian target Standar Pelayanan Minimal (SPM) daerah Kabupaten/Kota.

     a. Kriteria 2.1.1

Perencanaan pelayanan UKM Puskesmas disusun secara terpadu berbasis wilayah kerja Puskesmas dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor sesuai dengan analisis kebutuhan dan harapan masyarakat, data hasil penilaian kinerja (capaian indikator kinerja) Puskesmas termasuk memperhatikan hasil pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) dan capaian target Standar pelayanan minimal (SPM) daerah kabupaten/kota.

1) Pokok Pikiran:

a)  Identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat terhadap kegiatan UKM dapat dilakukan dengan survei mawas diri dan musyawarah masyarakat desa maupun melalui pertemuan-pertemuan konsultatif lainnya dengan masyarakat, seperti jajak pendapat, temu muka, survei mawas diri, survei kepuasan masyarakat, dan pertemuan dengan media lainnya.

b)  Pelaksanaan identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat mengacu pada kebijakan dan prosedur yang berlaku.

c)  Hasil identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat yang telah dianalisis dan dibahas bersama lintas program dan lintas sektor (musyawarah masyarakat desa/kelurahan, lokakarya mini (bulanan dan triwulan), selanjutnya, dijadikan sebagai dasar dalam penyusunan rencana usulan kegiatan UKM.

d)  Data capaian kinerja (capaian indikator kinerja) pelayanan UKM dianalisis dengan memperhatikan hasil pelaksanaan PIS PK dan capaian target SPM yang berbasis wilayah kerja Puskesmas. Hasil analisis tersebut dibahas secara terpadu bersama lintas program dan lintas sektor sebagai dasar dalam penyusunan rencana usulan kegiatan (RUK) UKM.

e)  Kegiatan-kegiatan dalam setiap pelayanan UKM di Puskesmas disusun oleh pelaksana, koordinator pelayanan UKM, dan Penanggungjawab UKM, yang mengacu pada hasil analisis data kinerja dengan memperhatikan data PIS PK, analisis capaian SPM daerah kabupaten/kota, pedoman atau acuan yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi, maupun dinas kesehatan daerah kabupaten/kota, dengan mengutamakan program prioritas nasional (antara lain penurunan stunting, peningkatan cakupan imunisasi, penanggulangan TB, pengendalian penyakit tidak menular, penurunan jumlah kematian ibu, dan jumlah kematian bayi serta memperhatikan hasil analisis kebutuhan dan harapan masyarakat

f)   Dalam Standar ini, kata “pelayanan” digunakan untuk menggantikan kata “program”. Contoh: Program Promosi kesehatan menjadi Pelayanan Promosi kesehatan.

   2) Elemen Penilaian:

a)  Dilakukan identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat, kelompok masyarakat, keluarga dan individu yang merupakan sasaran pelayanan UKM sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan (R,D,W).

b)  Hasil identifikasi kebutuhan dan harapan masyarakat dianalisis bersama dengan lintas program dan lintas sektor sebagai bahan untuk pembahasan dalam menyusun rencana kegiatan UKM (D,W).

c)  Data capaian kinerja pelayanan UKM Puskesmas dianalisis bersama lintas program dan lintas sektor dengan memperhatikan hasil pelaksanaan PIS PK sebagai bahan untuk pembahasan dalam menyusun rencana kegiatan yang berbasis wilayah kerja (R,D,W).

d)  Tersedia rencana usulan kegiatan (RUK) UKM yang disusun secara terpadu dan berbasis wilayah kerja Puskesmas berdasarkan hasil analisis kebutuhan dan harapan masyarakat, hasil pembahasan analisis data capaian kinerja pelayanan UKM dengan memperhatikan hasil pelaksanaan kegiatan PIS PK (D,W)


 

     b. Kriteria 2.1.2

Perencanaan pelayanan UKM Puskesmas memuat kegiatan pemberdayaan masyarakat untuk mengatasi permasalahan kesehatan dan meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat yang proses kegiatan pemberdayaan masyarakat tersebut dilakukan oleh masyarakat sendiri dengan difasilitasi oleh Puskesmas.

            1) Pokok Pikiran:

a)  Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan di wilayah kerja, setiap pelaksana kegiatan, koordinator pelayanan, dan penanggung jawab UKM Puskesmas wajib memfasilitasi kegiatan yang berwawasan kesehatan melalui pemberdayaan masyarakat.

b)  Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan yang selanjutnya disebut Pemberdayaan Masyarakat adalah proses untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan kemampuan individu, keluarga serta masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya kesehatan yang dilaksanakan dengan cara fasilitasi proses pemecahan masalah melalui pendekatan edukatif dan partisipatif serta memperhatikan kebutuhan potensi dan sosial budaya setempat.

c)  Strategi Pemberdayaan Masyarakat meliputi:

(1)   peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam mengenali dan mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi;

(2)   peningkatan kesadaran masyarakat melalui penggerakan masyarakat;

(3)   pengembangan dan pengorganisasian masyarakat;

(4)   penguatan dan peningkatan advokasi kepada pemangku kepentingan;

(5)   peningkatan kemitraan dan partisipasi lintas sektor, lembaga kemasyarakatan, organisasi kemasyarakatan,dan swasta; dan

(6)   peningkatan pemanfaatan potensi dan sumber daya berbasis kearifan lokal.

d)  Penyelenggaraan Pemberdayaan Masyarakat dilakukan dengan tahapan:

(1)   pengenalan kondisi desa/kelurahan;

(2)   survei mawas diri;

(3)   musyawarah di desa/kelurahan;

(4)   perencanaan partisipatif;

(5)   pelaksanaan kegiatan;

(6)   pembinaan kelestarian; dan

(7)   pengintegrasian program, kegiatan, dan/atau kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat yang sudah ada sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan masyarakat.

e)  Perencanaan Pemberdayaan Masyarakat terintegrasi dengan profil kesehatan keluarga (prokesga) sesuai definisi Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK).

f)   Pengembangan/pengorganisasian masyarakat (community organization) dalam pemberdayaan dilakukan dengan mengupayakan peran dan fungsi organisasi masyarakat dalam pembangunan kesehatan. Membangun kesadaran masyarakat merupakan awal dari kegiatan pengorganisasian masyarakat yang dilakukan dengan membahas bersama tentang kebutuhan dan harapan mereka, berdasarkan prioritas masalah kesehatan sesuai dengan sumber daya yang dimiliki.

g)  Bentuk pelaksanaan kegiatan Pemberdayaan Masyarakat dapat dilakukan melalui kegiatan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) seperti posyandu, posbindu PTM, posyandu Lansia, komunitas peduli kesehatan remaja, komunitas peduli HIV/AIDS, peduli TB, komunitas peduli kesehatan ibu dan anak, dan seterusnya dan/atau melalui kegiatan di tatanan-tatanan seperti sekolah, pesantren, pasar, tempat ibadah, dan lain-lain.

h) Kegiatan fasilitasi berupa:

(1)   melaksanakan advokasi dan sosialisasi kepada masyarakat, pemangku kepentingan, dan mitra terkait untuk mendukung pelaksanaan

Pemberdayaan Masyarakat;

(2)   melakukan pendampingan dan pembinaan teknis dalam tahapan penyelenggaraan Pemberdayaan Masyarakat;

(3)   melakukan koordinasi dengan lintas sektor dan pemangku kepentingan di wilayah kerja Puskesmas dalam pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat;

(4)   membangun kemitraan dengan organisasi kemasyarakatan dan swasta di wilayah kerja Puskesmas dalam pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat

(5)   mengembangkan media komunikasi, informasi, dan edukasi kesehatan terkait Pemberdayaan Masyarakat dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya berbasis kearifan lokal;

(6)   melakukan peningkatan kapasitas tenaga pendamping Pemberdayaan Masyarakat dan kader;

(7)   melakukan dan memfasilitasi edukasi kesehatan kepada masyarakat;

(8)   menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan Pemberdayaan Masyarakat;

(9)   melakukan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat di tingkat kecamatan dan kabupaten/kota secara berkala; dan

(10)            melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas secara berkala

i)   Kegiatan fasilitasi yang dimaksud dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, perbaikan dan evaluasi terhadap kegiatan Pemberdayaan Masyarakat tersebut.

j)   Pemberdayaan Masyarakat dalam bidang kesehatan tergambar dalam rencana usulan kegiatan (RUK) dan rencana pelaksanaan kegiatan (RPK) setiap koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM puskesmas.

   2) Elemen Penilaian:

a)     Terdapat kegiatan fasilitasi Pemberdayaan Masyarakat yang dituangkan dalam RUK dan RPK Puskesmas termasuk kegiatan Pemberdayaan Masyarakat bersumber dari swadaya masyarakat dan sudah disepakati bersama masyarakat sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan (R,D,W).

b)     Terdapat bukti keterlibatan masyarakat dalam kegiatan Pemberdayaan Masyarakat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, perbaikan, dan evaluasi untuk mengatasi masalah kesehatan di wilayahnya (D,W).

c)     Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap kegiatan Pemberdayaan Masyarakat (D,W).

c. Kriteria 2.1.3

Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) Pelayanan UKM terintegrasi lintas program dan mengacu pada Rencana Usulan Kegiatan (RUK) Puskesmas.

1)     Pokok Pikiran:

a)  Perencanaan pelayanan UKM Puskesmas disusun secara terintegrasi lintas program agar efektif dan efisien serta melalui tahapan perencanaan Puskesmas.

b)  Penyusunan RPK harus mengacu pada RUK yang telah ditetapkan, dengan cara membandingkan alokasi anggaran yang disetujui. Jika sebagian kegiatan yang direncanakan dalam RUK tidak dapat dilaksanakan karena keterbatasan sumber daya, maka dimungkinkan sebagian kegiatan yang tercantum dalam RUK tidak dituangkan dalam RPK

c)  RPK pelayanan UKM menggambarkan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Puskesmas dalam kurun waktu satu tahun dan dijabarkan dalam rencana pelaksanaan kegiatan bulan (RPK Bulanan).

d)  RPK pelayanan UKM dimungkinkan untuk diubah/disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan hasil dari pengawasan dan pengendalian terhadap capaian kinerja, termasuk apabila dijumpai kondisi tertentu (bencana alam, KLB, perubahan kebijakan, dan lain-lain).

e)  RPK pelayanan UKM dirinci dalam RPK untuk masingmasing pelayanan UKM dan disusun Kerangka Acuan Kegiatan (KAK).

   2) Elemen Penilaian:

a)  Tersedia rencana pelaksanaan kegiatan (RPK) tahunan UKM yang terintegrasi dalam rencana pelaksanaan kegiatan (RPK) tahunan Puskesmas sesuai dengan ketentuan yang berlaku (R).

b)  Tersedia RPK bulanan (RPKB) untuk masing-masing pelayanan UKM yang disusun setiap bulan (R).

c)  Tersedia kerangka acuan kegiatan (KAK) untuk tiap kegiatan dari masing-masing pelayanan UKM sesuai dengan RPK yang disusun (R).

d)  Jika terjadi perubahan rencana pelaksanaan pelayanan UKM berdasarkan hasil pemantauan, kebijakan atau kondisi tertentu, dilakukan penyesuaian RPK (D,W).

2)  Standar 2.2 Kemudahan akses sasaran dan masyarakat terhadap pelayanan UKM.

Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM memastikan kemudahan akses sasaran dan masyarakat terhadap pelaksanaan pelayanan UKM.

Pelayanan UKM Puskesmas mudah diakses oleh sasaran dan masyarakat, untuk mendapatkan informasi kegiatan serta penyampaian umpan balik dan keluhan.

a.     Kriteria 2.2.1

Penjadwalan pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas disepakati bersama dengan memperhatikan masukan sasaran, masyarakat, kelompok masyarakat, lintas program dan lintas sektor yang dilaksanakan sesuai dengan rencana.

1)     Pokok Pikiran:

a)  Keberhasilan pelaksanaan kegiatan UKM, Puskesmas tergantung pada peran aktif masyarakat, kelompok masyarakat, keluarga, dan individu yang menjadi sasaran.

b)  Jadwal pelaksanaan kegiatan disusun berdasarkan masukan dari sasaran, masyarakat, kelompok masyarakat, lintas program dan lintas sektor terkait dan disepakati bersama. Jadwal tersebut memuat waktu, tempat dan sasaran kegiatan.

c)  Agar sasaran, masyarakat, lintas program dan lintas sektor berperan aktif dalam kegiatan, maka jadwal pelaksanaan kegiatan UKM harus disampaikan kepada sasaran, masyarakat, kelompok masyarakat, lintas program dan lintas sektor terkait dengan memanfaatkan media komunikasi yang sudah ditetapkan.

d)  Agar sasaran berperan aktif dalam kegiatan UKM, maka pelaksanaan kegiatan UKM perlu mempertimbangkan kondisi sosial, tata nilai budaya masyarakat sebagai dasar untuk menetapkan metode dan teknologi yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan UKM.

e)  Metode adalah cara yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan. Contoh: ceramah, diskusi, pembinaan, kunjungan rumah, dan sebagainya. Teknologi adalah media/audio visual aid yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan. Contoh: lembar balik, model, LCD, film dan sebagainya.

f)   Bilamana dilakukan perubahan jadwal, informasi tentang waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan UKM harus disepakati dan diinformasikan dengan jelas dan tempat kegiatan mudah diakses oleh sasaran kegiatan UKM, masyarakat dan kelompok masyarakat.

2)     Elemen Penilaian:

a)  Tersedia jadwal serta informasi pelaksanaan kegiatan UKM yang disusun berdasarkan hasil kesepakatan dengan sasaran, masyarakat, kelompok masyarakat, lintas program dan lintas sektor terkait (D,W).

b)  Jadwal pelaksanaan kegiatan UKM diinformasikan kepada sasaran, masyarakat, kelompok masyarakat, lintas program, dan lintas sektor melalui media komunikasi yang sudah ditetapkan (D,W).

c)  Tersedia bukti penyampaian informasi perubahan jadwal bilamana terjadi perubahan jadwal pelaksanaan kegiatan (D,W).


 

b.  Kriteria 2.2.2

Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM memastikan akses sasaran dan masyarakat untuk menyampaikan umpan balik dan keluhan.

1)     Pokok Pikiran:

a)  Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan sasaran kegiatan diperlukan umpan balik dan masukan dari masyarakat dan sasaran kegiatan. Hal ini berguna untuk penyesuaian dan perbaikanperbaikan dalam pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas.

b)  Umpan balik adalah tanggapan yang diperoleh dari hasil pelayanan yang diberikan baik dalam bentuk masukan untuk perbaikan maupun bentuk keluhan dari pelayanan yang diperoleh.

c)  Umpan balik dapat diperoleh baik secara langsung maupun tidak langsung dari masyarakat, kelompok masyarakat, dan sasaran kegiatan UKM.

d)  Masyarakat, kelompok masyarakat, dan sasaran program dapat menyampaikan keluhan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM.

e)  Umpan balik yang diperoleh dilakukan identifikasi yang selanjutnya dianalisis dan dievaluasi untuk mengetahui peluang pengembangan dan perbaikan terhadap pelayanan UKM.

f)   Umpan balik dan keluhan ditindak lanjuti dengan pembahasan atau pertemuan konsultatif dengan tokoh masyarakat, kelompok masyarakat, masyarakat atau individu yang merupakan sasaran melalui forumforum yang ada di masyarakat.

g)  Kepala Puskesmas, penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM membahas umpan balik dan keluhan sebagai bahan untuk melakukan perbaikan dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan UKM.

   2) Elemen Penilaian:

a)  Dilakukan identifikasi terhadap umpan balik yang diperoleh dari masyarakat, kelompok masyarakat dan sasaran. (D,W)

b)  Hasil identifikasi umpan balik dianalisis dan disusun rencana tindaklanjut untuk pengembangan dan perbaikan pelayanan. (D,W)

c)  Umpan balik dan keluhan dari masyarakat, kelompok masyarakat, dan sasaran ditindaklanjuti dan dievaluasi (D,W).


 

 

3.  Standar 2.3. Penggerakan dan pelaksanaan pelayanan UKM.

Penggerakan dan pelaksanaan pelayanan UKM dilakukan dan dikoordinasikan dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor terkait.

Penggerakan dan Pelaksanaan Pelayanan UKM dilakukan sesuai dengan kebijakan, pedoman/ panduan, prosedur, dan kerangka acuan yang disusun dan dikoordinasikan melalui forum lokakarya mini bulanan dan triwulanan.

a.  Kriteria 2.3.1

Dilakukan komunikasi dan koordinasi dalam penyelenggaraan pelayanan UKM Puskesmas.

1) Pokok Pikiran:

a)  Keberhasilan pelaksanaan pelayanan UKM hanya dapat dicapai jika dilakukan komunikasi dan koordinasi baik lintas program maupun lintas sektor terkait mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, perbaikan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan UKM.

b)  Mekanisme komunikasi dan koordinasi dapat dilakukan antara lain melalui pertemuan-pertemuan, lokakarya mini, dan penggunaan media/tekhnologi informasi.

c)  Kebijakan, dan prosedur komunikasi dan koordinasi dalam penyelenggaraan pelayanan UKM perlu ditetapkan dan dijadikan acuan dalam pelaksanaan kegiatan UKM.

d)  Evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan komunikasi dan koordinasi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan

2) Elemen Penilaian:

a)     Ditetapkan mekanisme komunikasi dan koordinasi untuk mendukung keberhasilan pelayanan UKM kepada lintas program dan lintas sektor terkait (R).

b)     Dilakukan komunikasi dan koordinasi kegiatan pelayanan UKM kepada lintas program dan lintas sektor terkait sesuai kebijakan, dan prosedur yang ditetapkan. (D,W)

 

4.    Standar 2.4 Pembinaan berjenjang pelayanan UKM.

Pelayanan UKM dilaksanakan dengan metode pembinaan secara berjenjang agar efisien dan efektif dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.

Pelayanan UKM dilaksanakan dengan metode pembinaan secara berjenjang untuk mengidentifikasi masalah dan hambatan, menganalisis masalah, merencanakan tindak lanjut sampai dengan evaluasi.

a.  Kriteria 2.4.1

Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas bertanggung jawab terhadap pencapaian tujuan, pencapaian kinerja, pelaksanaan kegiatan UKM, dan penggunaan sumber daya.

1)  Pokok Pikiran:

a)  Penanggung jawab UKM dan koordinator pelayanan kegiatan UKM Puskesmas mempunyai kewajiban untuk memberikan arahan dan dukungan bagi pelaksana kegiatan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab. Arahan dapat dilakukan baik dalam bentuk pembinaan, pendampingan, pertemuanpertemuan, maupun konsultasi dalam pelaksanaan kegiatan UKM secara berjenjang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

b)  Pembinaan penanggung jawab UKM Puskesmas kepada koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM meliputi pemahaman pelaksanaan kegiatan, termasuk pembinaan terhadap masalah dan hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan kegiatan UKM mulai dari identifikasi, analisis sampai dengan upaya penyelesaian masalah dalam pelaksanaan kegiatan UKM.

c)  Penanggung jawab UKM, koordinator dan pelaksana kegiatan UKM melakukan tindak lanjut dan evaluasi terhadap hasil analisis masalah dan hambatan dalam pelaksanaan pelayanan UKM.

2)  Elemen Penilaian:

a)  Penanggung jawab UKM melakukan pembinaan kepada koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM secara periodik sesuai dengan jadwal yang disepakati (D,W).

b)  Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas mengidentifikasi, menganalisis permasalahan dan hambatan dalam pelaksanaan kegiatan UKM, dan menyusun rencana tindaklanjut (D,W).

c)  Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melaksanakan tindak lanjut untuk mengatasi masalah dan hambatan dalam pelaksanaan kegiatan UKM (D,W).

d)  Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melakukan evaluasi berdasarkan hasil pelaksanaan pada Elemen Penilaian huruf c dan melakukan tindaklanjut atas hasil evaluasi (D,W).

5. Standar 2.5 Penguatan pelayanan UKM dengan PIS PK.

Pelaksanaan pelayanan UKM diperkuat dengan PIS PK dalam upaya mewujudkan keluarga sehat dan masyarakat sehat melalui pengorganisasian masyarakat dengan terbentuknya upaya-upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) dan tatanan-tatanan sehat yang merupakan bentuk implementasi Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas).

     a. Kriteria 2.5.1

Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan, dan pelaksana kegiatan UKM bersama dengan tim pembina keluarga melaksanakan pemetaan dan intervensi kesehatan berdasarkan permasalahan keluarga sesuai dengan jadwal yang sudah disepakati.

1) Pokok Pikiran:

a)  Kegiatan kunjungan keluarga yang dilaksanakan oleh tim pembina keluarga digunakan untuk menyampaikan komunikasi informasi dan edukasi kepada keluarga sebagai intervensi awal dan didokumentasikan.

b)  Dokumentasi hasil kunjungan keluarga dilakukan dengan di entry pada aplikasi keluarga sehat dan atau pada profil keluarga sehat (Prokesga).

c)  Dokumentasi hasil kunjungan keluarga dilakukan dengan cara mengentri aplikasi keluarga sehat dan/atau profil kesehatan keluarga (prokesga).

d)  Dokumentasi hasil kunjungan dapat berupa hasil intervensi awal dan hasil intervensi lanjut.

e)  Dokumentasi hasil kunjungan awal dan hasil intervensi (pemutakhiran/update) dilakukan oleh tim pengelola data PIS-PK Puskesmas.

f)   Tim pembina keluarga menyampaikan informasi dan laporan hasil kunjungan keluarga serta berkoordinasi dengan penanggung jawab UKM dan koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM agar dapat dilakukan analisis dan intervensi lanjut.

g)  Tim Pembina keluarga adalah tenaga kesehatan Puskesmas yang dibentuk oleh kepala Puskesmas melalui surat keputusan kepala Puskesmas.

h) Kegiatan UKM melalui PIS-PK sebagai bentuk intervensi dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang disepakati dengan masyarakat yang menjadi sasaran.

2) Elemen Penilaian:

a)  Dibentuk Tim Pembina Keluarga, dan tim pengelola data PIS-PK dengan uraian tugas yang jelas (R).

b)  Tim pembina keluarga melakukan kunjungan keluarga dan intervensi awal yang telah direncanakan melalui proses persiapan dan mendokumentasikan kegiatan tersebut (D,W).

c)  Tim pembina keluarga melakukan penghitungan indeks keluarga sehat (IKS) pada tingkat keluarga, RT, RW, desa/kelurahan, dan Puskesmas secara manual atau secara elektronik (dengan Aplikasi Keluarga Sehat) (D).

d)  Tim pembina keluarga menyampaikan informasi masalah kesehatan kepada kepala Puskesmas, penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan, dan pelaksana kegiatan UKM untuk bersama-sama melakukan analisis hasil kunjungan keluarga dan mengomunikasikan dengan penanggung jawab mutu (D,W)

e)  Tim pembina keluarga bersama penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan, dan pelaksana kegiatan UKM menyusun intervensi lanjut kepada keluarga sesuai permasalahan kesehatan pada tingkat keluarga (D,W).

f)   Penanggung jawab UKM mengkoordinasikan pelaksanaan intervensi lanjut bersama dengan pihak terkait (D,W).

 

     b. Kriteria 2.5.2

Intervensi lanjut ditujukan pada wilayah kerja Puskesmas berdasarkan permasalahan yang sudah dipetakan dan dilaksanakan terintegrasi dengan pelayanan UKM Puskesmas.

            1) Pokok Pikiran:

a)     Untuk melaksanakan intervensi lanjut tingkat wilayah diperlukan penyusunan rencana berdasarkan pemetaan wilayah kerja Puskesmas, baik yang spesifik terhadap RT, RW, desa/kelurahan ataupun yang secara wilayah kerja Puskesmas.

b)    Penyusunan rencana intervensi lanjut terintegrasi dengan lintas program dan dapat melibatkan lintas sektor terkait dengan didasarkan pada analisis IKS awal.

c)     Intervensi sesuai dengan hasil analisis dan pemetaan, antara lain dilakukan melalui kegiatan UKM (termasuk yang bersifat inovatif), pengorganisasian masyarakat dalam bentuk UKBM, dan tatanan-tananan, seperti sekolah, pesantren, pasar tempat ibadah, dan lainlain.

d)    Perlu dilakukan perbaikan dan evaluasi pelaksanaan intervensi lanjut oleh penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM agar permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan PIS PK dapat segera ditindaklanjuti.

e)     Tindak lanjut dilaksanakan sebagai bagian yang terintegrasi dalam kegiatan pelayanan UKM Puskesmas.

f)      Perbaikan dan evaluasi PIS PK di tingkat Puskesmas dilaksanakan mulai dari tahap persiapan pelaksanaan, pelaksanaan kunjungan keluarga dan intervensi awal, pelaksanaan analisis indeks keluarga sehat (IKS) awal, pelaksanaan intervensi lanjut dan analisis perubahan IKS.

g)     Rencana intervensi lanjut terintegrasi dengan rencana pelaksanaan kegiatan masing-masing pelayanan UKM Puskesmas.

h)    Dalam perbaikan dan evaluasi, dilaksanakan proses verifikasi yang bertujuan untuk menjamin kebenaran serta keakuratan pelaksanaan PIS PK sesuai dengan hasil pelatihan serta informasi kondisi kesehatan setiap keluarga yang ada pada prokesga atau pada aplikasi yang dapat dipertanggungjawabkan.

   2) Elemen Penilaian:

a)  Tim pembina keluarga bersama dengan penanggung jawab UKM melakukan analisis IKS awal dan pemetaan masalah di tiap tingkatan wilayah, sebagai dasar dalam menyusun rencana intervensi lanjut secara terintegrasi lintas program dan dapat melibatkan lintas sektor terkait (D,W)

b)  Rencana intervensi lanjut dikomunikasikan dan dikoordinasikan dalam lokakarya mini bulanan dan lokakarya triwulanan Puskesmas.(D,W).

c)  Dilaksanakan intervensi lanjutan sesuai dengan rencana yang disusun (D,W).

d)  Penanggung jawab UKM Puskesmas berkoordinasi dengan penanggung jawab UKP, laboratorium, dan kefarmasian, penanggung jawab jaringan pelayanan dan jejaring Puskesmas dalam melakukan perbaikan pelaksanaan intervensi lanjutan yang dilakukan (D,W).

e)  Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut perbaikan pada setiap tahapan PIS PK antara lain melalui supervisi, laporan, lokakarya mini dan pertemuan-pertemuan penilaian kinerja (D,W).

f)   Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melaksanakan intervensi lanjut dan melaporkan hasil yang telah dilaksanakan kepada tim pembina keluarga dan selanjutnya dilakukan pemuktahiran/update dokumentasi (D,W).

 

     c. Kriteria 2.5.3

Pelaksanaan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) sebagai bagian dari intervensi lanjut dalam bentuk peran serta masyarakat terhadap masalah-masalah kesehatan.

     1) Pokok Pikiran

a)     Gerakan masyarakat hidup sehat (Germas) adalah suatu tindakan sistematis dan terencana yang dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh komponen bangsa dengan kesadaran, kemauan, dan kemampuan berperilaku sehat untuk meningkatkan kualitas hidup.

b)    Kegiatan Germas merupakan bagian terintegrasi dari intervensi lanjut terhadap masalah-masalah kesehatan yang diidentifikasi dalam mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat yang dapat dilihat dari perubahan IKS tingkat keluarga dan wilayah yang semakin membaik.

c)     Germas bertujuan agar masyarakat terjaga kesehatannya, tetap produktif, hidup dalam lingkungan yang bersih ditandai dengan kegiatankegiatan sebagai berikut: peningkatan edukasi hidup sehat, peningkatan kualitas lingkungan, peningkatan pencegahan dan deteksi dini penyakit, penyediaan pangan sehat dan percepatan perbaikan gizi, peningkatan perilaku hidup sehat dan peningkatan aktivitas fisik.

d)    Sasaran Germas adalah sasaran untuk masing-masing kegiatan Germas, yaitu seluruh lapisan masyarakat, termasuk individu, keluarga dan masyarakat untuk mempraktikkan pola hidup sehat sehari-hari.

e)     Puskesmas berperan dalam mensukseskan Germas antara lain melalui kegiatan pemberdayaan individu dan keluarga yang diukur melalui Indeks individu dan keluarga sehat, pemberdayaan masyarakat yang diukur dengan terbentuknya UKBM dan pembangunan wilayah berwawasan kesehatan yang diukur dengan Indeks Masyarakat Sehat dan Indeks Tatanan Sehat.

f)      Kegiatan-kegiatan tersebut direncanakan dengan kejelasan jenis kegiatan, indikator untuk tiap kegiatan, dan terintegrasi dalam kegiatan UKM Puskesmas.

g)     Pelaksanaan kegiatan GERMAS melalui pemberdayaan masyarakat, keluarga dan individu diharapkan berdampak pada semakin membaiknya IKS tingkat keluarga dan wilayah dan terbentuknya UKBM.

   2) Elemen Penilaian:

a)     Ditetapkan sasaran Germas dalam pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas oleh kepala Puskesmas (R).

b)    Dilaksanakan penyusunan perencanaan pembinaan Germas secara terintegrasi dalam kegiatan UKM Puskesmas (D,W).

c)     Dilakukan upaya pelaksanaan pembinaan Germas yang melibatkan lintas program dan lintas sektor terkait untuk mewujudkan perubahan perilaku sasaran Germas (D,W).

d)    Dilakukan pemberdayaan masyarakat, keluarga dan individu dalam mewujudkan gerakan masyarakat hidup sehat (D,W).

e)     Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan pembinaan gerakan masyarakat hidup sehat (D,W).


 

6. Standar 2.6 Penyelenggaraan UKM esensial.

Upaya Kesehatan Masyarakat esensial dilaksanakan dengan mengutamakan upaya promotif dan preventif di wilayah kerja Puskesmas.

a. Kriteria 2.6.1

Cakupan dan Pelaksanaan UKM Esensial Promosi Kesehatan.

1) Pokok Pikiran:

a) Cakupan UKM Esensial Promosi Kesehatan diukur dengan 3 (tiga) indikator kinerja utama pelayanan, yaitu:

(1)   presentasi posyandu aktif sesuai dengan target yang telah ditetapkan menurut ketentuan perundang-undangan;

(2)   terbentuknya tatanan sehat sesuai dengan pedoman; dan

(3)   melakukan proses pemberdayaan masyarakat.

b)  Penetapan indikator kinerja utama pelayanan promosi kesehatan terintegrasi dengan penetapan indikator kinerja Puskesmas.

c)  Definisi operasional posyandu aktif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

d)  Terbentuknya tatanan sehat sesuai dengan pedoman adalah upaya yang dilakukan petugas Puskesmas dalam membentuk tatanan/tempat yang mengupayakan kesehatan dengan melakukan proses untuk memberdayakan masyarakat melalui kegiatan menginformasikan, mempengaruhi dan membantu masyarakat agar berperan aktif untuk mendukung perubahan perilaku dan lingkungan sehat serta menjaga dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Contoh : rumah tangga sehat, sekolah sehat, dan lainlain.

e)     Melakukan proses pemberdayaan masyarakat adalah memfasilitasi proses pemberdayaan masyarakat dengan tahapan:

(1)      pengenalan kondisi desa/kelurahan;

(2)      survei mawas diri;

(3)      musyawarah di desa/kelurahan

(4) perencanaan partisipatif;

(5) pelaksanaan kegiatan; dan

(6) pembinaan kelestarian

f)   Untuk mencapai kinerja UKM Esensial Promosi Kesehatan dilakukan upaya-upaya promotif dan preventif sebagai berikut:

(1) Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kepada pemangku kepentingan dan masyarakat;

(2) Pendampingan dan pembinaan teknis dalam tahapan pemberdayaan masyarakat;

(3) Melakukan koordinasi dengan lintas sektor dan pemangku kepentingan di wilayah kerja Puskesmas;

(4) Membangun kemitraan dengan ormas dan pihak swasta di wilayah kerja Puskesmas dan mengembangkan media KIE

(5) Melakukan peningkatan kapasitas;

(6) Memfasilitasi edukasi kesehatan kepada masyarakat;

(7) Penggerakan masyarakat; dan

(8) Upaya-upaya promotif dan preventif sesuai dengan indikator tambahan yang ditetapkan oleh Puskesmas yang mengacu pada pedoman/ panduan dan atau ketentuan yang berlaku

g)  Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindak lanjut terhadap capaian indikator kinerja dan upaya pencapaian kinerja pelayanan UKM Esensial Promosi Kesehatan yang telah dilakukan.

h) Pencatatan dan pelaporan UKM Esensial Promosi Kesehatan, baik secara manual maupun elektronik, dilakukan secara lengkap, akurat, tepat waktu dan sesuai prosedur. Pelaporan kepada kepala puskesmas dan Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota dan/atau pihak lainnya mengacu kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelaporan kepada kepala puskesmas dapat dilakukan secara tertulis atau penyampaian secara langsung melalui pertemuan-pertemuan seperti lokakarya mini bulanan, pertemuan tinjauan manajemen, dan forum lainnya.

      2) Elemen Penilaian:

a)  Tercapainya indikator kinerja pelayanan UKM Esensial Promosi Kesehatan sesuai dengan yang diminta dalam Pokok Pikiran disertai dengan analisisnya (R,D).

b)  Dilaksanakan upaya-upaya promotif dan preventif untuk mencapai kinerja pelayanan UKM Esensial Promosi Kesehatan sebagaimana Pokok Pikiran, dan tertuang di dalam RPK, sesuai dengan kebijakan, prosedur dan kerangka acuan kegiatan yang telah ditetapkan (R,D,W)

c)  Dilakukan pemantauan secara periodik dan berkesinambungan terhadap capaian indikator dan upaya yang telah dilakukan (D,W)

d)  Disusun rencana tindak lanjut dan dilakukan tindaklanjut berdasarkan hasil pemantauan yang terintegrasi ke dalam dokumen perencanaan (D,W)

e)  Dilaksanakan pencatatan dan dilakukan pelaporan kepada kepala puskesmas dan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan (R,D,W).

     b. Kriteria 2.6.2

Cakupan dan pelaksanaan UKM Esensial Penyehatan Lingkungan.

            1) Pokok Pikiran:

a)     Cakupan UKM Esensial Penyehatan Lingkungan diukur dengan 3 (tiga) indikator kinerja utama pelayanan, sebagai berikut.

(1) jumlah desa Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM);

(2) persentase fasilitas umum (TFU) yang dalam pengawasan; dan;

(3) persentase tempat pengolahan pangan (TPP) yang dalam pengawasan.

b)    Penetapan indikator kinerja utama pelayanan penyehatan lingkungan terintegrasi dengan penetapan indikator kinerja Puskesmas.

c)     Untuk mencapai kinerja UKM Esensial Penyehatan Lingkungan dilakukan upaya-upaya promotif dan preventif sebagai berikut.

(1)   Melakukan pemicuan, pendampingan verifikasi desa STBM serta update data, dan lain-lain;

(2)   Melakukan inspeksi kesehatan lingkungan TFU dan TPP, pembinaan, update data dan lain-lain; dan

(3)   Melakukan upaya-upaya promotif dan preventif sesuai dengan indikator tambahan yang ditetapkan oleh Puskesmas yang mengacu pada pedoman/panduan dan atau ketentuan yang berlaku.

d)    Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindak lanjut terhadap capaian indikator kinerja dan upaya pencapaian kinerja pelayanan UKM Esensial Penyehatan Lingkungan yang telah dilakukan.

e)     Pencatatan dan pelaporan UKM Esensial Penyehatan Lingkungan, baik secara manual maupun elektronik, dilakukan secara lengkap, akurat, tepat waktu dan sesuai prosedur. Pelaporan kepada kepala puskesmas dan Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota dan/atau pihak lainnya mengacu kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelaporan kepada kepala puskesmas dapat dilakukan secara tertulis atau penyampaian secara langsung melalui pertemuan-pertemuan seperti lokakarya mini bulanan, pertemuan tinjauan manajemen, dan forum lainnya.

   2) Elemen Penilaian:

a)     Tercapainya indikator kinerja pelayanan UKM Esensial Penyehatan Lingkungan sesuai dengan Pokok Pikiran disertai dengan analisisnya (R,D,W).

b)    Dilaksanakan upaya-upaya promotif dan preventif untuk mencapai kinerja pelayanan UKM Esensial Penyehatan Lingkungan sebagaimana Pokok Pikiran, dan tertuang di dalam RPK, sesuai dengan kebijakan, prosedur dan kerangka acuan kegiatan yang telah ditetapkan (R,D,W)

c)     Dilakukan pemantauan secara periodik dan berkesinambungan terhadap capaian indikator dan upaya yang telah dilakukan (D,W).

d)    Disusun rencana tindak lanjut dan dilakukan tindaklanjut berdasarkan hasil pemantauan yang terintegrasi ke dalam dokumen perencanaan (D,W).

e)     Dilaksanakan pencatatan, dan dilakukan pelaporan kepada kepala puskesmas dan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan (R,D,W).


 

c. Kriteria 2.6.3

Cakupan dan pelaksanaan UKM Esensial Kesehatan Keluarga.

1) Pokok Pikiran:

a)     Cakupan UKM Esensial Kesehatan Keluarga diukur dengan 6 (enam) indikator kinerja utama pelayanan, sebagai berikut.

(1)   persentase ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal terpadu;

(2)   persentase balita mendapatkan pelayanan sesuai dengan Standar minimal,

(3)   persentase anak usia sekolah dan remaja masuk dalam penjaringan kesehatan;

(4)   persentase calon pengantin mendapatkan skrining kesehatan;

(5)   persentase pasangan usia subur (PUS) yang mendapatkan pelayanan kontrasepsi; dan

(6)   presentasi lanjut usia mendapatkan pelayanan kesehatan.

b)     Penetapan indikator kinerja utama pelayanan kesehatan keluarga terintegrasi dengan penetapan indikator kinerja Puskesmas.

c)     Pelayanan antenatal terpadu adalah pelayanan antenatal komprehensif dan berkualitas yang diberikan kepada semua ibu hamil serta terpadu dengan program lain yang memerlukan intervensi selama kehamilannya.

d)     Sasaran pelayanan antenatal adalah seluruh ibu hamil yang ada di wilayah kerja Puskesmas.

e)     Pelayanan Kesehatan balita yang mendapatkan pelayanan sesuai dengan Standar minimal meliputi:

(1)    penimbangan berat badan,

(2)    pengukuran panjang badan/tinggi badan,

(3)    pemantauan perkembangan,

(4)    imunisasi,

(5)    pemberian vitamin A, dan

(6)    pelayanan balita sakit

f)      Sasaran pelayanan balita sehat adalah seluruh balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas

g)     Pelayanan kesehatan anak usia sekolah dan remaja adalah Pelayanan kesehatan bagi anak usia sekolah dan remaja yang dilakukan melalui penjaringan kesehatan dengan pendekatan layanan ramah remaja atau dikenal dengan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR). Puskesmas dapat dikategorikan mampu memberikan pelayanan PKPR jika :

(1) Memiliki tenaga yang telah terlatih/ terorientasi PKPR. Tenaga yang dimaksud adalah:

(a) tenaga kesehatan yang terdiri atas:

1.   dokter/ dokter gigi,

2.   bidan,

3.   perawat,

4.   gizi,

5.   tenaga kesehatan masyarakat

b) tenaga non kesehatan terlatih atau mempunyai kualifikasi tertentu:

1.     guru,

2.     kader kesehatan/ dokter kecil/ peer conselor

(2)   tersedia layanan konseling bagi remaja

(3)   minimal membina satu Posyandu remaja

h)    Penjaringan kesehatan meliputi:

(1) skrining kesehatan dilakukan pada peserta didik kelas 1, 7 dan 10 , yaitu:

(a)   penilaian status gizi

(b)   penilaian tanda-tanda vital

(c)   penilaian kesehatan gigi dan mulut

(d)   penilaian ketajaman indera

(e)   penilaian status anemia pada remaja putri kelas 7 dan 10

(2) tindak lanjut hasil skrining kesehatan.

(a)      memberikan umpan balik hasil skrining kesehatan

(b)      melakukan rujukan jika diperlukan

(c)      memberikan penyuluhan kesehatan

i)      Skrining kesehatan calon pengantin adalah pemeriksaan kesehatan reproduksi yang meliputi:

(1)     Anamnesa,

(2)    pemeriksaan fisik,

(3)    pemeriksaan status gizi

(4)    pemeriksaan darah (hb, golongan darah),

(5)    skrining imunisasi TT,

(6)    KIE kesprocatin.

Sasarannya adalah seluruh calon pengantin yang ada di wilayah kerja Puskesmas.

j)      Pelayanan kontrasepsi adalah pelayanan kontrasepsi dengan metoda modern meliputi pelayanan konseling, pemasangan, penanganan efek samping dan rujukan.

k)     Pelayanan kesehatan lanjut usia meliputi: skrining kesehatan (pemeriksaan tekanan darah, pengkajian paripurna pengguna layanan geriatri, pemeriksaan lab sederhana: gula darah, kolesterol, asam urat), anamnesa perilaku berisiko, pemeriksaan fisik, IMT, pengobatan, rujukan, dan pemberian Buku Kesehatan Lansia. Sasarannya adalah seluruh orang yang lanjut usia yang ada di wilayah kerja Puskesmas

l)      Untuk mencapai kinerja UKM Esensial Kesehatan Keluarga dilakukan upaya-upaya promotif dan preventif sebagai berikut.

(1)   Untuk pelaksanaan kelas ibu hamil dan kelas ibu balita, minimal 50% desa sudah mempunyai kelas ibu hamil dan kelas ibu balita;

(2)   Puskesmas sudah melakukan orientasi P4K;

(3)   Puskesmas melaksanakan penyeliaan fasilitatif minimal 2 kali dalam setahun;

(4)   Peningkatan peran masyarakat dalam pemanfaatan buku KIA melalui pelaksanaan kelas ibu balita, sosialisasi/orientasi kader kesehatan, guru PAUD/KB/TK/RA dan kelompok BKB;

(5)   Puskesmas PKPR menjangkau sasaran remaja di luar gedung melalui UKS baik di sekolah umum maupun SLB, pesantren, posyandu remaja, pramuka, pelayanan ke panti/LKSA dan rutan anak/LPKA;

(6)   Puskesmas melakukan kerja sama dengan Kantor Urusan Agama (KUA), lembaga agama lain dan lintas sektor (LS), terkait lainnya dalam mendorong calon pengantin (catin) untuk mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi;.

(7)   Puskesmas melakukan kerjasama dengan PLKB dalam penyediaan alokon dan peningkatan minat masyarakat dalam pelayanan kontrasepsi.

(8)   Puskesmas melakukan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas bagi catin dengan penyediaan SDM dan sarana prasarana untuk melakukan KIE dan skrining kesehatan;

(9)   Pemanfaatan kohort usia reproduksi dalam memantau pelayanan bagi catin, PUS dan pelayanan KB;

(10)   Pelayanan lansia di Puskesmas yang santun lansia mengkuti prinsip-prinsip:

(a)   memberikan pelayanan yang baik dan berkualitas,

(b)   memberikan prioritas pelayanan kepada lansia dan penyediaan sarana yang aman dan mudah diakses,

(c)    memberikan dukungan/bimbingan pada lansia dan keluarga secara berkesinambungan dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya,

(d)   melakukan pelayanan secara proaktif melalui kegiatan pelayanan di luar gedung,

(e)    melakukan koordinasi dengan lintas program dengan pendekatan siklus hidup,

(f)     dan melakukan kerjasama dengan lintas sektor, organisasi kemasyarakatan maupun dunia usaha dalam rangka meningkatkan kualitas hidup lansia;

m)   Adanya dokumentasi hasil upaya-upaya pelaksanaan 6 (enam) indikator utama (pelayanan antenatal terpadu, pelayanan kesehatan balita pelayanan kesehatan peduli remaja, pelayanan kesehatan balita, pelayanan kesehatan peduli remaja, pelayanan kesehatan reproduksi calon pengantin, pelayanan kesehatan lanjut usia) beserta laporan kegiatan.

n)    Adanya hasil evaluasi dari permasalahan kesehatan pelaksanaan UKM Esensial Kesehatan Keluarga yang dituangkan atau ditindaklanjuti melalui RUK Puskesmas.

o)     Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindaklanjut terhadap capaian indikator kinerja dan upaya pencapaian kinerja pelayanan UKM Esensial Kesehatan Keluarga yang telah dilakukan.

p)     Pencatatan dan pelaporan UKM Esensial Kesehatan Keluarga, baik secara manual maupun elektronik, dilakukan secara lengkap, akurat, tepat waktu dan sesuai prosedur. Pelaporan kepada kepala puskesmas dan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota/provinsi dan/atau pihak lainnya mengacu kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelaporan kepada kepala puskesmas dapat dilakukan secara tertulis atau penyampaian secara langsung melalui pertemuan-pertemuan seperti lokakarya mini bulanan, pertemuan tinjauan manajemen, dan forum lainnya.

 

      2) Elemen Penilaian:

a)  Tercapainya indikator kinerja pelayanan UKM Esensial Kesehatan Keluarga sesuai dengan Pokok Pikiran disertai dengan analisisnya (R,D)

b)  Dilaksanakan upaya-upaya promotif dan preventif untuk mencapai kinerja pelayanan UKM Esensial Kesehatan Keluarga sebagaimana Pokok Pikiran, dan tertuang di dalam RPK, sesuai dengan kebijakan, prosedur dan kerangka acuan kegiatan yang telah ditetapkan (R,D,W)

c)  Dilakukan pemantauan secara periodik dan berkesinambungan terhadap capaian indikator dan upaya yang telah dilakukan (D,W).

d)  Disusun rencana tindak lanjut dan dilakukan tindaklanjut berdasarkan hasil pemantauan yang terintegrasi ke dalam dokumen perencanaan (D,W).

e)  Dilaksanakan pencatatan, dan dilakukan pelaporan kepada kepala puskesmas dan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan (R,D,W).

d. Kriteria 2.6.4

Cakupan dan pelaksanaan UKM Esensial Gizi.

1) Pokok Pikiran:

a) Cakupan UKM Esensial Gizi diukur dengan 3 (tiga) indikator kinerja utama pelayanan, sebagai berikut.

(1)   persentase bayi usia kurang dari enam bulan mendapat ASI eksklusif;

(2)   persentase anak usia 6-23 bulan yang mendapat makanan pendamping ASI (MP-ASI); dan

(3)   persentase balita gizi kurang yang mendapat tambahan asupan gizi.

b)    Penetapan indikator kinerja utama pelayanan gizi terintegrasi dengan penetapan indikator kinerja Puskesmas

c)  Bayi usia kurang dari enam bulan mendapat ASI eksklusif adalah bayi usia 0 bulan sampai dengan 5 bulan 29 hari yang diberi ASI saja tanpa makanan atau cairan lain kecuali obat, vitamin, dan mineral berdasarkan recall 24 jam.

d)  Anak usia 6-23 bulan yang mendapat MP-ASI adalah anak usia 6-23 bulan yang mendapat makanan pendamping ASI sesuai dengan usianya berdasarkan recall 24 jam.

e)  Balita gizi kurang yang mendapat tambahan asupan gizi adalah balita usia 6--59 bulan dengan kategori status gizi berdasarkan indeks berat badan menurut panjang badan (BB/PB) atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) memiliki Z-score -3SD sampai kurang dari -2SD yang mendapat tambahan asupan gizi selain makanan utama dalam bentuk makanan tambahan, baik pabrikan maupun makanan berbasis pangan lokal.

f)   Untuk mencapai kinerja pelayanan UKM Esensial Gizi dilakukan dengan penguatan peran tenaga gizi atau tenaga pelaksana gizi dalam hal sebagai berikut.

(1)   Melakukan penyusunan dan pelaksanaan manajemen pelayanan gizi di Puskesmas (P-1, P-2, P-3) yang bekerja sama dengan penanggung jawab program kesehatan lainnya;

(2)   Melakukan Asuhan Gizi dengan ketentuan sebagai berikut.

(a)   Asuhan gizi merupakan serangkaian kegiatan yang terorganisasi/terstruktur untuk mengidentifikasi kebutuhan gizi dan penyediaan asuhan tersebut dalam rangka mencapai pelayanan gizi paripurna yang bermutu melalui langkah-langkah pengkajian gizi, diagnosis gizi, intervensi gizi, dan pemantauan dan evaluasi;

(b)   Tersedianya tim asuhan gizi yang kompeten dalam pencegahan dan tata laksana gizi buruk pada balita.

(3) Melakukan surveilans Gizi

Surveilans gizi merupakan upaya memantau secara terus menerus keadaan gizi masyarakat secara cepat, akurat, teratur, dan berkelanjutan untuk menetapkan kebijakan gizi maupun tindakan segera yang tepat, baik waktu, sasaran, maupun jenis tindakannya. Surveilans gizi dilakukan melalui:

(a)      pengumpulan data melalui SIGIZI Terpadu (sistem informasi gizi terpadu);

(b)      pengolahan dan analisis data terkait indikator dan determinan masalah gizi dalam SIGIZI Terpadu;

(c)      diseminasi pemanfaatan data SIGIZI Terpadu;

(d)      tindakan atau intervensi gizi spesifik berdasarkan hasil analisis dan sumber daya yang tersedia:

1.  Suplementasi tablet tambah darah (TDD) pada ibu hamil dan remaja putri;

2.  Pemberian makanan tambahan (PMT) pada ibu hamil KEK;

3.  Pemberian makanan tambahan (PMT) untuk balita gizi kurang;

4.  Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA);

5.  Pemantauan pertumbuhan balita;

6.  Suplementasi kapsul vitamin A pada balita dan ibu nifas;

7.  Suplementasi taburia untuk Balita 6 - 59 bulan dengan prioritas 6 - 23 bulan (saat ini baru dilakukan di beberapa kabupaten/kota terpilih);

8.  Pencegahan dan tata laksana gizi buruk.

g)  Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindak lanjut terhadap capaian indikator kinerja dan upaya pencapaian kinerja pelayanan UKM Esensial Gizi yang telah dilakukan.

h) Pencatatan dan pelaporan UKM Esensial Gizi, baik secara manual maupun elektronik, dilakukan secara lengkap, akurat dan tepat waktu. Pelaporan kepada kepala puskesmas dan Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota dan/atau pihak lainnya mengacu kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelaporan kepada kepala puskesmas dapat dilakukan secara tertulis atau penyampaian secara langsung melalui pertemuan-pertemuan seperti lokakarya mini bulanan, pertemuan tinjauan manajemen, dan forum lainnya.

2) Elemen Penilaian:

a)  Tercapainya indikator kinerja pelayanan UKM esensial gizi sebagaimana yang diminta dalam Pokok Pikiran disertai dengan analisisnya (R,D).

b)  Dilaksanakan upaya-upaya promotif dan preventif untuk mencapai kinerja pelayanan UKM Esensial Gizi sebagaimana Pokok Pikiran dan tertuang di dalam RPK, sesuai dengan kebijakan, prosedur dan kerangka acuan kegiatan yang telah ditetapkan (R,D,W).

c)  Dilakukan pemantauan secara periodik dan berkesinambungan terhadap capaian indikator dan upaya yang telah dilakukan (D,W).

d)  Disusun rencana tindak lanjut dan dilakukan tindaklanjut berdasarkan hasil pemantauan yang terintegrasi ke dalam dokumen perencanaan (D,W).

e)  Dilaksanakan pencatatan dan pelaporan kepada kepala puskesmas dan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan (R,D,W).

e. Kriteria 2.6.5

Cakupan dan Pelaksanaan UKM Esensial Pencegahan dan Pengendalian Penyakit.

1) Pokok Pikiran:

a)  Cakupan UKM Esensial Pencegahan dan Pengendalian Penyakit diukur dengan 3 (tiga) indikator kinerja utama pelayanan berdasarkan prioritas masalah di Puskesmas yang ditetapkan oleh Kepala Puskesmas.

b)  Penetapan indikator kinerja utama pelayanan UKM Esensial Pencegahan dan Pengendalian Penyakit terintegrasi dengan penetapan indikator kinerja Puskesmas.

c)  Untuk mencapai kinerja UKM Esensial Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dilakukan upaya-upaya promotif dan preventif sesuai dengan kebijakan, pedoman dan panduan yang berlaku.

d)  Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindak lanjut terhadap capaian indikator kinerja dan upaya pencapaian kinerja pelayanan UKM Esensial Pencegahan dan Pengendalian Penyakit yang telah dilakukan.

e)  Pencatatan dan pelaporan UKM Esensial Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, baik secara manual maupun elektronik, dilakukan secara lengkap, akurat dan tepat waktu. Pelaporan kepada kepala puskesmas dan Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota dan/atau pihak lainnya mengacu kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelaporan kepada kepala puskesmas dapat dilakukan secara tertulis atau penyampaian secara langsung melalui pertemuan-pertemuan seperti lokakarya mini bulanan, pertemuan tinjauan manajemen, dan forum lainnya.

2) Elemen Penilaian:

a)     Tercapainya indikator kinerja pelayanan UKM esensial Pencegahan dan Pengendalian Penyakit sesuai dengan Pokok Pikiran disertai dengan analisisnya (R,D).

b)     Dilaksanakan upaya-upaya promotif dan preventif untuk mencapai kinerja pelayanan UKM Esensial Pencegahan dan Pengendalian Penyakit sebagaimana Pokok Pikiran, dan tertuang di dalam RPK, sesuai dengan kebijakan, prosedur dan kerangka acuan kegiatan yang telah ditetapkan (R,D,W).

c)     Dilakukan pemantauan secara periodik dan berkesinambungan terhadap capaian indikator dan upaya yang telah dilakukan (D,W).

d)     Disusun rencana tindak lanjut dan dilakukan tindaklanjut berdasarkan hasil pemantauan yang terintegrasi ke dalam dokumen perencanaan (D,W).

e)     Dilaksanakan pencatatan, dan dilakukan pelaporan kepada kepala puskesmas dan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan (R,D,O,W).


 

 

7. Standar 2.7 Penyelenggaraan UKM pengembangan.

Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) pengembangan dilaksanakan dengan mengutamakan upaya promotif dan preventif di wilayah kerja Puskesmas.

Puskesmas melaksanakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) Pengembangan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.

     a. Kriteria 2.7.1

Cakupan dan pelaksanaan UKM Pengembangan dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya

            1) Pokok Pikiran:

a)     Puskesmas melaksanakan upaya kesehatan masyarakat pengembangan berdasarkan permasalahan yang ada di wilayah kerja.

b)     Cakupan UKM Pengembangan diukur dengan satu indikator kinerja utama untuk masing-masing pelayanan UKM Pengembangan yang ditetapkan oleh Puskesmas.

c)     Penetapan indikator kinerja utama pelayanan UKM Pengembangan terintegrasi dengan penetapan indikator kinerja Puskesmas.

d)     Untuk mencapai kinerja UKM Pengembangan dilakukan upaya-upaya promotif dan preventif sesuai dengan pedoman yang berlaku.

e)     Dilakukan pemantauan dan analisis serta tindak lanjut terhadap capaian indikator kinerja dan upaya pencapaian kinerja pelayanan UKM Pengembangan yang telah dilakukan.

f)      Pencatatan dan pelaporan UKM Pengembangan, baik secara manual maupun elektronik, dilakukan secara lengkap, akurat dan tepat waktu. Pelaporan kepada kepala puskesmas dan Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota dan/atau pihak lainnya mengacu kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelaporan kepada kepala puskesmas dapat dilakukan secara tertulis atau penyampaian secara langsung melalui pertemuan-pertemuan seperti lokakarya mini bulanan, pertemuan tinjauan manajemen, dan forum lainnya.

   2) Elemen Penilaian:

a)  Ditetapkan jenis - jenis pelayanan UKM Pengembangan sesuai dengan hasil analisis permasalahan di wilayah kerja Puskesmas (R,D).

b)  Tercapainya indikator kinerja pelayanan UKM Pengembangan disertai dengan analisisnya (R,D).

c)  Dilaksanakan upaya-upaya promotif dan preventif untuk mencapai kinerja pelayanan UKM Pengembangan yang telah ditetapkan dan tertuang di dalam RPK, sesuai dengan kebijakan, prosedur dan kerangka acuan kegiatan yang telah ditetapkan (R,D,W).

d)  Dilakukan pemantauan secara periodik dan berkesinambungan terhadap capaian indikator dan upaya yang telah dilakukan (D,O,W).

e)  Disusun rencana tindak lanjut berdasarkan hasil pemantauan yang terintegrasi ke dalam dokumen perencanaan (D,W)

f)   Dilaksanakan pencatatan, dan dilakukan pelaporan kepada kepala puskesmas dan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan (R,D,W)


 

 

8. Standar 2.8 Pengawasan, pengendalian, dan penilaian kinerja pelayanan UKM.

Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian Kinerja pelayanan UKM Puskesmas dilakukan dengan menggunakan indikator kinerja pelayanan UKM.

Pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja dilakukan untuk menilai efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pelayanan, kesesuaian dengan rencana, dan pemenuhan terhadap kebutuhan dan harapan masyarakat. Pengawasan, pengendalian, penilaian kinerja pelayanan UKM dilaksanakan dalam bentuk pemantauan dan supervisi pelaksanaan kegiatan pelayanan UKM dengan menggunakan indikator kinerja pelayanan UKM.

     a. Kriteria 2.8.1

Kepala Puskesmas dan penanggung jawab UKM Puskesmas melakukan supervisi untuk pengawasan pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas yang dapat dilakukan secara terjadwal atau sewaktu-waktu.

            1) Pokok Pikiran:

a)     Pengawasan yang dilakukan mencakup aspek administratif, sumber daya, pencapaian kinerja program, dan teknis pelayanan. Pengawasan perlu dilakukan apabila ditemukan adanya ketidaksesuaian, baik terhadap rencana, Standar, peraturan perundangundangan maupun berbagai kewajiban sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

b)     Perbaikan terhadap pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas perlu dilakukan melalui pelaksanaan supervisi yang disusun secara periodik dengan jadwal yang jelas.

c)     Rencana dan jadwal kegiatan supervisi perlu diinformasikan kepada koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas, sehingga pelaksana dapat mempersiapkan diri.

d)     Kepala Puskesmas dan penanggung jawab UKM Puskesmas melaksanakan kegiatan supervisi.

e)     Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas merencanakan tindak lanjut perbaikan dalam pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas.

f)      Kepala Puskesmas dan penanggung jawab (PJ) UKM memberitahukan kepada koordinator pelayanan terhadap rencana pelaksanaan kegiatan pengawasan dan pengendalian.

g)     Supervisi adalah pengawasan terhadap proses, kegiatan dan pelaksana kegiatan yang sedang melaksanakan kegiatan.

h)    Tahapan pelaksanaan supervisi adalah sebagai berikut:

(1)      Penyusunan jadwal kegiatan supervisi diinformasikan kepada koordinator dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas agar dapat menyiapkan bahan yang diperlukan.

(2)      Bahan persiapan adalah analisis secara mandiri terhadap tugas yang akan disupervisi meliputi jadwal, KAK, dan SOP kegiatan.

(3)      Supervisi dilakukan oleh kepala Puskesmas bersama penanggung jawab UKM yang dilaksanakan secara langsung di tempat kegiatan.

(4)      Jika ditemukan ketidaksesuaian atau hambatan dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan UKM, maka dilakukan pembahasan dan tindak lanjut perbaikan.

   2) Elemen Penilaian:

a)       Penanggung jawab UKM menyusun kerangka acuan dan jadwal supervisi pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas (R,D).

b)       Kerangka acuan dan jadwal supervisi pelaksanaan pelayanan UKM Puskesmas diinformasikan kepada koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM (D,W).

c)        Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM Puskesmas melaksanakan analisis mandiri terhadap proses pelaksanaan kegiatan UKM Puskesmas sebelum supervisi dilakukan (D,W).

d)       Kepala Puskesmas dan penanggung jawab UKM Puskesmas melakukan supervisi sesuai dengan kerangka acuan kegiatan supervisi dan jadwal yang disusun (D,W).

e)        Kepala Puskesmas dan penanggung jawab UKM Puskesmas menyampaikan hasil supervisi kepada koordinator pelayanan dan pelaksanan kegiatan (D,W).

f)         Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM menindaklanjuti hasil supervisi dengan tindakan perbaikan sesuai dengan permasalahan yang ditemukan (D,W).


 

     b. Kriteria 2.8.2

Penanggung jawab UKM wajib melakukan pemantauan dalam upaya pelaksanaan kegiatan UKM sesuai dengan jadwal yang sudah disusun agar dapat mengambil langkah tindak lanjut untuk perbaikan.

1) Pokok Pikiran:

a)  Permasalahan atau ketidaksesuaian yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan UKM terkait dengan waktu, tempat, akses sasaran, pelaksana dan metode serta teknologi yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan dapat menyebabkan terjadinya perubahan jadwal pelaksanaan kegiatan UKM.

b)  Pemantauan terhadap pelaksanaan kegiatan UKM sesuai jadwal yang disusun pada bulan sebelumnya digunakan untuk menuntaskan penyelenggaraan pelayanan UKM Puskesmas sesuai dengan rencana pelaksanaan kegiatan yang disusun.

c)  Pelaksanaan pembahasan kesesuaian dilaksanakan dalam lokakarya mini bulanan untuk menghasilkan jadwal pelaksanaan kegiatan pada bulan berikutnya, dan dalam lokakarya mini triwulanan untuk memantau peran lintas sektor terkait dalam pelaksanaan pelayanan UKM.

d)  Rencana pelaksanaan kegiatan yang sedang dilaksanakan dapat direvisi bila perlu sesuai dengan perubahan kebijakan pemerintah dan/atau perubahan kebutuhan masyarakat atau sasaran, serta usulanusulan perbaikan yang rasional.

e)  Perbaikan terhadap jadwal pelaksanaan kegiatan dilakukan setiap bulan dan menjadi bagian dari pembahasan dalam lokakarya mini bulanan Puskesmas.

f)   Pergeseran jadwal bisa terjadi antarbulan atau dengan melaksanakan perbaikan terhadap komponen jadwal seperti tempat, waktu, sasaran kegiatan, pelaksana, serta metode dan teknologi.

g)  Perubahan rencana pelaksanaan kegiatan dimungkinkan apabila terjadi perubahan kebijakan pemerintah dan/atau perubahan kebutuhan masyarakat dan sasaran, maupun hasil perbaikan dan pencapaian kinerja. Perubahan rencana kegiatan memperhatikan usulan-usulan dari pelaksana, lintas program, dan lintas sektor terkait.

h) Perubahan terhadap rencana tahunan harus dilakukan dengan alasan yang tepat sebagai upaya pencapaian yang optimal dari kinerja.

2) Elemen Penilaian:

a)  Dilakukan pemantauan kesesuaian pelaksanaan kegiatan terhadap kerangka acuan dan jadwal kegiatan pelayanan UKM (D,W).

b)  Dilakukan pembahasan terhadap hasil pemantauan dan hasil capaian kegiatan pelayanan UKM oleh kepala Puskesmas, penanggung jawab UKM Puskesmas, koordinator pelayanan, dan pelaksana kegiatan UKM dalam lokakarya mini bulanan dan lokakarya mini triwulanan (D,W).

c)  Penanggung jawab UKM Puskesmas, koordinator pelayanan, dan pelaksana melakukan tindak lanjut perbaikan berdasarkan hasil pemantauan (D,W).

d)  Kepala Puskesmas dan penanggung jawab UKM bersama lintas program dan lintas sektor terkait melakukan penyesuaian rencana kegiatan berdasarkan hasil perbaikan dan dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan dan harapan masyarakat atau sasaran (D,W)

e)  Penanggung jawab UKM Puskesmas menginformasikan penyesuaian rencana kegiatan kepada koordinator pelayanan, pelaksanan kegiatan, sasaran kegiatan, lintas program dan lintas sektor terkait (D,W).


 

c.  Kriteria 2.8.3

Kepala Puskesmas dan penanggung jawab UKM melakukan upaya perbaikan terhadap hasil penilaian capaian kinerja pelayanan UKM.

1)  Pokok Pikiran:

a)     Adanya ketetapan tentang indikator dan target kinerja pelayanan UKM Puskesmas yang disusun berdasarkan Standar pelayanan minimal, kebijakan/pedoman dari Kementerian Kesehatan, kebijakan/pedoman dari dinas kesehatan daerah provinsi, dan kebijakan/pedoman dari dinas kesehatan daerah kabupaten/kota.

b)    Kegiatan pengumpulan hasil data capaian kinerja pelayanan UKM yang tercantum dalam laporan pelayanan UKM disampaikan kepada penanggungjawab UKM setiap bulan dengan tetap memperhatikan periodisasi pembuatan dan pengumpulan laporan.

c)     Penanggung jawab UKM dan koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melakukan analisis terhadap capaian kinerja berdasarkan indikator kinerja pelayanan UKM yang telah dikumpulkan untuk melihat pencapaian kinerja sesuai dengan target yang telah ditetapkan.

2)  Elemen Penilaian:

a)  Ditetapkan indikator kinerja pelayanan UKM. (R)

b)  Koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melakukan pengumpulan data capaian indikator kinerja pelayanan UKM sesuai dengan periodisasi pengumpulan yang telah ditetapkan. (R, D,W)

c)  Penanggung jawab UKM dan Koordinator pelayanan serta pelaksana kegiatan melakukan pembahasan terhadap capaian kinerja bersama dengan lintas program. (D,W)

d)  Disusun rencana tindak lanjut dan dilakukan tindaklanjut berdasarkan hasil pembahasan capaian kinerja pelayanan UKM. (D,W)

e)  Dilakukan pelaporan data capaian kinerja kepada dinas kesehatan daerah kabupaten/kota. (D)

f)   Ada bukti umpan balik (feedback) dari dinas kesehatan daerah kabupaten/kota terhadap laporan upaya perbaikan capaian kinerja pelayanan UKM Puskesmas secara periodik. (D)

g)  Dilakukan tindak lanjut terhadap umpan balik dari dinas kesehatan daerah kabupaten/kota. (D)

d. Kriteria 2.8.4

Penilaian kinerja terhadap penyelenggaraan pelayanan UKM dilaksanakan secara periodik untuk menunjukan akuntabilitas dalam pengelolaan pelayanan UKM.

1)    Pokok Pikiran:

a)    Kepala Puskesmas, penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM bertanggung jawab dalam membudayakan perbaikan kinerja secara berkesinambungan, konsisten dengan visi, misi dan tujuan Puskesmas.

b)    Kepala Puskesmas bersama penanggung Jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM menetapkan kebijakan dan prosedur penilaian kinerja pelayanan UKM

c)     Kepala Puskesmas bersama penanggung jawab UKM perlu melakukan penilaian terhadap kinerja pelayanan UKM secara periodik.

d)    Penilaian kinerja dimaksudkan untuk menunjukkan akuntabilitas dalam pengelolaan dan pelaksanaan UKM Puskesmas dan melakukan perbaikan jika hasil penilaian kinerja tidak mencapai target yang diharapkan.

e)     Penilaian tersebut dilakukan dalam rapat kepala Puskesmas bersama dengan penanggung jawab UKM Puskesmas, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM.

   2) Elemen Penilaian:

a)     Kepala Puskesmas, penanggung Jawab UKM , koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM melakukan pembahasan penilaian kinerja paling sedikit dua kali dalam setahun (R,D,W).

b)    Disusun rencana tindak lanjut terhadap hasil pembahasan penilaian kinerja pelayanan UKM (D,W).

c)     Hasil penilaian kinerja dilaporkan kepada dinas kesehatan daerah kabupaten/kota (D).

d)    Ada bukti umpan balik (feedback) dari dinas kesehatan daerah kabupaten/kota terhadap laporan hasil penilaian kinerja pelayanan UKM (D).

e)     Hasil umpan balik (feedback) dari dinas kesehatan daerah kabupaten/kota ditindaklanjuti. (D).

C. BAB III PENYELENGGARAAN UPAYA KESEHATAN PERSEORANGAN (UKP), LABORATORIUM, DAN KEFARMASIAN

1. Standar 3.1 Penyelenggaraan pelayanan klinis

Penyelenggaraan pelayanan klinis mulai dari proses penerimaan pasien sampai dengan pemulangan dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pasien dan mutu pelayanan.

Proses penerimaan sampai dengan pemulangan pasien, dilaksanakan dengan memenuhi kebutuhan pasien dan mutu pelayanan yang didukung oleh sarana, prasarana dan lingkungan.

     a. Kriteria 3.1.1

Penyelenggaraan pelayanan klinis mulai dari penerimaan pasien dilaksanakan dengan efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan pasien, serta mempertimbangkan hak dan kewajiban pasien.

            1) Pokok Pikiran:

a)     Puskesmas wajib meminta persetujuan umum (general consent) dari pengguna layanan atau keluarganya terdekat, persetujuan terhadap tindakan yang berisiko rendah, prosedur diagnostik, pengobatan medis lainnya, batas yang telah ditetapkan, dan persetujuan lainnya, termasuk peraturan tata tertib dan penjelasan tentang hak dan kewajiban pengguna layanan.

b)     Keluarga terdekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak kandung, saudara-saudara kandung atau pengampunya.

c)     Persetujuan umum diminta pada saat pengguna layanan datang pertama kali, baik untuk rawat jalan maupun setiap rawat inap, dan dilaksanakan observasi atau stabilitasi.

d)     Penerimaan pasien rawat inap didahului dengan pengisian formulir tambahan persetujuan umum yang berisi penyimpanan barang pribadi, penentuan pilihan makanan dan minuman, aktivitas, minat, privasi, serta pengunjung.

e)     Pasien dan masyarakat mendapat informasi tentang sarana pelayanan, antara lain, tarif, jenis pelayanan, proses dan alur pendaftaran, proses dan alur pelayanan, rujukan, dan ketersediaan tempat tidur untuk Puskesmas perawatan/rawat inap. Informasi tersebut tersedia di tempat pendaftaran ataupun disampaikan menggunakan cara komunikasi massa lainnya dengan jelas, mudah diakses, serta mudah dipahami oleh pasien dan masyarakat.

f)      Kepala Puskesmas dan penanggung jawab pelayanan klinis harus memahami tanggung jawab mereka dan bekerja sama secara efektif dan efisien untuk melindungi pasien dan mengedepankan hak pasien.

g)     Keselamatan pasien sudah harus diperhatikan sejak pertama pasien mendaftarkan diri ke puskesmas dan berkontak dengan Puskesmas, terutama dalam hal identifikasi pasien, minimal dengan dua identitas yang relatif tidak berubah, yaitu nama lengkap, tanggal lahir, atau nomor rekam medis, serta tidak boleh menggunakan nomor kamar pasien atau lokasi pasien dirawat.

h)    Informasi tentang rujukan harus tersedia di dokumen pendaftaran, termasuk ketersediaan perjanjian kerja sama (PKS) dengan fasiltas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKTRL) yang memuat jenis pelayanan yang disediakan.

i)      Penjelasan tentang tindakan kedokteran minimal mencakup

(1)      tujuan dan prospek keberhasilan;

(2)      tatacara tindak medis yang akan dilakukan;

(3)      risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi;

(4)      alternative tindakan medis lain yang tersedia dan risiko-risikonya;

(5)      prognosis penyakit bila tindakan dilakukan; dan

(6)      diagnosis.

j)   Pasien dan keluarga terdekat memperoleh penjelasan dari petugas yang berwenang tentang tes/tindakan, prosedur, dan pengobatan mana yang memerlukan persetujuan dan bagaimana pasien dan keluarga dapat memberikan persetujuan (misalnya, diberikan secara lisan, dengan menandatangani formulir persetujuan, atau dengan cara lain). Pasien dan keluarga memahami isi penjelasan dan siapa yang berhak untuk memberikan persetujuan selain pasien.

k)  Pasien atau keluarga terdekat yang membuat keputusan atas nama pasien, dapat memutuskan untuk tidak melanjutkan pelayanan atau pengobatan yang direncanakan atau meneruskan pelayanan atau pengobatan setelah kegiatan dimulai, termasuk menolak untuk dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih memadai.

l)   Pemberi pelayanan wajib memberitahukan pasien dan keluarga terdekat tentang hak mereka untuk membuat keputusan, potensi hasil dari keputusan tersebut dan tanggung jawab mereka berkenaan dengan keputusan tersebut.

m)   Jika pasien atau keluarga terdekat menolak, maka pasien atau keluarga diberitahu tentang alternatif pelayanan dan pengobatan, yaitu alternatif tindakan pelayanan atau pengobatan, misalnya pasien diare menolak diinfus maka pasien diedukasi agar minum air dan oralit sesuai kondisi tubuh pasien.

n)  Puskesmas melayani berbagai populasi masyarakat, termasuk diantaranya pasien dengan kendala dan/ atau berkebutuhan khusus, antara lain: balita, ibu hamil, disabilitas, lanjut usia, kendala bahasa, budaya, atau kendala lain yang dapat berakibat terjadinya hambatan atau tidak optimalnya proses asesmen maupun pemberian asuhan klinis. Untuk itu perlu dilakukan identifikasi pasien dengan risiko, kendala dan kebutuhan khusus serta diupayakan kebutuhannya.

o)  Untuk mencegah terjadinya transmisi infeksi diterapkan protokol kesehatan yang meliputi: penggunaan alat pelindung diri, jaga jarak antara orang yang satu dan yang lain, dan pengaturan agar tidak terjadi kerumuan orang, mulai dari pendaftaran dan di semua area pelayanan.

b. Elemen Penilaian:

a)     Tersedia kebijakan dan prosedur yang mengatur identifikasi dan pemenuhan kebutuhan pasien dengan risiko, kendala, dan kebutuhan khusus (R).

b)     Pendaftaran dilakukan sesuai dengan kebijakan, pedoman, protokol kesehatan, dan prosedur yang ditetapkan dengan menginformasikan hak dan kewajiban serta memperhatikan keselamatan pasien (R,O,W,S).

c)     Puskesmas menyediakan informasi yang jelas, mudah dipahami, dan mudah diakses tentang tarif, jenis pelayanan, proses dan alur pendaftaran, proses dan alur pelayanan, rujukan, dan ketersediaan tempat tidur untuk Puskesmas rawat inap (O,W).

d)     Persetujuan umum diminta saat pertama kali pasien masuk rawat jalan dan setiap kali masuk rawat inap (D,W).


 

1. Standar 3.2 Pengkajian, rencana asuhan, dan pemberian asuhan.

Pengkajian, rencana asuhan, dan pemberian asuhan dilaksanakan secara paripurna.

Kajian pasien dilakukan secara paripurna untuk mendukung rencana dan pelaksanaan pelayanan oleh petugas kesehatan profesional dan/atau tim kesehatan antarprofesi yang digunakan untuk menyusun keputusan layanan klinis. Pelaksanaan asuhan dan pendidikan pasien/keluarga dilaksanakan sesuai dengan rencana yang disusun, dipandu oleh kebijakan dan prosedur, dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

a. Kriteria 3.2.1

Penapisan (skrining) dan proses kajian awal dilakukan secara paripurna, mencakup berbagai kebutuhan dan harapan pasien/keluarga, serta dengan mencegah penularan infeksi. Asuhan pasien dilaksanakan berdasarkan rencana asuhan medis, keperawatan, dan asuhan klinis yang lain dengan memperhatikan kebutuhan pasien dan berpedoman pada panduan praktik klinis.

1) Pokok Pikiran:

a)     Skrining dilakukan sejak awal dari penerimaan pasien untuk memilah pasien sesuai dengan kemungkinan penularan infeksi kebutuhan pasien dan kondisi kegawatan yang dipandu dengan prosedur skrining yang dibakukan.

b)     Proses kajian pasien merupakan proses yang berkesinambungan dan dinamis, baik untuk pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap. Proses kajian pasien menentukan efektivitas asuhan yang akan dilakukan.

c)     Kajian pasien meliputi:

(1)   mengumpulkan data dan informasi tentang kondisi fisik, psikologis, status sosial, dan riwayat penyakit. Untuk mendapatkan data dan informasi tersebut, dilakukan anamnesis (data subjektif = S) serta pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (data objektif = O);

(2)   analisis data dan informasi yang diperoleh yang menghasilkan masalah, kondisi, dan diagnosis untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien (asesmen atau analisis = A); dan

(3)   membuat rencana asuhan (perencanaan asuhan = P), yaitu menyusun solusi untuk mengatasi masalah atau memenuhi kebutuhan pasien.

d)     Pada saat pasien pertama kali diterima, dilakukan kajian awal, kemudian dilakukan kajian ulang secara berkesinambungan baik pada pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap sesuai dengan perkembangan kondisi kesehatannya.

e)     Kajian awal dilakukan oleh tenaga medis, keperawatan/kebidanan, dan tenaga dari disiplin yang lain meliputi status fisis/neurologis/mental, psikososiospiritual, ekonomi, riwayat kesehatan, riwayat alergi, asesmen nyeri, asesmen risiko jatuh, asesmen fungsional (gangguan fungsi tubuh), asesmen risiko gizi, kebutuhan edukasi, dan rencana pemulangan.

f)      Pada saat kajian awal perlu diperhatikan juga apakah pasien mengalami kesakitan atau nyeri. Nyeri adalah bentuk pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan atau cenderung akan terjadi kerusakan jaringan atau suatu keadaan yang menunjukkan kerusakan jaringan.

g)     Kajian pasien dan penetapan diagnosis hanya boleh dilakukan oleh tenaga profesional yang kompeten. Tenaga profesional yang kompeten adalah tenaga yang dalam melaksanakan tugas profesinya dipandu oleh Standar dan kode etik profesi serta mempunyai kompetensi sesuai dengan pendidikan dan pelatihan yang dimiliki yang dapat dibuktikan dengan adanya sertifikat kompetensi.

h)    Proses kajian tersebut dapat dilakukan secara individual atau jika diperlukan dilakukan oleh tim kesehatan antarprofesi yang terdiri atas dokter, dokter gigi, perawat, bidan, dan tenaga kesehatan pemberi asuhan yang lain sesuai dengan kebutuhan pasien. Jika dalam pemberian asuhan diperlukan tim kesehatan, harus dilakukan koordinasi dalam penyusunan rencana asuhan terpadu.

i)      Pasien mempunyai hak untuk mengambil keputusan terhadap asuhan yang akan diperoleh.

j)      Salah satu cara melibatkan pasien dalam pengambilan keputusan tentang pelayanan yang diterimanya adalah dengan cara memberikan informasi yang mengacu pada peraturan perundang-undangan (informed consent). Dalam hal pasien adalah anak di bawah umur atau individu yang tidak memiliki kapasitas untuk membuat keputusan yang tepat, pihak yang memberi persetujuan mengacu pada peraturan perundang-undangan. Pemberian informasi yang mengacu pada peraturan perundang-undangan itu dapat diperoleh pada berbagai titik waktu dalam pelayanan, misalnya ketika pasien masuk rawat inap dan sebelum suatu tindakan atau pengobatan tertentu yang berisiko. Informasi dan penjelasan tersebut diberikan oleh dokter yang bertanggung jawab yang akan melakukan tindakan atau dokter lain apabila dokter yang bersangkutan berhalangan, tetapi tetap dengan sepengetahuan dokter yang bertanggung jawab tersebut.

k)     Pasien atau keluarga terdekat pasien diberi peluang untuk bekerja sama dalam menyusun rencana asuhan klinis yang akan dilakukan.

l)      Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil kajian yang dinyatakan dalam bentuk diagnosis dan asuhan yang akan diberikan, dengan memperhatikan kebutuhan biologis, psikologis, sosial, spiritual, serta memperhatikan nilai budaya yang dimiliki oleh pasien, juga mencakup komunikasi, informasi, dan edukasi pada pasien dan keluarganya.

m)   Perubahan rencana asuhan ditentukan berdasarkan hasil kajian lanjut sesuai dengan perubahan kebutuhan pasien.

n)    Tenaga medis dapat memberikan pelimpahan wewenang secara tertulis untuk melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi tertentu kepada perawat, bidan, atau tenaga kesehatan pemberi asuhan yang lain. Pelimpahan wewenang tersebut hanya dapat dilakukan dalam keadaan tenaga medis tidak berada di tempat dan/atau karena keterbatasan ketersediaan tenaga medis.

o)     Pelimpahan wewenang untuk melakukan tindakan medis tersebut dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut.

(1)   Tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam kemampuan dan keterampilan yang telah dimiliki oleh penerima pelimpahan.

(2)   Pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap di bawah pengawasan pemberi pelimpahan.

(3)   Pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab atas tindakan yang dilimpahkan sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan pelimpahan yang diberikan.

(4)   Tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk mengambil keputusan klinis sebagai dasar pelaksanaan tindakan.

(5)   Tindakan yang dilimpahkan tidak bersifat terusmenerus.

p)     Asuhan pasien diberikan oleh tenaga sesuai dengan kompetensi lulusan dengan kejelasan perincian wewenang menurut peraturan perundang-undanganundangan.

q)     Pada kondisi tertentu (misalnya pada kasus penyakit tuberkulosis (TBC) dengan malanutrisi, perlu penanganan secara terpadu dari dokter, nutrisionis, dan penanggung jawab program TBC, pasien memerlukan asuhan terpadu yang meliputi asuhan medis, asuhan keperawatan, asuhan gizi, dan asuhan kesehatan yang lain sesuai dengan kebutuhan pasien.

r)     Untuk meningkatkan luaran klinis yang optimal perlu ada kerja sama antara petugas kesehatan dan pasien/keluarga pasien. Pasien/keluarga pasien perlu mendapatkan penyuluhan kesehatan dan edukasi yang terkait dengan penyakit dan kebutuhan klinis pasien menggunakan pendekatan komunikasi interpersonal antara pasien dan petugas kesehatan serta menggunakan bahasa yang mudah dipahami agar mereka dapat berperan aktif dalam proses asuhan dan memahami konsekuensi asuhan yang diberikan.

   2) Elemen Penilaian:

a)  Dilakukan skrining dan pengkajian awal secara paripurna oleh tenaga yang kompeten untuk mengidentifikasi kebutuhan pelayanan sesuai dengan panduan praktik klinis, termasuk penangan nyeri dan dicatat dalam rekam medis (R,D,O,W).

b)  Dalam keadaan tertentu jika tidak tersedia tenaga medis, dapat dilakukan pelimpahan wewenang tertulis kepada perawat dan/atau bidan yang telah mengikuti pelatihan, untuk melakukan kajian awal medis dan pemberian asuhan medis sesuai dengan kewenangan delegatif yang diberikan (R,D).

c)  Rencana asuhan dibuat berdasarkan hasil pengkajian awal, dilaksanakan dan dipantau, serta direvisi berdasarkan hasil kajian lanjut sesuai dengan perubahan kebutuhan pasien (D,W).

d)  Dilakukan asuhan pasien, termasuk jika diperlukan asuhan secara kolaboratif sesuai dengan rencana asuhan dan panduan praktik klinis dan/atau prosedur asuhan klinis agar tercatat di rekam medis dan tidak terjadi pengulangan yang tidak perlu (D,W).

e)  Dilakukan penyuluhan/pendidikan kesehatan dan evaluasi serta tindak lanjut bagi pasien dan keluarga dengan metode yang dapat dipahami oleh pasien dan keluarga (D,O).

f)   Pasien atau keluarga pasien memperoleh informasi mengenai tindakan medis/ pengobatan tertentu yang berisiko yang akan dilakukan sebelum memberikan persetujuan atau penolakan (informed consent), termasuk konsekuensi dari keputusan penolakan tersebut (D).

 


 

2. Standar 3.3 Pelayanan gawat darurat

Pelayanan gawat darurat dilaksanakan dengan segera sebagai prioritas pelayanan.

Tersedia pelayanan gawat darurat yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan darurat, mendesak atau segera.

     a. Kriteria 3.3.1

Prosedur penanganan pasien gawat darurat disusun berdasar panduan praktik klinis untuk penanganan pasien gawat darurat dengan referensi yang dapat dipertanggungjawabkan.

1)  Pokok Pikiran:

a)     Pasien gawat darurat diidentifikasi dengan proses triase mengacu pada pedoman tata laksana triase sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

b)    Prinsip triase dalam memberlakukan sistem prioritas dengan penentuan atau penyeleksian pasien yang harus didahulukan untuk mendapatkan penanganan, yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul berdasarkan:

(1)    ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit

(2)    dapat meninggal dalam hitungan jam

(3)    trauma ringan

(4)    sudah meninggal

Pasien-pasien tersebut didahulukan diperiksa dokter sebelum pasien yang lain, mendapat pelayanan diagnostik sesegera mungkin dan diberikan perawatan sesuai dengan kebutuhan.

c)     Pasien harus distabilkan terlebih dahulu sebelum dirujuk yaitu bila tidak tersedia pelayanan di Puskesmas untuk memenuhi kebutuhan pasien dengan kondisi emergensi dan pasien memerlukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang mempunyai kemampuan lebih tinggi.

d)    Dalam penanganan pasien dengan kebutuhan darurat, mendesak, atau segera, termasuk melakukan deteksi dini tanda tanda dan gejala penyakit menular misalnya infeksi melalui udara/airborne.

2)  Elemen Penilaian:

a)    Pasien diprioritaskan atas dasar kegawatdaruratan sebagai tahap triase sesuai dengan kebijakan, pedoman dan prosedur yang ditetapkan (R, D, O, W, S).

b)    Pasien gawat darurat yang perlu dirujuk ke FKRTL diperiksa dan distabilisasi terlebih dahulu sesuai dengan kemampuan Puskesmas dan dipastikan dapat diterima di FKRTL sesuai dengan kebijakan, pedoman dan prosedur yang ditetapkan (R, D, O).

 

3.  Standar 3.4 Pelayanan anestesi lokal dan tindakan.

Pelayanan anastesi lokal dan tindakan di Puskesmas dilaksanakan dengan sesuai Standar.

Tersedia pelayanan anestesi lokal dan tindakan untuk memenuhi kebutuhan pasien.

 a. Kriteria 3.4.1

Pelayanan anestesi lokal di Puskesmas dilaksanakan sesuai dengan Standar dan peraturan perundang-undangan.

1)       Pokok Pikiran:

a)     Dalam pelayanan rawat jalan ataupun rawat inap di Puskesmas, terutama pelayanan gawat darurat, pelayanan gigi, dan keluarga berencana, kadang- kadang memerlukan tindakan yang membutuhkan anestesi lokal. Pelaksanaan anestesi lokal tersebut harus memenuhi Standar dan peraturan perundangundangan serta kebijakan dan prosedur yang berlaku di Puskesmas.

b)    Kebijakan dan prosedur memuat:

(1)         penyusunan rencana, termasuk identifikasi perbedaan antara dewasa, geriatri, dan anak atau pertimbangan khusus;

(2)         dokumentasi yang diperlukan untuk dapat bekerja dan berkomunikasi efektif;

(3)         persyaratan persetujuan khusus;

(4)         kualifikasi, kompetensi, dan keterampilan petugas pelaksana;

(5)         ketersediaan dan penggunaan peralatan anestesi;

(6)         teknik melakukan anestesi lokal;

(7)         frekuensi dan jenis bantuan resusitasi jika diperlukan;

(8)         tata laksana pemberian bantuan resusitasi yang tepat;

(9)         tata laksana terhadap komplikasi; dan

(10)      bantuan hidup dasar.

2)  Elemen Penilaian:

a)  Pelayanan anestesi lokal dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten sesuai dengan kebijakan dan prosedur (R,D,O,W).

b)  Jenis, dosis, dan teknik anestesi lokal dan pemantauan status fisiologi pasien selama pemberian anestesi lokal oleh petugas dicatat dalam rekam medis pasien (D).

 

4.  Standar 3.5 Pelayanan gizi.

Pelayanan Gizi dilakukan sesuai dengan kebutuhan pasien dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pelayanan Gizi diberikan sesuai dengan status gizi pasien secara reguler, sesuai dengan rencana asuhan, umur, budaya, dan bila pasien berperan serta dalam perencanaan dan seleksi makanan.

     a. Kriteria 3.5.1

Pelayanan Gizi dilakukan sesuai dengan status gizi pasien dan konsisten dengan asuhan klinis yang tersedia secara reguler.

1)     Pokok Pikiran

a)  Terapi gizi adalah pelayanan gizi yang diberikan kepada pasien berdasarkan pengkajian gizi, yang meliputi terapi diet, konseling gizi, dan pemberian makanan khusus dalam rangka penyembuhan pasien.

b)  Kondisi kesehatan dan pemulihan pasien membutuhkan asupan makanan dan gizi yang memadai. Oleh karena itu, makanan perlu disediakan secara reguler, sesuai dengan rencana asuhan, umur, budaya, dan bila dimungkinkan pilihan menu makanan. Pasien berperan serta dalam perencanaan dan seleksi makanan.

c)  Pemesanan dan pemberian makanan dilakukan sesuai dengan status gizi dan kebutuhan pasien.

d)  Penyediaan bahan, penyiapan, penyimpanan, dan penanganan makanan harus dimonitor untuk memastikan keamanan serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan praktik terkini. Risiko kontaminasi dan pembusukan diminimalkan dalam proses tersebut.

e)  Setiap pasien harus mengonsumsi makanan sesuai dengan Standar angka kecukupan gizi.

f)   Angka kecukupan gizi adalah suatu nilai acuan kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, dan aktivitas fisik untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.

g)  Pelayanan Gizi kepada pasien dengan risiko gangguan gizi di Puskesmas diberikan secara reguler sesuai dengan rencana asuhan berdasarkan hasil penilaian status gizi dan kebutuhan pasien sesuai dengan proses asuhan gizi terStandar (PAGT) yang tercantum di dalam Pedoman Pelayanan Gizi di Puskesmas.

h) Pelayanan Gizi kepada pasien rawat inap harus dicatat dan didokumentasikan di dalam rekam medis dengan baik.

i)   Keluarga pasien dapat berpartisipasi dalam menyediakan makanan bila makanan sesuai dan konsisten dengan kajian kebutuhan pasien dan rencana asuhan dengan sepengetahuan dari petugas kesehatan yang berkompeten dan makanan disimpan dalam kondisi yang baik untuk mencegah kontaminasi.

2)     Elemen Penilaian

a)     Rencana asuhan gizi disusun berdasar kajian kebutuhan gizi pada pasien sesuai dengan kondisi kesehatan dan kebutuhan pasien (R,D,W).

b)     Makanan disiapkan dan disimpan dengan cara yang baku untuk mengurangi risiko kontaminasi dan pembusukan (R,D,O,W).

c)     Distribusi dan pemberian makanan dilakukan sesuai dengan jadwal dan pemesanan, serta hasilnya didokumentasikan (R,D,O,W)

d)     Pasien dan/atau keluarga pasien diberi edukasi tentang pembatasan diet pasien dan keamanan/kebersihan makanan bila keluarga ikut menyediakan makanan bagi pasien (D).

e)     Proses kolaboratif digunakan untuk merencanakan, memberikan, dan memantau pelayanan gizi (D,W).

f)         Respons pasien pelayanan Gizi dipantau dan dicatat dalam rekam medisnya (D).


 

 

5.    Standar 3.6 Pemulangan dan tindak lanjut pasien.

Pemulangan dan tindak lanjut pasien dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.

Pemulangan dan tindak lanjut pasien dilakukan dengan prosedur yang tepat. Jika pasien memerlukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang lain, rujukan dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien ke sarana pelayanan lain diatur dengan kebijakan dan prosedur yang jelas.

     a. Kriteria 3.6.1

Pemulangan dan tindak lanjut pasien yang bertujuan untuk kelangsungan layanan dipandu oleh prosedur baku.

  1) Pokok Pikiran

a)  Untuk menjamin kesinambungan pelayanan, perlu ditetapkan kebijakan dan prosedur pemulangan pasien dan tindak lanjut.

b)  Dokter/dokter gigi bersama dengan tenaga kesehatan yang lain menyusun rencana pemulangan bersama dengan pasien/keluarga pasien. Rencana pemulangan tersebut berisi instruksi dan/atau dukungan yang perlu diberikan baik oleh Puskesmas maupun keluarga pasien pada saat pemulangan ataupun tindak lanjut di rumah, sesuai dengan hasil kajian yang dilakukan.

c)  Pemulangan pasien dilakukan berdasar Kriteria yang ditetapkan oleh dokter/dokter gigi yang bertanggung jawab terhadap pasien untuk memastikan bahwa kondisi pasien layak untuk dipulangkan dan akan memperoleh tindak lanjut pelayanan sesudah dipulangkan, misalnya pasien rawat jalan yang tidak memerlukan perawatan rawat inap, pasien rawat inap tidak lagi memerlukan perawatan rawat inap di Puskesmas, pasien yang karena kondisinya memerlukan rujukan ke FKRTL, pasien yang karena kondisinya dapat dirawat di rumah atau rumah perawatan, pasien yang menolak untuk perawatan rawat inap, pasien/keluarga pasien yang meminta pulang atas permintaan sendiri.

d)  Resume pasien pulang memberikan gambaran tentang pasien selama rawat inap. Resume ini berisikan:

(1)   riwayat kesehatan, hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik;

(2)   indikasi pasien rawat inap, diagnosis, dan kormobiditas lain;

(3)   prosedur tindakan dan terapi yang telah diberikan;

(4)   obat yang sudah diberikan dan obat untuk pulang;

(5)   kondisi kesehatan pasien; dan

(6)   instruksi tindak lanjut dan penjelaskan kepada pasien, termasuk nomor kontak yang dapat dihubungi dalam situasi darurat.

f)   Informasi tentang resume pasien pulang yang diberikan kepada pasien/keluarga pasien pada saat pemulangan atau rujukan ke fasilitas kesehatan yang lain diperlukan agar pasien/keluarga pasien memahami tindak lanjut yang perlu dilakukan untuk mencapai hasil pelayanan yang optimal.

g)  Resume medis pasien paling sedikit terdiri atas:

(1)   identitas Pasien;

(2)   diagnosis masuk dan indikasi pasien dirawat;

(3)   ringkasan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosis akhir, pengobatan, dan rencana tindak lanjut pelayanan kesehatan; dan

(4)   nama dan tanda tangan dokter atau dokter gigi yang memberikan pelayanan kesehatan.

h)  Resume medis yang diberikan kepada pasien saat pulang dari rawat inap terdiri atas:

(1)   data umum pasien;

(2)   anamnesis (riwayat penyakit dan pengobatan);

(3)   pemeriksaan; dan

(4)   terapi, tindakan dan / atau anjuran.

   2) Elemen Penilaian:

a)     Dokter/dokter gigi, perawat/bidan, dan pemberi asuhan yang lain melaksanakan pemulangan, rujukan, dan asuhan tindak lanjut sesuai dengan rencana yang disusun dan Kriteria pemulangan (R,D).

b)    Resume medis diberikan kepada pasien dan pihak yang berkepentingan saat pemulangan atau rujukan (D,O,W).


 

6. Standar 3.7 Pelayanan Rujukan.

Pelayanan rujukan dilakukan sesuai dengan ketentuan kebijakan dan prosedur.

Pelayanan rujukan dilaksanakan apabila pasien memerlukan penanganan yang bukan merupakan kompetensi dari fasilitas kesehatan tingkat pertama.

a. Kriteria 3.7.1

Pelaksanaan pelayanan rujukan dilakukan sesuai dengan ketentuan kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan dan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

1) Pokok Pikiran:

a)  Jika kebutuhan pasien akan pelayanan tidak dapat dipenuhi oleh Puskesmas, pasien harus dirujuk ke fasilitas kesehatan yang mampu menyediakan pelayanan berdasarkan kebutuhan pasien, baik ke FKTRL Puskesmas lain, perawatan rumahan (home care), dan paliatif.

b)  Untuk memastikan kontinuitas pelayanan, informasi tentang kondisi pasien dituangkan dalam surat pengantar rujukan yang meliputi kondisi klinis pasien, prosedur, dan pemeriksaan yang telah dilakukan dan kebutuhan pasien lebih lanjut.

c)  Proses rujukan harus diatur dengan kebijakan dan prosedur, termasuk alternatif rujukan sehingga pasien dijamin dalam memperoleh pelayanan yang dibutuhkan di tempat rujukan pada saat yang tepat.

d)  Komunikasi dengan fasilitas kesehatan yang lebih mampu dilakukan untuk memastikan kemampuan dan ketersediaan pelayanan di FKRTL.

e)  Pada pasien yang akan dirujuk dilakukan stabilisasi sesuai dengan Standar rujukan.

f)   Pasien/keluarga terdekat pasien mempunyai hak untuk memperoleh informasi tentang rencana rujukan yang meliputi (1) alasan rujukan, (2) fasilitas kesehatan yang dituju, termasuk pilihan fasilitas kesehatan lainnya jika ada, sehingga pasien/keluarga dapat memutuskan fasilitas mana yang dipilih, serta (3) kapan rujukan harus dilakukan.

g)  Jika pasien perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lain, wajib diupayakan proses rujukan berjalan sesuai dengan kebutuhan dan pilihan pasien agar pasien memperoleh kepastian mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan pilihan tersebut dengan konsekuensinya.

h)  Dilakukan identifikasi kebutuhan dan pilihan pasien (misalnya kebutuhan transportasi, petugas kompeten yang mendampingi, sarana medis, dan keluarga yang menemani, termasuk pilihan fasilitas kesehatan rujukan) selama proses rujukan.

i)   Selama proses rujukan pasien secara langsung, pemberi asuhan yang kompeten terus memantau kondisi pasien dan fasilitas kesehatan penerima rujukan menerima resume tertulis mengenai kondisi klinis pasien dan tindakan yang telah dilakukan.

j)   Pada saat serah terima di tempat rujukan, petugas yang mendampingi pasien memberikan informasi secara lengkap (SBAR) tentang kondisi pasien kepada petugas penerima transfer pasien.

2) Elemen Penilaian:

a)  Pasien/keluarga terdekat pasien memperoleh informasi rujukan dan memberi persetujuan untuk dilakukan rujukan berdasarkan kebutuhan pasien dan Kriteria rujukan untuk menjamin kelangsungan layanan ke fasilitas kesehatan yang lain (D,W).

b)  Dilakukan komunikasi dengan fasilitas kesehatan yang menjadi tujuan rujukan dan dilakukan tindakan stabilisasi terlebih dahulu kepada pasien sebelum dirujuk sesuai kondisi pasien, indikasi medis dan kemampuan dan wewenang yang dimiliki agar keselamatan pasien selama pelaksanaan rujukan dapat terjamin (D,W).

c)  Dilakukan serah terima pasien yang disertai dengan informasi yang lengkap meliputi situation, background, assessment, recomemdation (SBAR) kepada petugas (D,W).

 

     b. Kriteria 3.7.2

Dilakukan tindak lanjut terhadap rujukan balik dari FKRTL.

1)     Pokok Pikiran:

a)  Untuk menjamin kesinambungan pelayanan, pada pasien yang dirujuk balik dari FKRTL dilaksanakan tindak lanjut sesuai dengan umpan balik rujukan dan hasilnya dicatat dalam rekam medis.

b)  Jika Puskesmas menerima umpan balik rujukan pasien dari fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut atau fasilitas kesehatan lain, tindak lanjut dilakukan sesuai prosedur yang berlaku melalui proses kajian dengan memperhatikan rekomendasi umpan balik rujukan.

c)  Dalam pelaksanaan rujuk balik harus dilakukan pemantauan (monitoring) dan dokumentasi pelaksanaan rujuk balik.

2)     Elemen Penilaian:

a)  Dokter/dokter gigi penangggung jawab pelayanan melakukan kajian ulang kondisi medis sebelum menindaklanjuti umpan balik dari FKRTL sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan (R, D, O).

b)  Dokter/dokter gigi penanggung jawab pelayanan melakukan tindak lanjut terhadap rekomendasi umpan balik rujukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan (D,O,W).

c)  Pemantauan dalam proses rujukan balik harus dicatat dalam formulir pemantauan (D).


 

 

7. Standar 3.8 Penyelenggaraan rekam medis.

Rekam Medis diselenggarakan sesuai dengan ketentuan kebijakan dan prosedur.

Puskesmas wajib menyelenggarakan rekam medis yang berisi data dan informasi asuhan pasien yang dibutuhkan untuk pelayanan pasien dan rekam medis itu dapat diakses oleh petugas kesehatan pemberian asuhan, manajemen, dan pihak di luar organisasi yang diberi hak akses terhadap rekam medis untuk kepentingan pasien, asuransi, dan kepentingan lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

     a. Kriteria 3.8.1

Tata kelola penyelenggaraan rekam medis dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

            1) Pokok Pikiran:

a)       Rekam medis merupakan sumber informasi utama mengenai proses asuhan dan perkembangan pasien sehingga menjadi media komunikasi yang penting. Agar informasi ini berguna dan mendukung asuhan pasien secara berkelanjutan, rekam medis harus tersedia selama asuhan pasien dan setiap saat dibutuhkan serta dijaga untuk selalu mencatat perkembangan terkini dari kondisi pasien.

b)       Rekam medis diselenggarakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Rekam medis harus dibuat secara tertulis, lengkap, dan jelas atau secara elektronik.

c)        Perlu dilakukan Standarisasi (1) kode diagnosis, (2) kode prosedur/tindakan, dan (3) simbol dan singkatan yang digunakan dan tidak boleh digunakan, kemudian pelaksanaannya dipantau untuk mencegah kesalahan komunikasi dan pemberian asuhan pasien serta untuk dapat mendukung pengumpulan dan analisis data.

Standarisasi tersebut harus konsisten dengan Standar yang berlaku sesuai ketentuan.

d)       Dokter, perawat, bidan, dan petugas pemberi asuhan yang lain bersama- sama menyepakati isi rekam medis sesuai dengan kebutuhan informasi yang perlu ada dalam pelaksanaan asuhan pasien.

e)        Penyelenggaraan rekam medis dilakukan secara berurutan dari sejak pasien masuk sampai pasien pulang, dirujuk, atau meninggal yang meliputi kegiatan

(1)   registrasi pasien;

(2)   pendistribusian rekam medis;

(3)   isi rekam medis dan pengisian informasi klinis;

(4)   pengolahan data dan pengkodean;

(5)   klaim pembiayaan;

(6)   penyimpanan rekam medis;

(7)   penjaminan mutu;

(8)   pelepasan informasi kesehatan; dan

(9)   pemusnahan rekam medis

f)         Efek obat, efek samping obat, dan kejadian alergi didokumentasikan dalam rekam medis.

g)        Jika dijumpai adanya riwayat alergi obat, riwayat alergi tersebut harus didokumentasikan sebagai informasi klinis dalam rekam medis.

h)       Rekam medis diisi oleh setiap dokter, dokter gigi, dan/atau tenaga kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan perseorangan.

i)         Apabila terdapat lebih dari satu tenaga dokter, dokter gigi, dan/atau tenaga kesehatan dalam satu fasilitas kesehatan, rekam medis dibuat secara terintegrasi.

j)         Setiap catatan dalam rekam medis harus lengkap dan jelas dengan mencantumkan nama, waktu dan tanda tangan dokter, dokter gigi, dan/atau tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan secara berurutan sesuai dengan waktu pelayanan.

k)       Dalam hal terjadi kesalahan dalam pencatatan rekam medis, dokter, dokter gigi, dan/atau tenaga kesehatan

lain dapat melakukan koreksi dengan cara mencoret satu garis tanpa menghilangkan catatan yang dibetulkan, lalu memberi paraf dan tanggal; dalam hal diperlukan penambahan kata atau kalimat, diperlukan paraf dan tanggal.

l)         Rekam medis rawat jalan paling sedikit berisi:

 

(1)    identitas pasien;

(2)    tanggal dan waktu;

(3)    hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit;

(4)    penyakit;

(5)    hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik;

(6)    diagnosis;

(7)    rencana penatalaksanaan;

(8)    pengobatan dan/ atau tindakan;

(9)    pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien

(10)  persetujuan dan penolakan tindakan jika diperlukan;

(11)  untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik; dan

(12)  nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi dan atau tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan.

 

m)      Rekam medis pasien rawat inap sekurang-kurangnya berisi:

(1)         identitas pasien;

(2)         tanggal dan waktu;

(3)         hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit;

(4)         hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik;

(5)         diagnosis;

(6)         rencana penatalaksanaan;

(7)         pengobatan dan/ atau tindakan;

(8)         persetujuan tindakan jika diperlukan;

(9)         catatan observasi klinis dan hasil pengobatan;

(10)       ringkasan pulang (discharge summary);

(11)       nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi dan atau tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan;

(12)       pelayanan lain yang telah dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu;

(13)       untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik; dan

(14)       nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayana kesehatan.

n)       Rekam Medis untuk pasien gawat darurat ditambahkan isian berupa

(1)      identitas pasien;

(2)      kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan;

(3)      identitas pengantar pasien;

(4)      tanggal dan waktu;

(5)      hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit;

(6)      hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik;

(7)      diagnosis;

(8)      rencana penatalaksanaan;

(9)      pengobatan dan/ atau tindakan;

(10)    ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan di unit gawat darurat dan rencana tindak lanjut;

(11)    nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi dan atau tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan;

(12)    sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan ke sarana pelayanan kesehatan lain; dan

(13)    pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

o)       Puskesmas menetapkan dan melaksanakan kebijakan penyimpanan berkas rekam medis dan data serta informasi lainnya. Jangka waktu penyimpanan rekam medis, data dan informasi lainnya terkait pasien sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku guna mendukung asuhan pasien, manajemen, dokumentasi yang sah secara hukum, pendidikan dan penelitian.

p)       Kebijakan tentang penyimpanan (retensi) rekam medis konsisten dengan kerahasiaan dan keamanan informasi tersebut. Berkas rekam medis, data dan informasi dapat dimusnahkan setelah melampui periode waktu penyimpanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, kecuali ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik.

   2) Elemen Penilaian:

a)  Penyelenggaraan rekam medis dilakukan secara berurutan dari sejak pasien masuk sampai pasien pulang, dirujuk, atau meninggal meliputi kegiatan

(1)   registrasi pasien;

(2)   pendistribusian rekam medis;

(3)   isi rekam medis dan pengisian informasi klinis;

(4)   pengolahan data dan pengkodean;

(5)   klaim pembiayaan;

(6)   penyimpanan rekam medis;

(7)   penjaminan mutu;

(8)   pelepasan informasi kesehatan;

(9)   pemusnahan rekam medis; dan

(10) termasuk riwayat alergi obat,

dilakukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan (R,D,O,W).

b)  Rekam medis diisi secara lengkap dan dengan tulisan yang terbaca serta harus dibubuhi nama, waktu pemeriksanaan, dan tanda tangan dokter, dokter gigi dan/atau tenaga kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan perseorangan; apabila ada kesalahan dalam melakukan pencatatan di rekam medis, dilakukan koreksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (D,O,W).


 

8. Standar 3.9 Penyelenggaraan pelayanan laboratorium.

Penyelenggaraan pelayanan laboratorium dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pelayanan laboratorium dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan.

     a. Kriteria 3.9.1

Pelayanan laboratorium dikelola sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan.

            1) Pokok Pikiran:

a)        Puskesmas menetapkan jenis pelayanan laboratorium yang tersedia di Puskesmas.

b)       Agar pelaksanaan pelayanan laboratorium dapat memberikan hasil pemeriksaan yang tepat, perlu ditetapkan kebijakan dan prosedur pelayanan laboratorium mulai dari permintaan, penerimaaan, pengambilan, dan penyimpanan spesimen, pengelolaan reagen pelaksanaan pemeriksaan, dan penyampaian hasil pemeriksaan kepada pihak yang membutuhkan, serta pengelolaan limbah medis dan bahan berbahaya dan beracun (B3).

c)        Pemeriksaan berisiko tinggi adalah pemeriksaan terhadap spesimen yang berisiko infeksi pada petugas, misalnya spesimen sputum dengan kecurigaan tuberculosis atau darah dari pasien dengan kecurigaan hepatitis B dan HIV/AIDS.

d)       Regulasi pelayanan laboratorium perlu disusun sebagai acuan yang meliputi kebijakan dan pedoman serta prosedur pelayanan laboratorium yang mengatur tentang

(1)   jenis-jenis pelayanan laboratorium yang disediakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan kemampuan Puskesmas;

(2)   waktu penyerahan hasil pemeriksaan laboratorium;

(3)   pemeriksaan laboratorium yang berisiko tinggi;

(4)   permintaan pemeriksaan, penerimaan specimen, pengambilan, dan penyimpanan spesimen;

(5)   pelayanan pemeriksaan di luar jam kerja pada Puskesmas rawat inap atau puskesmas yang menyediakan pelayanan di luar jam kerja;

(6)   pemeriksaan laboratorium;

(7)   kesehatan dan keselamatan kerja dalam pelayanan laboratorium; (8) penggunaan alat pelindung diri; dan

(9) pengelolaan reagen.

e)        Untuk menjamin mutu pelayanan laboratorium, perlu dilakukan upaya pemantapan mutu internal dan pemantapan mutu eksternal di Puskesmas.

Pemantapan mutu dilakukan sesuai dengan jenis dan ketersediaan peralatan laboratorium yang digunakan dan sesuai dengan peraturan perundang- undangan.

f)         Puskesmas wajib mengikuti pemantapan mutu eskternal (PME) secara periodik yang diselenggarakan oleh institusi yang ditetapkan oleh pemerintah.

g)        Jika pemeriksaan laboratorium tidak dapat dilakukan oleh Puskesmas karena keterbatasan kemampuan, dapat dilakukan rujukan pemeriksaan laboratorium dengan prosedur yang jelas.

h)       Pimpinan Puskesmas perlu menetapkan jangka waktu yang dibutuhkan untuk melaporkan hasil tes laboratorium. Hasil dilaporkan dalam kerangka waktu berdasarkan kebutuhan pasien dan kebutuhan petugas pemberi pelayanan klinis. Pemeriksaan pada gawat darurat dan di luar jam kerja serta pada akhir minggu termasuk dalam ketentuan ini.

i)         Hasil pemeriksaan yang segera (urgent), seperti dari unit gawat darurat, diberikan perhatian khusus. Sebagai tambahan, bila pelayanan laboratorium dilakukan dengan bekerja sama dengan pihak luar, laporan hasil pemeriksaan juga harus tepat waktu sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan atau yang tercantum dalam kontrak.

j)         Reagensia dan bahan-bahan lain yang selalu harus ada untuk pelayanan laboratorium bagi pasien harus diidentifikasi dan ditetapkan.

k)       Evaluasi periodik dilakukan terhadap ketersediaan dan penyimpanan semua reagensia untuk memastikan akurasi dan presisi hasil pemeriksaan.

l)         Kebijakan dan prosedur ditetapkan untuk memastikan pemberian label yang lengkap dan akurat untuk reagensia dan larutan yang digunakan merujuk pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

m)      Sesuai dengan peralatan dan prosedur yang dilaksanakan di laboratorium, perlu ditetapkan rentang nilai normal dan rentang nilai rujukan untuk setiap pemeriksaan yang dilaksanakan.

n)       Nilai normal dan rentang nilai rujukan harus tercantum dalam catatan klinis, sebagai bagian dari laporan atau dalam dokumen terpisah

o)        Jika pemeriksaan dilaksanakan oleh laboratorium luar, laporan hasil pemeriksaan harus dilengkapi dengan rentang nilai. Jika terjadi perubahan metode atau peralatan yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan atau ada perubahan terkait perkembangan ilmu dan teknologi, harus dilakukan evaluasi dan revisi terhadap ketentuan tentang rentang nilai pemeriksaan laboratorium.

p)       Ada prosedur rujukan spesimen dan pasien, jika pemeriksaan laboratorium tidak dapat dilakukan di Puskesmas.

   2) Elemen Penilaian:

a)     Kepala Puskesmas menetapkan nilai normal, rentang nilai rujukan untuk setiap jenis pemeriksaan yang disediakan, dan nilai kritis pemeriksaan laboratorium (R).

b)    Reagensia esensial dan bahan lain tersedia sesuai dengan jenis pelayanan yang ditetapkan, pelabelan, dan penyimpanannya, termasuk proses untuk menyatakan jika reagen tidak tersedia (R,D,W).

c)     Penyelenggaraan pelayanan laboratorium, yang meliputi (1) sampai dengan (9), dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan (R,D,O,W).

d)    Pemantapan mutu internal dan pemantapan mutu eksternal dilakukan terhadap pelayanan laboratorium sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan dan dilakukan perbaikan jika terjadi penyimpangan (R,D,O,W).

e)     Evaluasi dan tindak lanjut dilakukan terhadap waktu pelaporan hasil pemeriksaan laboratorium (D,W).


 

9. Standar 3.10 Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian.

Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pelayanan kefarmasian dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan.

    a. Kriteria 3.10.1

Pelayanan kefarmasian dikelola sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan.

            1) Pokok Pikiran:

a)  Pelayanan kefarmasian harus tersedia di Puskesmas. Oleh karena itu, jenis dan jumlah obat serta bahan medis habis pakai (BMHP) harus tersedia sesuai dengan kebutuhan pelayanan.

b)  Pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai terdiri atas

(1)   perencanaan kebutuhan;

(2)   permintaan;

(3)   penerimaan;

(4)   penyimpanan

(5)   pendistribusian;

(6)   pengendalian;

(7)   pencatatan, pelaporan dan pengarsiapan; dan

(8)   pemantauan dan evaluasi pengelolaan

c) Pelayanan farmasi di Puskesmas terdiri atas

(1)    pengkajian resep dan penyerahan obat;

(2)    pemberian informasi obat (PIO);

(3)    konseling;

(4)    visite pasien (khusus Puskesmas rawat inap);

(5)    rekonsiliasi obat;

(6)    pemantauan terapi obat (PTO); dan

(7)    evaluasi penggunaan obat

d)  Penarikan obat kedaluwarsa (out of date), rusak, atau obat substitusi dari peredaran dikelola sesuai dengan kebijakan dan prosedur.

e)  Formularium obat yang merupakan daftar obat terpilih yang dibutuhkan dan harus tersedia di Puskesmas perlu disusun sebagai acuan dalam pemberian pelayanan kepada pasien dengan mengacu pada formularium nasional; pemilihan jenis obat dilakukan melalui proses kolaboratif antarpemberi asuhan dengan mempertimbangkan kebutuhan pasien, keamanan, dan efisiensi.

f)   Jika terjadi kehabisan obat karena terlambatnya pengiriman, kurangnya stok nasional, atau sebab lain yang tidak dapat diantisipasi dalam pengendalian inventaris yang normal, perlu diatur suatu proses untuk mengingatkan para dokter/dokter gigi tentang kekurangan obat tersebut dan saran untuk penggantinya.

g)  Obat yang disediakan harus dapat dijamin keaslian dan keamanannya. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengelolaan rantai pengadaan obat. Pengelolaan rantai pengadaan obat adalah suatu rangkaian kegiatan yang meliputi proses perencanaan dan pemilihan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, dan penggunaan obat.

h) Peresepan dilakukan oleh tenaga medis. Dalam pelayanan resep, petugas farmasi wajib melakukan pengkajian/telaah resep yang meliputi pemenuhan persyaratan administratif, persyaratan farmaseutik, dan persyaratan klinis sesuai dengan peraturan perundang-undangan, antara lain,

(a) ketepatan identitas pasien, obat, dosis, frekuensi, aturan minum/makan obat, dan waktu pemberian;

(b) duplikasi pengobatan;

(c) potensi alergi atau sensitivitas;

(D) interaksi antara obat dan obat lain atau dengan makanan;

(e) variasi Kriteria penggunaan;

(f) berat badan pasien dan/atau informasi fisiologik lainnya; dan

(g) kontra indikasi.

i)   Dalam pemberian obat, harus juga dilakukan kajian benar yang meliputi ketepatan identitas pasien, ketepatan obat, ketepatan dosis, ketepatan rute pemberian, dan ketepatan waktu pemberian.

j)   Untuk Puskesmas rawat inap, penggunaan obat oleh pasien/pengobatan sendiri, baik yang dibawa ke Puskesmas, yang diresepkan, maupun yang dipesan di Puskesmas, diketahui dan dicatat dalam rekam medis. Harus dilaksanakan pengawasan penggunaan obat, terutama obat psikotropika sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

k)  Obat yang perlu diwaspadai adalah obat yang mengandung risiko yang meningkat bila ada salah penggunaan dan dapat menimbulkan kerugian besar pada pasien.

l)   Obat yang perlu diwaspadai (high alert) terdiri atas :

(1)   obat risiko tinggi, yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error) dapat menimbulkan kematian atau kecacatan, seperti insulin, heparin, atau kemoterapeutik; dan

(2)   obat yang nama, kemasan, label, penggunaan klinik tampak/kelihatan sama (look alike), dan bunyi ucapan sama (sound alike), seperti Xanax dan Zantac atau hydralazine dan hydroxyzine atau disebut juga nama obat rupa ucapan mirip (NORUM).

m)      Agar obat layak dikonsumsi oleh pasien, kebersihan dan keamanan terhadap obat yang tersedia harus dilakukan mulai dari pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, dan penyampaian obat kepada pasien serta penatalaksanaan obat kedaluwarsa (out of date), rusak, atau obat substitusi.

n) Puskesmas menetapkan kebijakan dan prosedur dalam penyampaian obat kepada pasien agar pasien memahami indikasi, dosis, cara penggunaan obat, dan efek samping yang mungkin terjadi.

o)  Pasien, dokternya, perawat dan petugas kesehatan yang lain bekerja bersama untuk memantau pasien yang mendapat obat. Tujuan pemantauan adalah untuk mengevaluasi efek pengobatan terhadap gejala pasien atau penyakitnya dan untuk mengevaluasi pasien terhadap kejadian efek samping obat.

p)  Berdasarkan pemantauan, dosis, atau jenis obat, bila perlu, dapat disesuaikan dengan memperhatikan pemberian obat secara rasional. Pemantauan dimaksudkan untuk mengidentifikasi respons terapeutik yang diantisipasi ataupun reaksi alergik dan interaksi obat yang tidak diantisipasi serta untuk mencegah risiko bagi pasien. Memantau efek obat dalam hal ini termasuk mengobservasi dan mendokumentasikan setiap kejadian salah obat (medication error).

q)  Bila terjadi kegawatdaruratan pasien, akses cepat terhadap obat gawat darurat (emergency) yang tepat adalah sangat penting. Perlu ditetapkan lokasi penyimpanan obat gawat darurat di tempat pelayanan dan obat gawat darurat yang harus disuplai ke lokasi tersebut.

r)  Untuk memastikan akses ke obat gawat darurat bilamana diperlukan, disediakan prosedur untuk mencegah penyalahgunaan, pencurian, atau kehilangan terhadap obat dimaksud. Prosedur ini memastikan bahwa obat diganti bilamana digunakan, rusak, atau kedaluwarsa. Keseimbangan antara akses, kesiapan, dan keamanan dari tempat penyimpanan obat gawat darurat perlu dipenuhi.

s)  Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan pelayanan obat (medication error), seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis, atau interaksi obat.

t)   Tujuan dilakukannya rekonsiliasi obat adalah:

(1)      memastikan informasi yang akurat tentang obat yang digunakan pasien;

(2)      mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya instruksi dokter; dan

(3)      mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi dokter.

u)    Tahap proses rekonsiliasi obat adalah sebagai berikut.

(1)   Pengumpulan data. Tahap ini dilakukan dengan mencatat data dan memverifikasi obat yang sedang dan akan digunakan pasien yang meliputi nama obat, dosis, frekuensi, rute, obat mulai diberikan, obat diganti, obat dilanjutkan, obat dihentikan, riwayat alergi pasien, serta efek samping obat yang pernah terjadi. Khusus untuk data alergi dan efek samping obat, dicatat tanggal kejadian, obat yang menyebabkan terjadinya reaksi alergi dan efek samping, efek yang terjadi, dan tingkat keparahan. Data riwayat penggunaan obat didapatkan dari pasien, keluarga pasien, daftar obat pasien, obat yang ada pada pasien, dan rekam medis (medication chart). Data obat yang dapat digunakan tidak lebih dari tiga bulan sebelumnya. Pada semua obat yang digunakan oleh pasien, baik resep maupun obat bebas termasuk herbal, harus dilakukan proses rekonsiliasi.

(2)   Komparasi. Petugas kesehatan membandingkan data obat yang pernah, sedang, dan akan digunakan. Ketidakcocokan (discrepancy) adalah bilamana ditemukan ketidakcocokan/perbedaan di antara data-data tersebut. Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada obat yang hilang, berbeda, ditambahkan, atau diganti tanpa ada penjelasan yang didokumentasikan pada rekam medis pasien. Ketidakcocokan ini dapat bersifat disengaja (intentional) oleh dokter pada saat penulisan resep ataupun tidak disengaja (unintentional) ketika dokter tidak tahu adanya perbedaan pada saat menuliskan resep.

(3)   Apoteker melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian dokumentasi. Bila ada ketidaksesuaian, dokter harus dihubungi kurang dari 24 jam. Hal lain yang harus dilakukan oleh apoteker adalah:

(a)   menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut disengaja atau tidak disengaja;

(b)   mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan, atau pengganti; dan

(c)    memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu dilakukannya rekonsilliasi obat.

(4)   Komunikasi. Komunikasi dilakukan dengan pasien dan/atau keluarga pasien atau perawat mengenai perubahan terapi yang terjadi. Apoteker bertanggung jawab terhadap informasi obat yang diberikan.

   2) Elemen Penilaian:

a)        Tersedia daftar formularium obat puskesmas (D).

b)       Dilakukan pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai oleh tenaga kefarmasian sesuai dengan pedoman dan prosedur yang telah ditetapkan (R,D,O,W).

c)        Dilakukan rekonsiliasi obat dan pelayanan farmasi klinik oleh tenaga kefarmasian sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan (R,D,O,W).

d)       Dilakukan kajian resep dan pemberian obat dengan benar pada setiap pelayanan pemberian obat (R, D, O,W)

e)        Dilakukan edukasi kepada setiap pasien tentang indikasi dan cara penggunaan obat (R,D,O,W).

f)         Obat gawat darurat tersedia pada unit yang diperlukan dan dapat diakses untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat gawat darurat, lalu dipantau dan diganti tepat waktu setelah digunakan atau jika kedaluwarsa ( R, D, O, W).

g)        Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap ketersediaan obat dan kesesuaian peresepan dengan formularium (D,W).


 

 

D. BAB IV PROGRAM PRIORITAS NASIONAL (PPN)

Program Prioritas Nasional dilaksanakan melalui integrasi pelayanan UKM dan UKP sesuai dengan prinsip pencegahan lima tingkat (five level prevention).

1. Standar 4.1 Pencegahan dan penurunan stunting.

Puskesmas melaksanakan pencegahan dan penurunan stunting beserta pemantauan dan evaluasinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

     a. Kriteria 4.1.1

Pencegahan dan penurunan stunting direncanakan, dilaksanakan, dipantau, dan dievaluasi dengan melibatkan lintas program, lintas sektor, dan pemberdayaan masyarakat.

    1) Pokok Pikiran:

a)  Pencegahan dan penurunan stunting direncanakan, dilaksanakan, dipantau, dan dievaluasi dengan melibatkan lintas program, lintas sektor, dan pemberdayaan masyarakat.

b)  Upaya pencegahan dan penurunan stunting tidak dapat dilakukan oleh sektor kesehatan saja, tetapi perlu dilakukan pemberdayaan lintas sektor dan masyarakat melalui perbaikan pola makan, pola asuh, dan sanitasi serta akses terhadap air bersih.

c)  Upaya pencegahan dan penurunan stunting dilakukan terintegrasi lintas program, antara lain, dalam pelayanan pemeriksaan kehamilan, imunisasi, kegiatan promosi, dan konseling (menyusui dan gizi), pemberian suplemen, dan kegiatan internvesi lainnya.

d)  Integrasi lintas sektor dalam upaya pencegahan dan penurunan stunting, antara lain, dilakukan melalui advokasi dan sosialisasi kepada tokoh masyarakat, keluarga, masyarakat, serta sasaran program dan intervensi lainnya.

e)  Dalam pencegahan dan penurunan stunting, dilakukan upaya promotif dan preventif untuk meningkatkan layanan dan cakupan intervensi gizi sensitif (lintas sektor) dan intervensi gizi spesifik (lintas program) sesuai dengan pedoman yang berlaku.

f)   Intervensi gizi sensitif antara lain, meliputi

(1)      perlindungan sosial;

(2)      penguatan pertanian;

(3)      perbaikan air dan sanitasi lingkungan;

(4)      keluarga berencana;

(5)      perkembangan anak usia dini;

(6)      kesehatan mental ibu;

(7)      perlindungan anak; dan

(8)      pendidikan dalam kelas.

g)  Intervensi gizi spesifik meliputi

(1)      pemberian tablet tambah darah (TTD) pada remaja puteri;

(2)      pemberian tablet tambah darah (TTD) pada ibu hamil;

(3)      pemberian makanan tambahan pada ibu hamil kurang energi kronik (KEK);

(4)      promosi/konseling pemberian makanan bayi dan anak (IMD, ASI eksklusif, dan makanan

pendamping ASI yang tepat);

(5)      pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita;

(6)      tata laksana balita gizi buruk;

(7)      pemberian vitamin A bayi dan balita;

(8)      pemberian tambahan asupan gizi untuk balita gizi kurang;

(9)      penganekaragaman makanan;

(10)    suplementasi/fortifikasi gizi mikro;

(11)    manajemen dan pencegahan penyakit;

(12)    intervensi gizi dalam kedaruratan; dan

(13)    kampanye asupan protein hewani pada ibu hamil, ASI eksklusif; dan MPASI kepada bayi dan balita.

h) Bentuk intervensi sensitif dan spesifik dalam perjalanannya akan mengikuti perkembangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

i)   Penetapan indikator kinerja stunting terintegrasi dengan penetapan indikator kinerja Puskesmas.

j)   Pencegahan dan penurunan stunting harus dapat menjamin terlaksananya pencatatan dan pelaporan yang akurat dan sesuai prosedur terutama pengukuran panjang atau tinggi badan menurut umur (PB/U - TB/U) dan perkembangan balita.

k)  Pencatatan dan pelaporan pelayanan pencegahan dan penurunan stunting, baik secara manual maupun elektronik, dilakukan secara lengkap, akurat, tepat waktu, dan sesuai dengan prosedur. Pelaporan kepada kepala puskesmas dan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota dan/atau pihak lainnya mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaporan kepada kepala puskesmas dapat dilakukan secara tertulis atau penyampaian secara langsung melalui pertemuan-pertemuan seperti lokakarya mini bulanan, pertemuan tinjauan manajemen, dan forum lainnya.

l)   Puskesmas melakukan pengukuran terhadap indikator kinerja yang telah ditetapkan dan disertai dengan analisis capaian. Analisis capaian indikator dilakukan dengan metode analisis sesuai dengan pedoman dan panduan yang berlaku, misal dengan merujuk pada metode analisis situasi yang terdapat di dalam buku Pedoman Manajemen Puskesmas.

m)      Rencana program pencegahan dan penurunan stunting disusun dengan mengutamakan upaya promotif dan preventif berdasarkan hasil analisis masalah gizi di wilayah kerja Puskesmas dengan pelibatan lintas program yang terintegrasi dengan RUK dan RPK pelayanan UKM serta UKP, laboratorium, dan kefarmasian.

   2) Elemen Penilaian:

a)    Ditetapkan indikator dan target kinerja stunting dalam rangka mendukung program pencegahan dan penurunan, yang disertai capaian dan analisisnya (R,D,W).

b)    Ditetapkan program pencegahan dan penurunan stunting (R,W).

c)     Dikoordinasikan dan dilaksanakan kegiatan pencegahan dan penurunan stunting dalam bentuk intervensi gizi spesifik dan sensitif sesuai dengan rencana yang disusun bersama lintas program dan lintas sektor sesuai dengan kebijakan, prosedur, dan kerangka acuan yang telah ditetapkan (R,D,W).

d)    Dilakukan pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan program pencegahan dan penurunan stunting (D,W).

e)     Dilaksanakan pencatatan dan dilakukan pelaporan kepada kepala puskesmas dan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan (R,D,W).


 

 

2. Standar 4.2 Penurunan jumlah kematian ibu dan jumlah kematian bayi.

Program penurunan jumlah kematian ibu dan jumlah kematian bayi diselenggarakan dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta, terutama penguatan pelayanan kesehatan primer, dengan mendorong upaya promotif dan preventif. Puskesmas memberikan pelayanan kesehatan ibu hamil, pelayanan kesehatan persalinan, pelayanan kesehatan masa sesudah melahirkan, serta pelayanan kesehatan bayi baru lahir beserta pemantauan dan evaluasinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

     a. Kriteria 4.2.1

Puskesmas melaksanakan pelayanan kesehatan ibu hamil, pelayanan kesehatan ibu bersalin, pelayanan kesehatan masa sesudah melahirkan, dan pelayanan kesehatan bayi baru lahir.

    1) Pokok Pikiran:

a)       Pelayanan kesehatan ibu hamil adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan sejak terjadinya masa konsepsi hingga melahirkan.

b)       Pelayanan kesehatan pada ibu hamil, persalinan, masa sesudah melahirkan, dan bayi baru lahir dilakukan sesuai dengan Standar dalam pedoman yang berlaku.

c)        Upaya pelayanan kesehatan pada ibu hamil dilaksanakan secara terintegrasi dengan lintas program dalam rangka penurunan stunting.

d)       Pelayanan pada masa kehamilan meliputi pelayanan sesuai dengan Standar kuantitas dan Standar kualitas.

(1)   Standar kuantitas adalah kunjungan minimal enam kali selama periode kehamilan (K6) dengan ketentuan:

(a)   satu kali pada trimester pertama.

(b)   dua kali pada trimester kedua.

(c)    tiga kali pada trimester ketiga

(2) Standar Kualitas yaitu pelayanan antenatal yang memenuhi 10 T yang meliputi:

(a)   pengukuran berat badan dan tinggi badan;

(b)   pengukuran tekanan darah;

(c)   pengukuran lingkar lengan atas (lila);

(d)   pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri);

(e)   penentuan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ);

(f)    pemberian imunisasi sesuai dengan status imunisasi;

(g)   pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet;

(h)   tes laboratorium;

(i)    tata laksana/penanganan kasus; dan

(j)    temu wicara (konseling)

e)        Penetapan indikator kinerja stunting terintegrasi dengan penetapan indikator kinerja Puskesmas.

f)         Pelayanan kesehatan ibu bersalin yang selanjutnya disebut persalinan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang ditujukan kepada ibu sejak dimulainya persalinan hingga 6 jam sesudah melahirkan

g)        Adapun Pelayanan pada masa persalinan sesuai Standar meliputi

(1)      persalinan normal.

(2)      persalinan dengan komplikasi

h)       Standar persalinan normal adalah Asuhan Persalinan Normal (APN) sesuai Standar, yaitu

(1)      dilakukan di fasilitas kesehatan.

(2)      tenaga penolong minimal 3 orang, terdiri dari:

(a)      dokter, bidan dan perawat; atau

(b)      dokter dan 2 (dua) orang bidan.

i)         Standar persalinan dengan komplikasi mengacu pada Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di FKTP dan FKRTL.

j)         Pelayanan kesehatan masa sesudah melahirkan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian yang dilakukan ditujukan kepada ibu selama nifas (6 jam sampai dengan 42 hari sesudah melahirkan).

k)       Pelayanan kesehatan masa sesudah melahirkan dilakukan minimal empat kali, yaitu sebagai berikut.

(1)   Pelayanan pertama dilakukan pada waktu 6 - 48 jam setelah persalinan

(2)   Pelayanan kedua dilakukan pada waktu 3 - 7 hari setelah persalinan

(3)   Pelayanan ketiga dilakukan pada waktu 8 - 28 hari setelah persalinan

(4)   Pelayanan keempat dilakukan pada waktu 29 - 42 hari setelah persalinan.

Pelayanan dilakukan dengan ruang lingkup yang meliputi

(1)   pemeriksaan dan tata laksana menggunakan algoritme tata laksana masa nipas;

(2)   identifikasi risiko dan komplikasi;

(3)   penanganan risiko dan komplikasi;

(4)   konseling; dan

(5)   pencatatan pada buku kesehatan ibu dan anak, kohort ibu dan kartu ibu/rekam medis;

l)         Pelayanan kesehatan bayi baru lahir dilakukan melalui pelayanan kesehatan neonatal esensial sesuai dengan Standar. Pelayanan kesehatan neonatal esensial dilakukan ketika bayi berumur 0—28 hari.

m)      Pelayanan bayi baru lahir meliputi pelayanan sesuai dengan Standar kuantitas dan Standar kualitas.

(1)   Pelayanan Standar kuantitas adalah kunjungan minimal tiga kali selama periode neonatal dengan ketentuan sebagai berikut:

(a)   Kunjungan Neonatal 1 (KN1) 6-48 jam

(b)   Kunjungan Neonatal 2 (KN2) 3-7 hari

(c)    Kunjungan Neonatal 3 (KN3) 8-28 hari

(2)   Standar kualitas yang ditetapkan adalah sebagai berikut:

(a)   Pelayanan Neonatal Esensial Saat Lahir (0—6 jam).

Perawatan neonatal esensial saat lahir meliputi:

1.    perawatan neontarus pada 30 detik pertama;

2.    penjagaan bayi tetap hangat;

3.    pemotongan dan perawatan tali pusat;

4.    inisiasi menyusu dini (IMD);

5.    pemberian identitas;

6.    injeksi vitamin K1;

7.    pemberian salep/tetes mata antibiotik;

8.    pemeriksaan fisik bayi baru lahir;

9.    penentuan usia gestasi;

10. pemberian imunisasi (injeksi vaksin hepatitis B0);

11. pemantauan tanda bahaya; dan

12. perujukan pada kasus yang tidak dapat ditangani dalam kondisi stabil dengan tepat waktu ke fasilitas kesehatan yang lebih mampu.

(b)   Pelayanan Neonatal Esensial Setelah Lahir (6 jam - 28 hari).

Perawatan neonatal esensial setelah lahir meliputi:

1. penjagaan bayi tetap hangat;

2. konseling perawatan bayi baru lahir dan ASI eksklusif;

3. pemeriksaan kesehatan dengan menggunakan Standar manajemen terpadu balita sakit (MTBS) dan buku KIA;

4. pemberian vitamin K1 bagi yang lahir tidak di fasilitas kesehatan atau belum mendapatkan injeksi vitamin K1;

5. imunisasi hepatitis B injeksi untuk bayi usia kurang dari 24 jam yang lahir tidak ditolong oleh tenaga kesehatan;

6. perawatan dengan metode kanguru bagi bayi berat lahir rendah (BBLR); dan

7. penanganan dan rujukan kasus neonatal komplikasi.

n)       Puskesmas yang memberikan pelayanan persalinan harus melakukan pelayanan dan penyediaan alat, obat, dan prasarana pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir, termasuk Standar alat kegawatdaruratan maternal sesuai dengan kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

o)       Untuk menjamin kesuksesan pelaksanaan program penurunan jumlah kematian ibu dan jumlah kematian bayi, dilakukan upaya promotif dan preventif dengan pelibatan lintas program dan lintas sektor serta dengan pemberdayaan masyarakat. Bentuk keterlibatan dalam kegiatan ini bisa berupa terbentuknya koordinasi dalam tim yang bertujuan untuk menurunkan jumlah kematian ibu dan jumlah kematian bayi di tingkat kecamatan, yaitu dengan adanya program Desa Siaga dengan pendekatan program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K), Suami Siaga, dan kegiatan pemberdayaan lainnya.

p)       Puskesmas melakukan pengukuran terhadap indikator kinerja yang telah ditetapkan dan dilakukan analisis capaian. Analisis capaian indikator dilakukan dengan metode analisis sesuai dengan pedoman/panduan yang berlaku, misal dengan merujuk pada metode analisis situasi yang terdapat di dalam buku Pedoman Manajemen Puskesmas.

q)       Pencatatan dan pelaporan terhadap pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu pada masa sesudah melahirkan, bayi baru lahir, dan bayi dilakukan secara manual ataupun elektronik dengan lengkap, akurat, tepat waktu, dan sesuai dengan prosedur yang meliputi cakupan program kesehatan keluarga, pencatatan kohort, pelaporan kematian ibu, bayi lahir mati dan kematian neonatal, kematian bayi pascalahir (post-natal), serta pengisian dan pemanfaatan buku KIA. Pelaporan kepada kepala puskesmas dan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota dan/atau pihak lainnya mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaporan kepada kepala puskesmas dapat dilakukan secara tertulis atau penyampaian secara langsung melalui pertemuan-pertemuan seperti lokakarya mini bulanan, pertemuan tinjauan manajemen, dan forum lainnya.

r)        Rencana program penurunan jumlah kematian ibu dan jumlah kematian bayi disusun dengan mengutamakan upaya promotif dan preventif berdasarkan hasil analisis masalah kematian ibu dan kematian bayi di wilayah kerja Puskesmas dengan melibatkan lintas program yang terintegrasi dengan RUK dan RPK pelayanan UKM serta UKP, laboratorium, dan kefarmasian.

   2) Elemen Penilaian:

a)     Ditetapkannya indikator dan target kinerja dalam rangka penurunan jumlah kematian ibu dan jumlah kematian bayi yang disertai capaian dan analisisnya (R,D,W).

b)     Ditetapkan program penurunan jumlah kematian ibu dan jumlah kematian bayi (R,W).

c)     Tersedia alat, obat, bahan habis pakai dan prasarana pendukung pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir termasuk Standar alat kegawatdaruratan maternal dan neonatal sesuai dengan Standar dan dikelola sesuai dengan prosedur (R,D,O,W).

d)     Dilakukan pelayanan kesehatan pada masa hamil, masa persalinan, masa sesudah melahirkan, dan pada bayi baru lahir sesuai dengan prosedur yang ditetapkan; ditetapkan kewajiban penggunaan partograf pada saat pertolongan persalinan dan upaya stabilisasi prarujukan pada kasus komplikasi, termasuk pelayanan pada Puskesmas mampu PONED, sesuai dengan kebijakan, pedoman/panduan, prosedur, dan kerangka acuan yang telah ditetapkan (R,D,W).

e)     Dikoordinasikan dan dilaksanakan program penurunan jumlah kematian ibu dan jumlah kematian bayi sesuai dengan regulasi dan rencana kegiatan yang disusun bersama lintas program dan lintas sektor (R,D,W).

f)      Dilakukan pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan program penurunan jumlah kematian ibu dan jumlah kematian bayi termasuk pelayanan kesehatan pada masa hamil, persalinan dan pada bayi baru lahir di Puskesmas (D,W).

g)     Dilaksanakan pencatatan, lalu dilakukan pelaporan kepada kepala puskesmas dan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan (R,D,W).


 

 

3. Standar 4.3 Peningkatan cakupan dan mutu imunisasi.

Peningkatan cakupan dan mutu imunisasi diselenggarakan dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta, terutama penguatan pelayanan kesehatan primer, dengan mendorong upaya promotif dan preventif.

Puskesmas melaksanakan program imunisasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

     a. Kriteria 4.3.1

Program imunisasi direncanakan, dilaksanakan, dipantau, dan dievaluasi dalam upaya peningkatan capaian cakupan dan mutu imunisasi.

            1) Pokok Pikiran:

a)     Sebagai upaya untuk melindungi masyarakat dari penyakit menular yang dapat dicegah melalui imunisasi, Puskesmas wajib melaksanakan kegiatan imunisasi sebagai bagian dari program prioritas nasional.

b)    Penetapan indikator kinerja imunisasi terintegrasi dengan penetapan indikator kinerja Puskesmas.

c)     Pelaksanaan program imunisasi di Puskesmas perlu direncanakan, dilaksanakan, dipantau, dan dievaluasi agar dapat mencapai cakupan imunisasi secara optimal.

d)    Perencanaan yang terperinci (micro planning) meliputi pemetaan wilayah, identifikasi dan penentuan jumlah sasaran, kebutuhan SDM, penentuan kebutuhan, jadwal pelaksanaan imunisasi, serta jadwal dan mekanisme distribusi logistik, dan biaya operasional disusun untuk memastikan pelaksanaan program imunisasi berjalan dengan baik. Perencanaan yang terperinci disusun dengan melibatkan lintas program terkait.

e)     Tindak lanjut perbaikan program imunisasi berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi dilaksanakan meliputi upaya promotif dan preventif dalam rangka penjangkauan sasaran dan peningkatan cakupan imunisasi melalui:

(1)      kegiatan sweeping, drop out follow up (DOFU), kegiatan SOS (sustainable outreach services) untuk daerah geografis sulit, defaulter tracking, backlog fighting, crash program, dan catch up campaign;

(2)      upaya peningkatan kualitas imunisasi melalui pengelolaan vaksin yang sesuai dengan prosedur, pemberian imunisasi yang aman dan sesuai dengan prosedur, kegiatan validasi data sasaran, penilaian mandiri atas kualitas data (data quality self assessment/DQS), dan penilaian kenyamanan cepat (rapid convenience assessment/RCA) untuk melakukan validasi terhadap hasil cakupan imunisasi dan supervisi berkala; serta

(3)      upaya penggerakan masyarakat dengan kegiatan penyuluhan sosialisasi melalui berbagai media komunikasi, peningkatan keterlibatan lintas program dan lintas sektor terkait, dan pembentukan forum komunikasi masyarakat peduli imunisasi.

f)      Puskesmas melakukan pengelolaan rantai dingin vaksin (cold chain vaccines) sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.

g)     Puskesmas melakukan pengukuran terhadap indikator kinerja yang telah ditetapkan dan disertai dengan analisis capaian. Analisis capaian indikator dilakukan dengan metode analisis sesuai dengan pedoman/panduan yang berlaku, misal dengan merujuk pada metode analisis situasi yang terdapat di dalam buku Pedoman Manajemen Puskesmas.

h)    Pencatatan dan pelaporan pelayanan imunisasi, baik secara manual maupun elektronik, dilakukan secara lengkap, akurat, tepat waktu, dan sesuai dengan prosedur dengan format laporan yang telah ditetapkan yang meliputi cakupan indikator kinerja imunisasi, stok dan pemakaian vaksin dan logistik lainnya, serta kondisi peralatan rantai vaksin dan KIPI. Pelaporan kepada kepala puskesmas dan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota dan/atau pihak lainnya mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaporan kepada kepala puskesmas dapat dilakukan secara tertulis atau penyampaian secara langsung melalui pertemuan-pertemuan seperti lokakarya mini bulanan, pertemuan tinjauan manajemen, dan forum lainnya.

i)      Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan secara berkala, berkesinambungan, dan berjenjang, kemudian dilakukan analisis serta dibuat rencana tindak lanjut perbaikan program imunisasi.

j)      Rencana program peningkatan dan cakupan mutu imunisasi disusun dengan mengutamakan upaya promotif dan preventif berdasarkan hasil analisis masalah imunisasi di wilayah kerja Puskesmas dengan pelibatan lintas program yang terintegrasi dengan RUK dan RPK pelayanan UKM serta UKP, laboratorium, dan kefarmasian.

   2) Elemen Penilaian:

a)  Ditetapkan indikator dan target kinerja program imunisasi yang disertai capaian dan analisisnya (R,D,W).

b)  Ditetapkan program imunisasi (R,W).

c)  Tersedia vaksin dan logistik sesuai dengan kebutuhan program imunisasi (R,D,O,W).

d)  Dilakukan pengelolaan vaksin untuk memastikan rantai vaksin dikelola sesuai dengan prosedur (R,D,O,W).

e)  Kegiatan peningkatan cakupan dan mutu imunisasi dikoordinasikan dan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan prosedur yang telah ditetapkan bersama secara lintas program dan lintas sektor sesuai dengan kebijakan, pedoman/panduan, prosedur dan kerangka acuan yang telah ditetapkan (R,D,W).

f)   Dilakukan pemantauan dan evaluasi serta tindak lanjut upaya perbaikan program imunisasi (D,W).

g)  Dilaksanakan pencatatan dan dilakukan pelaporan kepada kepala puskesmas dan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan (R,D,W).


 

4. Standar 4.4 Program penanggulangan tuberkulosis.

Program Penanggulangan Tuberkulosis (TBC) diselenggarakan dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta, terutama penguatan pelayanan kesehatan primer dengan mendorong upaya promotif dan preventif.

Puskesmas memberikan pelayanan kepada pengguna layanan TBC mulai dari penemuan kasus TBC pada orang yang terduga TBC, penegakan diagnosis, penetapan klasifikasi dan tipe pengguna layanan TBC, serta tata laksana kasus yang terdiri atas pengobatan pengguna layanan beserta pemantauan dan evaluasinya untuk memutus mata rantai penularan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

     a. Kriteria 4.4.1

Puskesmas melaksanakan pelayanan kepada pasien TBC mulai dari penemuan kasus TBC pada orang yang terduga TBC, penegakan diagnosis, penetapan klasifikasi dan tipe pengguna layanan TBC, serta tata laksana kasus yang terdiri atas pengobatan pasien beserta pemantauan dan evaluasinya.

            1) Pokok Pikiran:

a)     Penanggulangan tuberkulosis adalah segala upaya kesehatan yang mengutamakan aspek promotif dan preventif tanpa mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitatif yang ditujukan untuk melindungi kesehatan masyarakat, menurunkan angka kesakitan, kecacatan, atau kematian, memutuskan penularan, mencegah resistensi obat, dan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan akibat tuberkulosis.

b)     Tuberkulosis merupakan permasalahan penyakit menular baik global maupun nasional. Upaya untuk penanggulangan penularan tuberkulosis merupakan salah satu program prioritas nasional di bidang kesehatan

c)     Program penanggulangan tuberkulosis direncanakan, dilaksanakan, dipantau, dan ditindak lanjuti dalam upaya mengeliminasi tuberkulosis.

d)     Penetapan indikator kinerja TBC terintegrasi dengan penetapan indikator kinerja Puskesmas

e)     Pelayanan pasien TBC dilaksanakan melalui:

(1)   pelayanan kasus TBC Sensitif Obat (SO) yang terdiri atas

(a)      penemuan kasus TBC secara aktif dan pasif;

(b)      diagnosis dilakukan sesuai Standar dengan pemeriksaan tes cepat molekuler, mikroskopis, dan biakan;

(c)      pengobatan TBC sesuai Standar; dan

(d)      pemantauan pasien TBC dilakukan melalui pemeriksaan mikroskopis pada akhir bulan ke-2, akhir bulan ke-5, dan pada akhir pengobatan.

(2)   pelayanan kasus TBC Resisten Obat (RO) dilakukan dengan:

(a)   penemuan kasus TBC secara aktif dan pasif;

(b)   kemampuan Puskesmas dalam melakukan penjaringan kasus TBC RO dan merujuk terduga untuk melakukan diagnosis jika diperlukan

(c)   kemampuan Puskesmas dalam melanjutkan pengobatan pasien TBC RO; dan

(d)   kemampuan Puskesmas dalam melakukan rujukan pemeriksaan laboratorium dan tindak lanjut (follow up) bagi pengguna layanan TBC RO.

(3)   pemberian pengobatan pencegahan TBC pada anak dan ODHA;

(4)   pemberian edukasi tentang penularan, pencegahan penyakit TB, dan etika batuk kepada pasien dan keluarga;

(5)   pemberian layanan oleh Puskesmas dalam pengawasan menelan obat (PMO) bagi pasien TBC SO dan TBC RO;

(6)   kewajiban melaporkan kasus TBC kepada pengelola Program Nasional Penanggulangan TBC;

(7)   pengikutsertaan dalam pemantapan mutu laboratorium mikroskopis TBC sesuai dengan ketentuan program TBC; dan

(8)   penguatan peran lintas program, lintas sektor, dan komunitas dalam penerapan pembauran negeri dan swasta (public private mix/PPM), pelibatan organisasi profesi, asosiasi fasyankes, BPJS, dan lain-lain.

f)      Upaya promotif dan preventif dilakukan dalam rangka penanggulangan program TB sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan.

g)     Program pengendalian tuberkulosis perlu disusun dan dikoordinasikan, baik dalam upaya preventif maupun upaya kuratif di Puskesmas, melalui strategi atau strategi pengawasan langsung pengobatan jangka pendek atau DOTS (directly observed treatment shortcourse). Untuk menjalankan strategi ini, Puskesmas membentuk tim DOTS.

h)    Untuk tercapainya target Program Penanggulangan TBC Nasional, pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota harus menetapkan target indikator kinerja penanggulangan TBC tingkat daerah berdasarkan target nasional dan memperhatikan strategi nasional yang selanjutnya dijadikan dasar bagi Puskesmas dalam menetapkan sasaran serta indikator kinerja yang dipantau setiap tahunnya.

i)      Puskesmas melakukan pengukuran terhadap indikator kinerja yang telah ditetapkan dan disertai dengan analisis capaian. Analisis capaian indikator dilakukan dengan metode analisis sesuai dengan pedoman/panduan yang berlaku, misal dengan merujuk pada metode analisis situasi yang terdapat di dalam buku Pedoman Manajemen Puskesmas.

j)      Rencana program penanggulangan tuberkulosis disusun dengan mengutamakan upaya promotif dan preventif berdasarkan hasil analisis masalah pengendalian tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas dengan pelibatan lintas program yang terintegrasi dengan RUK dan RPK pelayanan UKM serta UKP, laboratorium, dan kefarmasian.

k)     Pencatatan dan pelaporan pelayanan penanggulangan tuberkulosis, baik secara manual maupun elektronik, dilakukan secara lengkap, akurat, tepat waktu, dan sesuai dengan prosedur. Pelaporan kepada kepala puskesmas dan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota dan/atau pihak lainnya mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaporan kepada kepala puskesmas dapat dilakukan secara tertulis atau penyampaian secara langsung melalui pertemuan-pertemuan seperti lokakarya mini bulanan, pertemuan tinjauan manajemen, dan forum lainnya.

   2) Elemen Penilaian:

a)     Ditetapkan indikator dan target kinerja penanggulangan tuberkulosis yang disertai capaian dan analisisny. (R,D,W).

b)    Ditetapkan rencana program penanggulangan tuberkulosis (R).

c)     Ditetapkan tim TB DOTS di Puskesmas yang terdiri dari dokter, perawat, analis laboratorium dan petugas pencatatan pelaporan terlatih (R).

d)    Tersedia logistik, baik OAT maupun non-OAT, sesuai dengan kebutuhan program serta dikelola sesuai dengan prosedur (R,D,O,W).

e)     Dilakukan tata laksana kasus tuberkulosis mulai dari diagnosis, pengobatan, pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut sesuai dengan kebijakan, pedoman/panduan, dan prosedur yang telah ditetapkan ( R, D, O, W).

f)      Dikoordinasikan dan dilaksanakan program penanggulangan tuberkulosis sesuai dengan rencana yang disusun bersama secara lintas program dan lintas sektor (R,D,W).

g)     Dilakukan pemantauan dan evaluasi serta tindak lanjut upaya perbaikan program penanggulangan tuberculosis (D,W).

h)    Dilaksanakan pencatatan dan dilakukan pelaporan kepada kepala puskesmas, dinas kesehatan daerah kabupaten/kota sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan (R, D,W).


 

5. Standar 4.5 Pengendalian penyakit tidak menular dan faktor risikonya.

Pengendalian penyakit tidak menular dan faktor risikonya diselenggarakan dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta, terutama penguatan pelayanan kesehatan primer dengan mendorong upaya promotif dan preventif. Puskesmas melaksanakan pengendalian penyakit tidak menular utama yang meliputi hipertensi, diabetes melitus, kanker payudara dan leher rahim, Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK), serta Program Rujuk Balik (PRB) penyakit tidak menular (PTM) dan penyakit katastropik lainnya sesuai dengan kompetensi di tingkat primer, juga penanganan faktor risiko PTM melalui pelayanan terpadu penyakit tidak menular (Pandu PTM) sesuai dengan algoritma Pandu.

 

     a. Kriteria 4.5.1

Program pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular serta faktor risikonya direncanakan, dilaksanakan, dipantau, dan ditindaklanjuti.

            1) Pokok Pikiran:

a)  Peningkatan faktor risiko dan penyakit tidak menular tidak hanya berdampak pada terjadinya peningkatan angka morbiditas, mortalitas, dan disablilitas, tetapi juga berdampak kehilangan produktivitas yang berdampak pada beban ekonomi baik tingkat individu, keluarga, dan masyarakat.

b)  Upaya pengendalian penyakit tidak menular dilakukan melalui berbagai kegiatan promotif dan preventif tanpa mengesampingkan tindakan kuratif dan rehabilitatif.

c)  Deteksi dini atau skrining perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan kasus PTM.

d)  Dalam upaya pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular, seperti pola makan tidak sehat, kurang aktivitas fisik, merokok, dan faktor risiko yang lain, dilakukan secara terintegrasi melalui pendekatan keluarga dengan PIS- PK dan gerakan masyarakat.

e)  Kegiatan promotif dan preventif dilakukan melalui upaya sebagai berikut:

(1) Promotif

Upaya ini dilakukan dengan memberikan informasi dan edukasi seluas- luasnya kepada masyarakat agar tumbuh kesadaran untuk ikut bertanggung jawab terhadap kesehatan diri dan lingkungannya, antara lain, dengan:

(a)      melaksanakan promosi kesehatan/KIE tentang pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular kepada masyarakat minimal sebulan sekali, antara lain, pola konsumsi makanan sehat dan gizi seimbang, pencegahan obesitas, penghentian kebiasaan merokok, aktivitas fisik, faktor risiko kanker leher rahim dan kanker payudara, faktor risiko PTM lainnya, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dan materi PTM lainnya; dan

(b)      menyediakan media KIE PTM dalam bentuk cetakan, tautan yang bisa diunduh, atau dalam bentuk media lainnya.

(2) Preventif

(a) Penyelenggaraan UKBM melalui Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM

1. Penyelenggaraan UKBM melalui posbindu PTM dilakukan secara berkala dan teratur serta sesuai dengan jumlah sasaran dalam melakukan deteksi dini faktor risiko PTM yang dilakukan oleh kader posbindu terlatih.

(a)      Ukur Berat Badan (BB);

(b)      Ukur Tinggi Badan (TB);

(c)      Ukur Tekanan Darah (TD);

(d)      Gula Darah Sewaktu (GDs);

(e)      Indeks Masa Tubuh (IMT) dan Lingkar Perut (LP); dan

(f)       Pemeriksaan tajam penglihatan (Etumbling atau hitung jari) dan tajam pendengaran menggunakan tes berbisik modifikasi;

(g)      Penapisan PPOK dengan kuesioner PUMA (Prevalence StUdy and Regular Practice, Diagnosis and TreatMent, Among General Practitioners in Populations at Risk of COPD in Latin America). Instrumen PUMA digunakan untuk mendeteksi PPOK menggunakan tujuh kuesioner dengan nilai jika lebih dari tujuh, pasien diarahkan melanjutkan pemeriksaan dengan spiro untuk penegakan diagnosisnya. Dilakukan di FKTP dan posbindu oleh kader atau nakes;

(h)      Pemberian edukasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan.

2. Tahapan kegiatan posyandu terdiri atas lima tahap, yaitu

(a)   pendaftaran peserta;

(b)   wawancaran FR;

(c)    pengukuran FR yang terdiri atas pengukuran berat badan, pengukuran tinggi badan, pengukuran lingkar perut, penghitungan IMT, wawancara PUMA, serta pemeriksaan tajam penglihatan dan tajam pendengaran;

(d)   pemeriksaan FR PTM yang terdiri atas pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan kadar gula darah; dan

(e)    identifikasi FR PTM, edukasi, dan tindak lanjut dini.

3. Pelaksanaan pemeliharaan sarana pendukung posbindu PTM dilakukan dengan kalibrasi terhadap alat ukur digital.

(b)      Penyelenggaraan layanan konseling upaya berhenti merokok (UBM) melalui tenaga terlatih.

(c)      Pembuatan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di lingkungan Puskesmas melalui kerja sama dengan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota dan instansi terkait untuk mendorong dan mengawasi penerapatan KTR di tujuh tatanan (fasyankes, sekolah, tempat kerja, tempat ibadah, angkutan umum, tempat bermain anak, dan tempat umum lainnya yang ditetapkan).

(d)      Preventif di FKTP dilakukan melalui deteksi dini kanker payudara dan kanker leher rahim dengan pemeriksaan payudara klinis (SADANIS) dan inspeksi visual asam asetat (IVA) pada perempuan usia 30—50 tahun yang sudah pernah melakukan kontak seksual.

f)   Kegiatan kuratif dan rehabilitatif dilakukan, antara lain, melalui upaya

(1)   menguatkan akses pelayanan terpadu PTM di Puskesmas dengan menguatkan keterampilan petugas kesehatan dalam penanganan PTM dan faktor risiko PTM sesuai dengan wewenang dan kompetensi di FKTP;

(2)   menguatkan sistem rujukan dari UKBM ke FKTP;

(3)   menindaklanjuti Program Rujuk Balik (PRB) PTM;

(4)   menindaklanjuti pelayanan paliatif berbasis komunitas sesuai dengan Standar; dan

(5)   menyelenggarakan pelayanan sesuai dengan panduan praktik klinis bagi dokter di Puskesmas dan algoritma penyakit PTM, antara lain, pelayanan hipertensi, DM, serta deteksi dini kanker leher rahim dan kanker payudara.

g)  Penyelenggaraan PTM oleh Puskesmas dilakukan melalui kegiatan:

(1)      memanfaatkan charta obesitas di Puskesmas dan di luar Puskesmas;

(2)      melakukan pembinaan kepada posbindu PTM minimal dua kali per tahun;

(3)      menyediakan charta prediksi faktor risiko PTM bagi Puskesmas yang sudah melaksanakan Pandu PTM; dan

(4)      menguatkan keterampilan penanganan kasus PTM, terutama pada dokter dan tenaga kesehatan, yang dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi dengan pelatihan/ lokakarya/ peningkatan kemampuan teknis penanganan kasus PTM.

h)    Penetapan indikator kinerja stunting terintegrasi dengan penetapan indikator kinerja Puskesmas.

i)      Puskesmas melakukan pengukuran dan analisis terhadap indikator kinerja yang telah ditetapkan. Analisis capaian indikator dilakukan dengan metode analisis sesuai dengan pedoman dan panduan yang berlaku, misal dengan merujuk pada metode analisis situasi yang terdapat di dalam buku Pedoman Manajemen Puskesmas.

j)      Pencatatan dan pelaporan pelayanan pengendalian penyakit tidak menular dan faktor risikonya, baik secara manual maupun elektronik, dilakukan secara lengkap, akurat, tepat waktu, dan sesuai dengan prosedur. Pelaporan kepada kepala puskesmas dan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota dan/atau pihak lainnya mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaporan kepada kepala puskesmas dapat dilakukan secara tertulis atau penyampaian secara langsung melalui pertemuanpertemuan seperti lokakarya mini bulanan, pertemuan tinjauan manajemen, dan forum lainnya.

k)    Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut dilakukan secara terintegrasi lintas program dan lintas sektor.

l)      Rencana program penanggulangan penyakit tidak menular dan faktor risikonya disusun dengan mengutamakan upaya promotif dan preventif berdasarkan hasil analisis masalah penyakit tidak menular di wilayah kerja Puskesmas dengan pelibatan lintas program yang terintegrasi dengan RUK dan RPK pelayanan UKM serta UKP, laboratorium, dan kefarmasian.

   2) Elemen Penilaian:

a)     Ditetapkan indikator kinerja pengendalian penyakit tidak menular yang disertai capaian dan analisisnya (R,D,W).

b)    Ditetapkan program pengendalian Penyakit Tidak Menular termasuk rencana peningkatan kapasitas tenaga terkait P2PTM (R,W).

c)     Kegiatan pengendalian penyakit tidak menular dikoordinasikan dan dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah disusun bersama Lintas program dan Lintas Sektor sesuai dengan kebijakan, pedoman/panduan, prosedur dan kerangka acuan yang telah ditetapkan (R,D,W).

d)    Diselenggarakan tahapan kegiatan dan pemeriksaan PTM di Posbindu sesuai dengan ketentuan yang berlaku (R,D,O,W).

e)     Dilakukan tata laksana Penyakit Tidak Menular secara terpadu mulai dari diagnosis, pengobatan, pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut sesuai dengan panduan praktik klinis dan algoritma pelayanan PTM oleh tenaga kesehatan yang berkompeten ( D, O, W).

f)      Dilakukan pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan program pengendalian penyakit tidak menular (D,W).

g)     Dilaksanakan pencatatan, dan dilakukan pelaporan kepada kepala puskesmas dan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan (R,D,W).


 

E. BAB V PENINGKATAN MUTU PUSKESMAS (PMP)

1. Standar 5.1 Peningkatan mutu berkesinambungan.

Peningkatan mutu dilakukan melalui upaya berkesinambungan terdiri atas upaya peningkatan mutu, upaya keselamatan pasien, upaya manajemen risiko, dan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi untuk meningkatkan mutu pelayanan dan meminimalkan risiko bagi pasien, keluarga, masyarakat, petugas, dan lingkungan.

a.     Kriteria 5.1.1

Kepala Puskesmas menetapkan penanggungjawab mutu, tim mutu dan program peningkatan mutu Puskesmas.

1)     Pokok Pikiran:

a)  Penyelenggaraan pelayanan, baik pelayanan manajemen, pelayanan upaya kesehatan masyarakat, maupun upaya kesehatan perseorangan, harus dapat menjamin mutu dan keselamatan pasien, keluarga, masyarakat, dan lingkungan.

b)  Agar upaya peningkatan mutu di Puskesmas dapat dikelola dengan baik dan konsisten dengan visi, misi, tujuan dan tata nilai, ditetapkan Penanggung Jawab Mutu, yang dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh Tim Mutu Puskesmas, terdiri atas para koordinator, seperti koordinator keselamatan pasien (KP), Pengendalian Penyakit Infeksi (PPI), Manajemen Risiko (MR), Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), dan seterusnya, sesuai dengan yang diuraikan di dalam buku Pedoman TKM di Puskesmas.

c)  Penunjukan dan persyaratan kompetensi Penanggungjawab Mutu ditentukan oleh Kepala Puskesmas. Persyaratan kompetensi tersebut antara lain, adalah

(a) berpendidikan minimal D-3 Kesehatan,

(b) memiliki komitmen terhadap peningkatan mutu dan keselamatan pasien, manajemen risiko, dan PPI,

(c) mempunyai pengalaman kerja di Puskesmas minimal 2 tahun,

(D) dan pernah mengikuti lokakarya (workshop) tentang Tata Kelola Mutu, Keselamatan pasien, dan PPI.

d)  Anggota tim mutu atau petugas yang bertanggung jawab terkait, mempunyai tugas untuk (a) menyusun program, (b) melakukan fasilitasi, koordinasi, pemantauan, (c) dan membudayakan kegiatan peningkatan mutu, keselamatan pasien, manajemen risiko, dan pencegahan dan pengendalian infeksi. Anggota tim atau petugas yang bertanggung jawab tersebut juga harus menjamin pelaksanaan kegiatan dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan.

e)  Kebijakan, pedoman/panduan, prosedur terkait program peningkatan mutu Puskesmas dijadikan sebagai acuan bagi Kepala Puskesmas, Penanggung Jawab Upaya Pelayanan Puskesmas dan Koordinator, serta pelaksana kegiatan Puskesmas, dalam pelaksanaan: (a) peningkatan mutu, (b) keselamatan pasien, (c) manajemen risiko, (D) dan pencegahan dan pengendalian infeksi.

f)   Program peningkatan mutu yang dibuat harus mencakup minimal tujuan, target, pembagian tanggung jawab yang jelas serta kegiatan yang akan dilakukan. Program peningkatan mutu perlu diperbaharui secara berkala, dan dikomunikasikan kepada lintas program dan lintas sektor terkait.

g)  Kepala Puskesmas perlu memfasilitasi, mengalokasikan, dan menyediakan sumber daya yang dibutuhkan untuk program peningkatan mutu sesuai dengan kebutuhan dan sumber daya yang ada di Puskesmas.

h)  Program peningkatan mutu disusun secara kolaboratif bersama para koordinator mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, sampai dengan penilaian dan tindak lanjut.

i)   Program peningkatan mutu disusun dengan memperhatikan antara lain: pencapaian indikator mutu, perkembangan kebutuhan dan harapan masyarakat, ketentuan perundang-undangan, perkembangan teknologi dan kebijakan yang berlaku dalam rangka upaya peningkatan mutu berkesinambungan.

j)   Perencanaan, pelaksanaan dan capaian pelayanan program peningkatan mutu didokumentasikan, disosialisasikan, dan dikomunikasikan kepada semua petugas kesehatan yang memberikan pelayanan.

2)     Elemen Penilaian:

a)  Kepala Puskesmas membentuk tim mutu sesuai dengan persyaratan dilengkapi dengan uraian tugas, dan menetapkan program peningkatan mutu (R,W).

b)  Puskesmas bersama tim mutu mengimplementasikan dan mengevaluasi program peningkatan mutu (D,W).

c)  Tim Mutu menyusun program peningkatan mutu dan melakukan tindak lanjut upaya peningkatan mutu secara berkesinambungan (D,W).

d)  Program peningkatan mutu dikomunikasikan kepada lintas program dan lintas sektor, serta dilaporkan secara berkala kepada kepala Puskesmas dan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan (D,W).

b.    Kriteria 5.1.2

Kepala Puskesmas dan tim atau petugas yang diberi tanggung jawab untuk peningkatan mutu dan keselamatan pasien berkomitmen untuk membudayakan peningkatan mutu secara berkesinambungan melalui pengelolaan indikator mutu.

1)     Pokok Pikiran:

a)     Kepala Puskesmas bertanggung jawab untuk menetapkan prioritas program yang perlu diperbaiki, dengan mempertimbangkan proses yang berimplikasi risiko tinggi (high risk), melibatkan populasi dalam volume besar (high volume), membutuhkan biaya besar bila tidak dikelola dengan baik (high cost), capaian kinerja rendah (bad performance), atau cenderung menimbulkan masalah (problem prone).

b)    Keberhasilan peningkatan mutu dapat diukur melalui pengukuran indikator mutu.

c)     Puskesmas melakukan pengukuran indikator mutu yang terdiri atas:

(1)   Indikator Nasional Mutu (INM)

Indikator ini merupakan indikator yang wajib diukur dan dilaporkan oleh seluruh Puskesmas.

(2)   Indikator Mutu Prioritas Puskesmas (IMPP)

Indikator ini dirumuskan berdasarkan prioritas masalah kesehatan di wilayah kerja Puskesmas yang upaya perbaikannya harus didukung oleh KMP, UKM serta UKP, laboratorium, dan kefarmasian.

Contoh:

Masalah tingkat Puskesmas yang ditetapkan sesuai dengan permasalahan kesehatan di wilayah kerja adalah tingginya prevalensi tuberkulosis maka dilakukan upaya perbaikan pada kegiatan UKP yang terkait dengan penyediaan pelayanan klinis untuk mengatasi masalah tuberkulosis, dilakukan upaya perbaikan kinerja pelayanan UKM untuk menurunkan prevalensi tuberkulosis, dan diperlukan dukungan manajemen untuk mengatasi masalah tuberkulosis.

(3)   Indikator Mutu Prioritas Pelayanan (IMPEL) Indikator ini dirumuskan berdasarkan prioritas masalah kesehatan di unit masing-masing pelayanan.

d)    Puskesmas melakukan peningkatan pengetahuan dan keterampilan melalui pelatihan, lokakarya, kaji banding, pelatihan kerja (on the job training), atau pelatihan griyaan (in house training) tentang program peningkatan mutu.

e)     Indikator mutu yang sudah tercapai selama tahun berjalan dapat diganti dengan indikator mutu yang baru. Indikator mutu yang belum mencapai target dapat tetap menjadi prioritas untuk tahun berikutnya.

   2) Elemen Penilaian:

a)       Terdapat kebijakan tentang indikator mutu Puskesmas yang dilengkapi dengan profil indikator (R).

b)       Dilakukan pengukuran indikator mutu sesuai profil indikator (D,W).

c)        Dilakukan evaluasi terhadap upaya peningkatan mutu Puskesmas berdasarkan tindak lanjut dari rencana perbaikkan (D,W).

 

   c. Kriteria 5.1.3

Dilakukan validasi dan analisis hasil pengumpulan data indikator mutu sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk peningkatan mutu Puskesmas dan kinerja.

            1) Pokok Pikiran:

a)     Manfaat dan keberhasilan program peningkatan mutu hanya bisa ditunjukkan jika didukung oleh ketersediaan data yang sahih. Oleh sebab itu, sangat penting untuk melakukan pengukuran yang sahih terhadap indikator yang ditetapkan.

b)     Untuk menjamin bahwa data dari setiap indikator mutu yang dikumpulkan sahih dan dapat dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan dalam peningkatan mutu dan menyampaikan informasi tentang mutu pelayanan Puskesmas kepada masyarakat, perlu dilakukan validasi data.

c)     Validasi data dilakukan ketika:

(1)      ada indikator baru yang digunakan;

(2)      data akan ditampilkan kepada masyarakat melalui media informasi yang telah ditetapkan oleh Puskesmas;

(3)      ada perubahan profil indikator, misalnya perubahan alat pengumpulan data, perubahan numerator atau denominator, perubahan metode pengumpulan, perubahan sumber data, perubahan subjek pengumpulan data, dan perubahan definisi operasional dari indikator;

(4)      ada perubahan data pengukuran yang tidak diketahui sebabnya; dan

(5)      sumber data berubah, misalnya jika ada bagian dari catatan pasien yang diubah ke format elektronik sehingga sumber datanya menjadi elektronik dan kertas; atau subjek pengumpulan data berubah, misalnya perubahan dalam umur pasien rata-rata, penerapan pedoman praktik baru, atau pemakaian teknologi dan metodologi perawatan baru.

d)     Pelaksanaan validasi data hasil pengukuran indikator mutu dilakukan oleh petugas yang diberikan tanggung jawab untuk melakukan validasi. Akan tetapi, dalam hal ada keterbatasan tenaga, petugas yang diberi tanggung jawab untuk validasi data dapat dirangkap oleh petugas penanggung jawab indikator.

e)     Dalam rangka mencapai sebuah simpulan dan membuat putusan, data harus digabungkan, dianalisis, dan diubah menjadi informasi yang berguna.

f)      Analisis data melibatkan individu di dalam tim mutu yang memahami manajemen informasi, mempunyai keterampilan dalam metode pengumpulan data, dan mengetahui cara menggunakan berbagai alat statistik. Hasil analisis data harus dilaporkan kepada Kepala Puskesmas oleh penanggung jawab mutu yang bertanggung jawab terhadap proses dan hasil yang diukur sebagai dasar untuk melakukan tindak lanjut perbaikan.

g)     Teknik statistik dapat berguna dalam proses analisis data, khususnya dalam menafsirkan variasi dan memutuskan area yang paling membutuhkan perbaikan. Run charts, diagram kontrol, histogram, dan diagram Pareto adalah contoh metode statistik yang sangat berguna untuk memahami pola dan dan variasi kinerja pelayanan kesehatan.

h)    Penetapan frekuensi pengumpulan data dan analisisnya harus mempertimbangkan kebutuhan untuk perbaikan mutu kegiatan pelayanan yang dituangkan dalam profil indikator yang telah ditetapkan.

i)      Analisis data dapat dilakukan dengan cara:

(1)   pencapaian dibandingkan secara serial dari waktu ke waktu. Membandingkan data di Puskesmas dari waktu ke waktu untuk melihat kecenderungan (trend), misalnya data PIS PK dari bulan ke bulan atau dari tahun ke tahun;

(2)   pencapaian dibandingkan dengan target yang telah ditentukan. Membandingkan data capaian dengan target yang telah ditetapkan secara periodik;

(3)   pencapaian dibandingkan dengan pencapaian fasilitas pelayanan kesehatan sejenisnya. Membandingkan dengan Puskesmas lain bila memungkinkan dengan Puskesmas yang sejenis;

(4)   pencapaian dibandingkan dengan Standar dan referensi yang digolongkan sebagai best practice atau panduan praktik klinis. Membandingkannya dengan praktik yang diinginkan yang dalam literatur digolongkan sebagai praktik terbaik (best practice), praktik yang lebih baik (better practice), atau panduan praktik klinik (practice guidelines).

j)      Sebagai badan publik, Puskesmas wajib menyediakan informasi publik yang akurat, benar, dan faktual. Informasi tentang kinerja Puskesmas adalah informasi publik yang perlu disampaikan kepada publik/masyarakat. Penyampaian informasi tentang kinerja Puskesmas dapat mendorong partisipasi dan peran aktif masyarakat dalam pembangunan kesehatan di wilayah kerja Puskesmas.

   2) Elemen Penilaian:

a)    Dilakukan validasi data terhadap hasil pengumpulan data indikator sebagaimana diminta pada Pokok Pikiran (D,O,W).

b)    Dilakukan analisis data seperti yang disebutkan dalam Pokok Pikiran (D,W).

c)     Disusun rencana tindak lanjut berdasarkan hasil analisis dalam bentuk program peningkatan mutu. (R,D,W)

d)    Dilakukan tindaklanjut dan evaluasi terhadap program peningkatan mutu pada huruf c. (D,W)

e)     Dilakukan pelaporan indikator mutu kepada kepala puskesmas dan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan (D,W).


 

     d. Kriteria 5.1.4

Peningkatan Mutu dicapai dan dipertahankan.

            1) Pokok Pikiran:

a)       Informasi dari analisis data pengukuran indikator mutu digunakan untuk mengidentifikasi masalah dan potensi perbaikan.

b)       Metode untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu dan keselamatan pasien/masyarakat, antara lain, dapat menggunakan siklus peningkatan mutu dengan tahapan merencanakan (plan), uji coba (do), mempelajari/menganalisis hasil uji coba perbaikan (study), dan menindak lanjuti hasil analisis uji coba perbaikan (action).

c)        Setelah perencanaan, dilakukan uji coba peningkatan dan dipelajari hasilnya dengan mengumpulkan data selama kegiatan uji coba, kemudian dilakukan penilaian kembali untuk membuktikan bahwa perubahan yang dilakukan benar-benar menghasilkan peningkatan mutu.

d)       Perubahan efektif yang dapat dilakukan, antara lain, adalah perbaikan kebijakan, perbaikan alur pelayanan, perbaikan Standar operasional prosedur, pendidikan staf, ketepatan waktu ketersediaan peralatan, dan berbagai bentuk perubahan yang lain. Jika perubahan tersebut dinilai efektif, maka dapat dilakukan replikasi ke unit kerja yang lain.

e)        Hasil perubahan pada huruf d, dapat bersifat mempertahankan atau meningkatkan mutu pelayanan di Puskesmas. Peningkatan mutu yang dilaksanakan dikomunikasikan dan disosialisasikan kepada lintas program dan linstas sektor serta dilakukan pendokumentasian.

f)         Program peningkatan mutu Puskesmas dilaporkan kepada dinas kesehatan daerah kabupaten/kota minimal setahun sekali.

   2) Elemen Penilaian:

a)     Terdapat bukti Puskesmas telah mengujicobakan rencana peningkatan mutu berdasarkan Kriteria 5.1.1 dan 5.1.2 (D,W).

b)    Terdapat bukti Puskesmas telah melakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil uji coba peningkatan mutu (D,W).

c)     Keberhasilan program peningkatan mutu di Puskesmas dikomunikasikan dan disosialisasikan kepada LP dan LS serta dilakukan pendokumentasian kegiatan program peningkatan mutu (D,W).

d)    Dilakukan pelaporan program peningkatan mutu kepada dinas kesehatan daerah kabupaten/kota minimal setahun sekali (D,W).


 

2. Standar 5.2 Program manajemen risiko.

Program manajemen risiko digunakan untuk melakukan identifikasi, analisis, evaluasi, penatalaksanaan risiko dan monitoring dan reviu untuk mengurangi kerugian dan cedera terhadap pasien, staf, pengunjung, serta institusi puskesmas dan sasaran pelayanan UKM serta masyarakat.

Upaya manajemen risiko dilaksanakan dengan menyusun program manajemen risiko setiap tahun yang mancakup proses manajemen risiko yaitu komunikasi dan konsultasi, menetapkan konteks, identifikasi, analisis, evaluasi, penatalaksanaan risiko, dan pemantauan dan review yang dilakukan serta pelaporan manajemen resiko.

     a. Kriteria 5.2.1

Risiko dalam penyelenggaraan berbagai upaya Puskesmas terhadap pengguna layanan, keluarga, masyarakat, petugas, dan lingkungan diidentifikasi, dan dianalisis.

            1) Pokok Pikiran:

a)     Pelaksanaan setiap kegiatan Puskesmas dapat menimbulkan risiko terhadap pengguna layanan, keluarga, masyarakat, petugas, dan lingkungan. Risiko tersebut perlu dikelola oleh penanggung jawab dan pelaksana untuk mengupayakan langkah pencegahan dan/atau meminimalisasi risiko sehingga tidak menimbulkan akibat negatif atau kerugian.

b)    Program manajemen Manajemen risiko merupakan pendekatan proaktif yang komponen pentingnya meliputi:

(1)      proses identifikasi risiko;

(2)      integrasi risiko meliputi risiko klinis yang berhubungan dengan keselaman pasien dan risiko non klinis meliputi risiko terkait manajemen fasilitas keselamatan (MFK), risiko PPI yang tidak berdampak pada pasien, risiko keuangan, risiko kepatuhan, risiko reputasional dan risiko strategis;

(3)      pelaporan proses manajemen risiko setiap enam bulan; dan

(4)      pengelolaan terkait terkait tuntutan (klaim).

c)     Identifikasi risiko yang dapat terjadi didokumentasikan dalam register risiko.

d)    Kategori risiko di Puskesmas meliputi risiko klinis yang berhubungan dengan keselaman pasien dan risiko non klinis meliputi risiko terkait manajemen fasilitas keselamatan (MFK), risiko PPI yang tidak berdampak pada pasien, risiko keuangan, risiko kepatuhan, risiko reputasional dan risiko strategis pada KMP, pelayanan UKM, serta UKP, laboratorium, dan kefarmasian.

e)     Register risiko harus dibuat sebagai dasar penyusunan program manajemen risiko dan untuk membantu petugas Puskesmas mengenal dan mewaspadai kemungkinan risiko dan akibatnya sehingga dapat melakukan pelindungan terhadap sasaran program, pasien, keluarga, masyarakat, petugas, lingkungan, dan fasilitas pelayanan kesehatan.

f)      Puskesmas menyusun profil risiko dan melakukan penanganan risiko sebagai tahapan setelah pembuatan register risiko. Selanjutnya dilakukan pemantauan dan penyampaian laporan manajemen risiko setiap enam bulan kepada Kepala Puskesmas.

   2) Elemen Penilaian:

a)  Disusun program manajemen risiko untuk ditetapkan oleh Kepala Puskesmas (R,W).

b)  Tim Mutu Puskesmas memandu penatalaksanaan risiko (D,W)

c)  Dilakukan identifikasi, analisis dan evaluasi risiko yang dapat terjadi di Puskesmas yang didokumentasikan dalam daftar resiko (D,W).

d)  Disusun profil risiko yang merupakan risiko prioritas berdasar evaluasi terhadap hasil identifikasi dan analisis risiko yang ada pada daftar risiko yang memerlukan penanganan lebih lanjut (D,W)

 

     b. Kriteria 5.2.2

Puskesmas melaksanakan penatalaksanaan risiko sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

            1) Pokok Pikiran:

a)     Program manajemen risiko (MR) berisi strategi dan kegiatan untuk mereduksi atau memitigasi risiko yang disusun setiap tahun, terintegrasi dalam perencanaan Puskesmas, serta berdasarkan identifikasi dan analisis risiko baik yang sudah berakibat terjadinya kejadian/insiden ataupun yang berpotensi menyebabkan terjadinya kejadian/insiden.

b)     Penatalaksanaan risiko berupa strategi reduksi, mitigasi dan pemantauan pelaksanaan tata laksana dilakukan sesuai kategori risiko.

c)     Satu alat/metode analisis proaktif terhadap proses kritis dan berisiko tinggi adalah analisis efek modus kegagalan (failure mode effect analysis) untuk menganalisis minimal satu proses kritis atau berisiko tinggi yang dipilih setiap tahun.

d)     Untuk menggunakan metode/alat ini atau alat-alat lainnya yang serupa secara efektif, Kepala Puskesmas harus (1) mengetahui dan mempelajari pendekatan tersebut, (2) menyepakati daftar proses yang berisiko tinggi dari segi keselamatan pasien, pengguna layanan, dan staf, kemudian (3) menerapkan alat tersebut untuk menganalisis proses tersebut. Pimpinan Puskesmas mengambil tindakan untuk mendesain ulang proses atau mengambil tindakan untuk mengurangi risiko pada tahapan proses yang dianalisis.

   2) Elemen Penilaian:

a)  Disusun rencana penanganan risiko yang diintegrasikan dalam perencanaan tingkat Puskesmas sebagai upaya untuk meminimalkan dan/atau memitigasi risiko (D).

b)  Tim Mutu Puskesmas membuat pemantauan terhadap rencana penanganan (D,W).

c)  Dilakukan pelaporan kepada Kepala Puskesmas dan kepada dinas kesehatan daerah kabupaten/kota serta lintas program dan lintas sektor terkait (D,W).

d)  Ada bukti Puskesmas telah melakukan dan menindaklanjuti analisis efek modus kegagalan (failure mode effect analysis) minimal setiap setahun sekali pada proses berisiko tinggi yang diprioritaskan (D,W).


 

3. Standar 5.3 Sasaran keselamatan pasien.

Sasaran Keselamatan pasien diterapkan dalam upaya keselamatan pasien.

Puskesmas mengembangkan dan menerapkan sasaran keselamatan pasien sebagai suatu upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan.

     a. Kriteria 5.3.1

Proses Identifikasi pasien dilakukan dengan benar.

    1) Pokok Pikiran:

a)     Salah identifikasi pasien dapat terjadi di Puskesmas pada saat pelayanan sebagai akibat dari kelalaian petugas, kondisi kesadaran pasien, perpindahan tempat tidur, atau kondisi lain yang menyebabkan terjadinya salah identitas.

b)    Kebijakan dan prosedur identifikasi pasien perlu disusun, termasuk identifikasi pasien pada kondisi khusus, misalnya pasien tidak dapat menyebutkan identitas, penurunan kesadaran, koma, gangguan jiwa, datang tanpa identitas yang jelas, dan ada dua atau lebih pasien mempunyai nama yang sama atau mirip.

c)     Identifikasi harus dilakukan minimal dengan dua cara identifikasi yang relatif tidak berubah, yaitu nama lengkap, tanggal lahir, nomor rekam medis, atau nomor induk kependudukan.

d)    Identifikasi tidak boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien dirawat.

e)     Proses identifikasi dengan benar harus dilakukan mulai dari penapisan atau skrining, pada saat pendaftaran, serta pada setiap akan dilakukan prosedur diagnostik, prosedur tindakan, pemberian obat, dan pemberian diet.

   2) Elemen Penilaian:

a)  Dilakukan identifikasi pasien sebelum dilakukan prosedur diagnostik, tindakan, pemberian obat, pemberian imunisasi, dan pemberian diet sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan (R,D,O,W).

b)  Dilakukan prosedur tepat identifikasi apabila dijumpai pasien dengan kondisi khusus seperti yang disebutkan pada Pokok Pikiran sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan (R,D,O,W).

 

b. Kriteria 5.3.2

Proses untuk meningkatkan efektivitas komunikasi dalam pemberian asuhan ditetapkan dan dilaksanakan.

1) Pokok Pikiran:

a)  Kesalahan pembuatan keputusan klinis, tindakan, dan pengobatan dapat terjadi akibat komunikasi yang tidak efektif dalam proses asuhan pasien.

b)  Komunikasi yang efektif, tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan dapat dipahami penerima akan mengurangi kesalahan dan menghasilkan perbaikan keselamatan pasien.

c)  Komunikasi yang rentan menimbulkan kesalahan, antara lain, terjadi pada saat (1) pemberian perintah secara verbal, (2) pemberian perintah verbal melalui telepon, (3) penyampaian hasil kritis pemeriksaan penunjang diagnosis, (4) serah terima antargiliran (shift), dan (5) pemindahan pasien dari unit yang satu ke unit yang lain.

d)  Kebijakan dan prosedur komunikasi efektif perlu disusun dan diterapkan dalam penyampaian pesan verbal, pesan verbal lewat telepon, penyampaian nilai kritis hasil pemeriksaan penunjang diagnosis, serah terima pasien pada serah terima jaga atau serah terima dari unit yang satu ke unit yang lain, misalnya untuk pemeriksaan penunjang dan pemindahan pasien ke unit lain.

e)  Pelaporan kondisi pasien dalam komunikasi verbal atau lewal telepon, antara lain, dapat dilakukan dengan menggunakan teknik SBAR (situation, background, asessment, recommendation). Sedangkan saat menerima instruksi lewat telepon dapat menggunakan metode readback (write down, read back and confirmation).

f)   Pelaksanaan serah terima pasien dengan teknik SBAR dilakukan dengan memperhatikan kesempatan untuk bertanya dan memberi penjelasan (readback, repeat back), menggunakan formulir yang baku, dan berisi informasi kritikal yang harus disampaikan, antara lain, tentang status/kondisi pasien, pengobatan, rencana asuhan, tindak lanjut yang harus dilakukan, adanya perubahan status/kondisi pasien yang signifikan, dan keterbatasan atau risiko yang mungkin dialami oleh pasien.

g)  Pelaksanaan komunikasi efektif verbal atau lewat telepon saat menerima instruksi ditulis dengan lengkap (T), dibaca ulang oleh penerima perintah (B), dan dikonfirmasi kepada pemberi perintah (K), yang dikenal dengan TBAK.

h) Nilai kritis hasil pemeriksaan penunjang yang berada di luar rentang angka normal secara mencolok harus ditetapkan dan segera dilaporkan oleh tenaga kesehatan yang bertanggung jawab dalam pelayanan penunjang kepada dokter penanggung jawab pasien sesuai dengan ketentuan waktu yang ditetapkan oleh Puskesmas mengunakan metode readback (write down, read back and confirmation).

i)   Untuk meningkatkan kompetensi dalam melakukan komunikasi efektif, perlu dilakukan edukasi kepada karyawan. Edukasi dapat dilakukan dalam bentuk pelatihan, lokakarya, pelatihan kerja (on the job training), atau bentuk lain yang dianggap efektif untuk transfer kemampuan (skill) dan pengetahuan terhadap peningkatan kompetensi karyawan dalam melakukan komunikasi efektif.

   2) Elemen Penilaian:

a)  Pemberian perintah secara verbal lewat telepon menggunakan teknik SBAR dan TBAK sesuai dalam Pokok Pikiran (D,W).

b)  Pelaporan kondisi pasien dan pelaporan nilai kritis hasil pemeriksaan laboratorium dilakukan sesuai dengan prosedur, yaitu ditulis lengkap, dibaca ulang oleh penerima pesan, dan dikonfirmasi oleh pemberi pesan, dan dicatat dalam rekam medis, termasuk identifikasi kepada siapa nilai kritis hasil pemeriksaan laboratorium dilaporkan (D,W, S).

c)  Dilakukan komunikasi efektif pada proses serah terima pasien yang memuat hal kritikal dilakukan secara konsisten sesuai dengan prosedur dan metode SBAR dengan menggunakan formulir yang dibakukan (R, D, W, S).

 

c.  Kriteria 5.3.3

Proses untuk meningkatkan keamanan terhadap obat-obat yang perlu diwaspadai ditetapkan dan dilaksanakan.

1)  Pokok Pikiran:

a)     Pemberian obat pada pasien perlu dikelola dengan baik dalam upaya keselamatan pasien. Kesalahan penggunaan obat yang perlu diwaspadai dapat menimbulkan cedera pada pasien.

b)    Obat yang perlu diwaspadai (high alert medications) adalah obat-obatan yang memiliki risiko menyebabkan cedera serius pada pasien jika digunakan dengan tidak tepat. Obat higt alert meliputi : 1) Obat risiko tinggi, yaitu obat dengan zat aktif yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan bila terjadi kesalahan (error) dalam penggunaannya (contoh: insulin, heparin atau sitostatika), 2) Obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA) 3) Elektrolit konsentrat contoh: kalium klorida dengan konsentrasi sama atau lebih dari 1 mEq/ml, natrium klorida dengan konsentrasi lebih dari 0,9% dan magnesium sulfat injeksi dengan konsentrasi sama atau lebih dari 50%.

c)     Kesalahan pemberian obat dapat juga terjadi akibat adanya obat dengan nama dan rupa obat mirip (look alike sound alike).

d)    Kebijakan dan prosedur tentang pengelolaan obat yang perlu diwaspadai ditetapkan dan dilaksanakan yang meliputi penyimpanan, penataan, peresepan, pelabelan, penyiapan, penggunaan, dan evaluasi penggunaan obat yang perlu diwaspadai, termasuk obat psikotropika, narkotika, dan obat dengan nama atau rupa mirip.

2)  Elemen Penilaian:

a)  Disusun daftar obat yang perlu diwaspadai dan obat dengan nama atau rupa mirip serta dilakukan pelabelan dan penataan obat yang perlu diwaspadai dan obat dengan nama atau rupa mirip sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang disusun (R,D,O,W).

b)  Dilakukan pengawasan dan pengendalian penggunaan obat-obatan psikotropika/narkotika dan obat-obatan lain yang perlu diwaspadai (high alert) (D,O,W).


 

d.  Kriteria 5.3.4

Proses untuk memastikan tepat pasien, tepat prosedur, dan tepat sisi pada pasien yang menjalani operasi/tindakan medis ditetapkan dan dilaksanakan.

1)  Pokok Pikiran:

a)       Terjadinya cedera dan kejadian tidak diharapkan dapat diakibatkan oleh salah orang, salah prosedur, salah sisi pada pemberian tindakan invasif atau tindakan pada pasien.

b)       Puskesmas harus menetapkan tindakan operatif, tindakan invasif, dan prosedurnya yang meliputi semua tindakan yang meliputi sayatan/insisi atau tusukan, pengambilan jaringan, pencabutan gigi, pemasangan implan, dan tindakan atau prosedur invasif yang lain yang menjadi kewenangan Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama.

c)        Puskesmas harus mengembangkan suatu sistem untuk memastikan benar pasien, benar prosedur, dan benar sisi jika melakukan tindakan dengan menerapkan protokol umum (universal protocol) yang meliputi:

(1)   proses verifikasi sebelum dilakukan tindakan; Penandaan sisi yang akan dilakukan tindakan/prosedur; dan

(2)   time out yang dilakukan segera sebelum prosedur dimulai.

d)       Proses verifikasi sebelum pelaksanaan tindakan bertujuan untuk verifikasi benar orang, benar prosedur, benar sisi, memastikan semua dokumen, persetujuan tindakan medis, rekam medis, hasil pemeriksaan penunjang tersedia dan diberi label, memastikan obat-obatan, cairan intravena, serta jika ada ada produk darah yang diperlukan, peralatan medis atau implan tersedia dan siap digunakan.

e)        Penandaan sisi yang akan mendapat tindakan/prosedur dibuat dengan melibatkan pasien jika memungkinkan serta dilakukan dengan tanda yang langsung dapat dikenali dan tidak membingungkan. Tanda harus dilakukan secara seragam dan konsisten. Penandaan dilakukan pada semua organ yang mempunyai lateralitas (kanan lawan kiri, seperti salah satu dari dua anggota badan, satu dari sepasang organ), beberapa struktur (seperti jari, jari kaki, atau lesi), atau beberapa tingkat (tulang belakang). Untuk tindakan di poli gigi, seperti pencabutan gigi, penandaannya bila perlu, dilakukan dengan menggunakan hasil rontgen gigi atau odontogram. Penandaan harus dilakukan oleh operator/orang yang akan melakukan tindakan dan seluruh prosedur serta tetap bersama pasien selama prosedur berlangsung.

f)         Penandaan sisi dapat dilakukan kapan saja sebelum prosedur dimulai selama pasien terlibat secara aktif dalam penandaan sisi dan tanda. Adakalanya pasien dalam keadaan tidak memungkinkan untuk berpartisipasi, misalnya pada pasien anak atau ketika pasien tidak berkompeten untuk membuat keputusan tentang perawatan kesehatan.

g)        Jeda (time out) merupakan peluang untuk menjawab semua pertanyaan yang belum terjawab atau meluruskan kerancuan. Jeda dilakukan di lokasi tempat prosedur akan dilakukan, tepat sebelum memulai prosedur, dan melibatkan seluruh tim yang akan melakukan tindakan operasi atau invasif.

   2) Elemen Penilaian:

a)     Dilakukan penandaan sisi operasi/tindakan medis secara konsisten oleh pemberi pelayanan yang akan melakukan tindakan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan (R,O,W,S).

b)    Dilakukan verifikasi sebelum operasi/tindakan medis untuk memastikan bahwa prosedur telah dilakukan dengan benar (D,O,W).

c)     Dilakukan penjedaan (time out) sebelum operasi/tindakan medis untuk memastikan semua pertanyaan sudah terjawab atau meluruskan kerancuan (O,W).


 

e.     Kriteria 5.3.5

Proses kebersihan tangan diterapkan untuk menurunkan risiko infeksi yang terkait dengan pelayanan kesehatan.

1)     Pokok Pikiran:

a)  Puskesmas harus menerapkan kebersihan tangan yang terbukti menurunkan risiko infeksi yang terjadi pada fasilitas kesehatan.

b)  Prosedur kebersihan tangan perlu disusun dan disosialisasikan. Informasi mengenai prosedur tersebut ditempel di tempat yang mudah dibaca. Tenaga medis, tenaga kesehatan, dan karyawan Puskesmas perlu diedukasi tentang kebersihan tangan. Sosialisasi kebersihan tangan perlu juga dilakukan kepada pasien dan keluarga pasien.

c)  Kebersihan tangan merupakan kunci efektif pencegahan dan pengendalian infeksi sehingga Puskesmas harus menetapkan kebijakan dan prosedur mengenai kebersihan tangan.

2)     Elemen Penilaian:

a)     Ditetapkan Standar kebersihan tangan yang mengacu pada Standar WHO (R).

b)     Dilakukan kebersihan tangan sesuai dengan regulasi yang ditetapkan (D,O,W).

 

f.   Kriteria 5.3.6

Proses untuk mengurangi risiko pasien jatuh disusun dan dilaksanakan.

1)     Pokok Pikiran:

a)  Cedera pada pasien dapat terjadi karena jatuh di fasilitas kesehatan. Risiko jatuh dapat terjadi pada pasien dengan riwayat jatuh, penggunaan obat, minum minuman beralkohol, gangguan keseimbangan, gangguan visus, gangguan mental, dan sebab yang lain.

b)  Penapisan dilakukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang disusun untuk meminimalkan terjadinya risiko jatuh pada pasien rawat jalan dan pengkajian pasien risiko jatuh pada pasien IGD dan rawat inap di Puskesmas.

c)  Penapisan risiko jatuh dilakukan pada pasien di rawat jalan dengan mempertimbangkan

(1)   kondisi pasien: contohnya pasien geriatri, dizziness, vertigo, gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, penggunaan obat, sedasi, status kesadaran dan/atau kejiwaan, dan konsumsi alkohol;

(2)   diagnosis: contohnya pasien dengan diagnosis penyakit Parkinson;

(3)   situasi: contohnya pasien yang mendapatkan sedasi atau pasien dengan riwayat tirah baring lama yang akan dipindahkan untuk pemeriksaan penunjang dari ambulans dan perubahan posisi akan meningkatkan risiko jatuh;

(4)   lokasi: contohnya hasil identifikasi area di Puskesmas yang berisiko terjadi pasien jatuh, antara lain, lokasi yang dengan kendala penerangan atau mempunyai penghalang (barrier) yang lain, seperti tempat pelayanan fisioterapi dan tangga.

d)  Kriteria untuk melakukan penapisan kemungkinan terjadinya risiko jatuh harus ditetapkan, baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan, dan dilakukan upaya untuk mencegah atau meminimalkan kejadian jatuh di fasilitas kesehatan.

e)  Contoh alat untuk melakukan pengkajian pada pasien rawat inap adalah skala Morse untuk pasien dewasa dan skala Humpty Dumpty untuk anak, sedangkan untuk pasien rawat jalan dilakukan dengan menggunakan get up and go test atau dengan menanyakan tiga pertanyaan, yaitu

(1)   apakah pernah jatuh dalam 6 bulan terakhir;

(2)   apakah menggunakan obat yang mengganggu keseimbangan; dan

(3)   apakah jika berdiri dan/atau berjalan membutuhkan bantuan orang lain.

Jika satu dari pertanyaan tersebut mendapat jawaban ya, pasien tersebut dikategorikan berisiko jatuh.

   2) Elemen Penilaian:

a)        Dilakukan penapisan pasien dengan risiko jatuh jatuh di rawat jalan dan pengkajian risiko jatuh di IGD dan rawat inap sesuai dengan kebijakan dan prosedur serta dilakukan upaya untuk mengurangi risiko tersebut (R,O,W,S).

b)       Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut untuk mengurangi risiko terhadap situasi dan lokasi yang diidentifikasi berisiko terjadi pasien jatuh (D,W).


 

4. Standar 5.4 Pelaporan insiden keselamatan pasien dan pengembangan budaya keselamatan

Puskesmas menetapkan sistem pelaporan insiden keselamatan pasien dan pengembangan budaya keselamatan.

Pelaporan insiden keselamatan pasien berhubungan dengan budaya keselamatan di Puskesmas dan diperlukan untuk mencegah insiden lebih lanjut atau berulang pada masa mendatang yang akan membawa dampak kerugian yang lebih besar bagi Puskesmas.

 

     a. Kriteria 5.4.1

Dilakukan pelaporan, dokumentasi, analisis akar masalah, dan penyusunan tindakan korektif sebagai upaya perbaikan, dan pencegahan potensi insiden keselamatan pasien.

            1) Pokok Pikiran:

a)     Insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien.

b)     Insiden keselamatan pasien terdiri atas (1) kondisi potensial cedera signifikan (KPCS), (2) kejadian nyaris cedera (KNC), (3) kejadian tidak cedera (KTC), (4) kejadian tidak diharapkan (KTD), dan (5) kejadian sentinel (KS).

c)     Upaya keselamatan pasien dilakukan untuk mencegah terjadinya insiden. Jenis insiden terdiri atas insiden sebagai berikut:

(1)      Kejadian tidak diharapkan (KTD) adalah insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien. Misalnya, pasien jatuh dari tempat tidur dan menimbulkan luka pada pergelangan kaki.

(2)      Kejadian tidak cedera (KTC) adalah insiden yang sudah mengenai/terpapar pada pasien, tetapi tidak terjadi cedera. Misalnya, perawat salah memberikan obat kepada pasien, obat telah diminum, tetapi pasien tidak mengalami cedera.

(3)      Kondisi potensial cedera signifikan (KPCS) adalah semua situasi atau kondisi terkait (selain dari proses penyakit) yang berpotensi menyebabkan cedera signifikan / kejadian sentinel. Misalnya, DC shock rusak, walaupun belum ada pasien tapi berpotensi menyebabkan cedera signifikan.

(4)      Kejadian nyaris cedera (KNC) adalah insiden yang terjadi, tetapi belum mengenai/terpapar pada pasien karena dapat dicegah. Misalnya, ketika perawat mau memberikan obat kepada pasien, saat mengecek, ternyata obat yang diberikan oleh farmasi adalah obat milik pasien yang lain yang namanya mirip sehingga obat tersebut tidak jadi diberikan.

(5)      Sentinel adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan (unexpected occurrence) yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius. Kejadian sentinel dapat berupa

(a)      kematian yang tidak diduga, termasuk dan tidak terbatas hanya pada

1.    kematian yang tidak berhubungan dengan perjalanan penyakit atau kondisi pasien (contoh: kematian akibat proses transfer yang terlambat);

2.    kematian bayi aterm; dan

3.    bunuh diri;

(b)      kehilangan permanen fungsi yang tidak terkait penyakit atau kondisi pasien;

(c)      tindakan salah sisi, salah prosedur, dan salah pasien;

(d)      penculikan anak, termasuk bayi atau anak dikirim ke rumah yang bukan rumah orang tuanya; dan

(e)      perkosaan, kekejaman di tempat kerja seperti penyerangan (berakibat kematian atau kehilangan fungsi secara permanen) atau pembunuhan (yang disengaja) atas pasien, anggota keluarga, staf, dokter, pengunjung, atau vendor/pihak ketiga ketika berada dalam lingkungan Puskesmas.

d)     Pelaporan insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut pelaporan insiden adalah suatu sistem untuk mendokumentasikan laporan insiden keselamatan pasien. Pelaporan insiden terdiri atas laporan insiden internal dan laporan insiden eksternal.

e)     Sistem pelaporan diharapkan dapat mendorong individu di dalam Puskesmas untuk peduli akan bahaya atau potensi bahaya yang dapat terjadi pada pasien. Pelaporan juga penting digunakan untuk memantau upaya pencegahan terjadinya kesalahan (error) sehingga dapat mendorong dilakukannya investigasi. Di sisi lain, pelaporan akan menjadi awal proses belajar untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali.

f)      Puskesmas perlu melakukan analisis dengan menggunakan matriks pemeringkatan (grading) risiko yang akan menentukan jenis investigasi insiden yang dilakukan setelah laporan insiden internal. Investigasi terdiri atas investigasi sederhana dan investigasi dengan Root Cause Analysis (RCA). Investigasi menggunakan analisis akar masalah (RCA) terdiri atas investigasi sederhana (untuk grading risiko warna hijau dan biru) dan investigasi komprehensif (untuk grading risiko warna merah dan kuning). Pada kejadian sentinel tidak perlu mempertimbangkan warna grading.

g)     Puskesmas perlu menetapkan sistem pelaporan pembelajaran keselamatan pasien puskesmas (SP2KPP) insiden yang meliputi kebijakan, alur pelaporan, formulir pelaporan, prosedur pelaporan, insiden yang harus dilaporkan internal, yaitu semua jenis insiden termasuk kejadian sentinel, kejadian tidak diharapkan, kejadian nyaris cedera, kejadian tidak cedera dan kejadian potensial cedera significant. Sementara itu, laporan eksternal yang dilaporkan adalah IKP yang termasuk pada jenis insiden KTD dan kejadian sentinel yang telah dilakukan analisa akar masalah (RCA) dan rencana tindakan korektifnya. Ditentukan juga siapa saja yang membuat laporan, batas waktu pelaporan, investigasi, dan tindak lanjutnya.

h)    Pelaporan insiden keselamatan pasien dilaporkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

   2) Elemen Penilaian:

a)    Dilakukan pelaporan jika terjadi insiden sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan kepada tim keselamatan pasien dan kepala puskesmas yang disertai dengan analisis, investigasi insiden, dan tindak lanjut terhadap insiden (R,D,W).

b)    Dilakukan pelaporan kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien (KNKP) terhadap insiden, analisis, dan tindak lanjut sesuai dengan kerangka waktu yang ditetapkan (D,O,W).


 

 

     b. Kriteria 5.4.2

Tenaga kesehatan pemberi asuhan berperan penting dalam memperbaiki perilaku dalam pemberian pelayanan yang mencerminkan budaya mutu dan budaya keselamatan.

            1) Pokok Pikiran:

a)     Upaya peningkatan mutu layanan klinis dan keselamatan pasien menjadi tanggung jawab seluruh tenaga kesehatan yang memberikan asuhan pasien. Puskesmas melakukan pengukuran budaya keselamatan pasien dengan melakukan survei budaya keselamatan pasien setiap tahun. Budaya keselamatan pasien juga dikenal sebagai budaya yang aman, yakni sebuah budaya organisasi yang mendorong setiap individu anggota staf (klinis atau administratif) melaporkan hal-hal yang menghawatirkan tentang keselamatan atau mutu pelayanan tanpa imbal jasa dari Puskesmas.

b)    Tenaga kesehatan adalah tenaga medis, perawat, bidan, dan tenaga kesehatan lain yang diberi wewenang dan bertanggung jawab untuk melaksanakan asuhan pasien.

c)     Perilaku terkait budaya keselamatan berupa

(1)      penyediaan layanan yang baik, termasuk pengambilan keputusan bersama;

(2)      bekerjasama dengan pasien;

(3)      bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain;

(4)      bekerjasama dalam sistem layanan kesehatan;

(5)      meminimalisir risiko;

(6)      mempertahankan kinerja professional;

(7)      perilaku profesional dan beretika;

(8)      memastikan pelaksanaan proses pelayanan yang terStandar; dan

(9)      upaya peningkatan mutu dan keselamatan termasuk keterlibatan dalam pelaporan dan tindak lanjut insiden.

d)    Perilaku yang tidak mendukung budaya keselamatan seperti:

(1)         perilaku yang tidak layak (inappropriate), antara lain, penggunaan kata atau bahasa tubuh yang merendahkan atau menyinggung perasaan sesama staf, misalnya mengumpat dan memaki;

(2)         perilaku yang mengganggu (disruptive), antara lain, perilaku tidak layak yang dilakukan secara berulang, bentuk tindakan verbal atau nonverbal yang membahayakan atau mengintimidasi staf lain, komentar sembrono di depan pasien yang berdampak menurunkan kredibilitas staf klinis lain, misalnya dengan mengomentari negatif hasil tindakan atau pengobatan staf lain di depan pasien dengan mengatakan, “Obatnya ini salah. Tamatan mana dia?”, melarang perawat untuk membuat laporan insiden, memarahi staf klinis lainnya di depan pasien, atau kemarahan yang ditunjukkan dengan melempar membuang rekam medis di ruang rawat;

(3)         perilaku yang melecehkan (harassment) terkait dengan ras, agama, suku termasuk gender; dan

(4)         pelecehan seksual.

e) Mutu layanan klinis tidak hanya ditentukan oleh sistem pelayanan yang ada, tetapi juga oleh perilaku dalam pemberian pelayanan. Tenaga kesehatan perlu melakukan evaluasi terhadap perilaku dalam pemberian pelayanan dan melakukan upaya perbaikan, baik pada sistem pelayanan maupun perilaku pelayanan, yang mencerminkan budaya keselamatan dan budaya perbaikan pelayanan klinis yang berkelanjutan.

   2) Elemen Penilaian:

a)     Dilakukan pengukuran budaya keselamatan pasien dengan menlakukan survei budaya keselamatan pasien yang menjadi acuan dalam program budaya keselamatan (D,W).

b)    Puskesmas membuat sistem untuk mengidentifikasi dan menyampaikan laporan perilaku yang tidak mendukung budaya keselamatan atau "tidak dapat diterima" dan upaya perbaikannya (D,W).

c)     Dilakukan edukasi tentang mutu klinis dan keselamatan pasien pada semua tenaga kesehatan pemberi asuhan (D,W).


 

5. Standar 5.5 Program pencegahan dan pengendalian infeksi.

Program pencegahan dan pengendalian infeksi dilaksanakan untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi terkait dengan pelayanan Kesehatan.

Pencegahan dan pengendalian infeksi yang selanjutnya disingkat PPI adalah upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada pasien, petugas, pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas kesehatan.

 

   a. Kriteria 5.5.1

Regulasi dan program pencegahan dan pengendalian infeksi dilaksanakan oleh seluruh karyawan Puskesmas secara komprehensif untuk mencegah dan meminimalkan risiko terjadinya infeksi yang terkait dengan pelayanan kesehatan.

1) Pokok Pikiran:

a)     Pencegahan dan pengendalian infeksi yang selanjutnya disingkat PPI adalah upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada pasien, petugas, pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas kesehatan.

b)    Tujuan PPI adalah meningkatkan kualitas pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan sehingga melindungi sumber daya manusia kesehatan, pasien, dan masyarakat dari penyakit infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.

c)     Risiko infeksi yang didapat dan/atau ditularkan di antara pasien, staf, mahasiswa, dan pengunjung diidentifikasi dan dicegah atau diminimalkan melalui kegiatan PPI.

d)    Puskesmas perlu menyusun program PPI yang meliputi (a) implementasi kewaspadaan isolasi yang terdiri atas kewaspadaan Standar dan kewaspadaan berdasar transmisi, (b) pendidikan dan pelatihan PPI (dapat berupa pelatihan atau lokakarya) baik bagi petugas maupun pasien dan keluarga, serta masyarakat, (c) penyusunan dan penerapan bundel infeksi terkait pelayanan kesehatan, (D) pemantauan (monitoring) pelaksanaan kewaspadaan isolasi, (e) surveilans penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan, serta (f) penggunaan anti mikroba secara bijak dan dilakukan pelaporan sesuai dengan peraturan perundangundangan.

e)     Kegiatan yang tercantum dalam program PPI bergantung pada kompleksitas kegiatan klinis dan pelayanan Puskesmas, besar kecilnya area Puskesmas, tingkat risiko dan cakupan populasi yang dilayani, geografis, jumlah pasien, serta jumlah pegawai dan merupakan bagian yang terintegrasi dengan Program Peningkatan Mutu.

f)      Agar pencegahan dan pengendalian infeksi dapat dilaksanakan dengan optimal, perlu ditetapkan staf yang terlatih untuk mengoordinasikan, memantau, dan menilai pelaksanaan prinsip dan program PPI dalam pelayanan berdasarkan kebijakan dan pedoman yang mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

g)     Untuk memantau dan menilai pelaksanaan program PPI, disusun indikator sebagai bukti dilaksanakannya kegiatan yang direncanakan.

2) Elemen Penilaian:

a) Puskesmas menyusun rencana dan melaksanakan program PPI yang terdiri atas (R,D):

(1)      implementasi kewaspadaan isolasi yang terdiri atas kewaspadaan Standar dan kewaspadaan berdasar transmisi,

(2)      pendidikan dan pelatihan PPI (dapat berupa pelatihan atau lokakarya) baik bagi petugas maupun pasien dan keluarga, serta masyarakat,

(3)      penyusunan dan penerapan bundel infeksi terkait pelayanan kesehatan,

(4)      pemantauan (monitoring) pelaksanaan kewaspadaan isolasi,

(5)      surveilans penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan dan,

(6)      penggunaan anti mikroba secara bijak dan komprehensif dalam penyelenggaraan pelayanan di Puskesmas

b) Dilakukan pemantauan, evaluasi, tindak lanjut, dan pelaporan terhadap pelaksanaan program PPI dengan menggunakan indikator yang ditetapkan (D,W).


 

b.    Kriteria 5.5.2

Dilakukan identifikasi berbagai risiko infeksi dalam penyelenggaraan pelayanan sebagai dasar untuk menyusun dan menerapkan strategi untuk mengurangi risiko tersebut.

1)    Pokok Pikiran:

a)     Puskesmas melakukan identifikasi dan kajian risiko infeksi, baik dalam penyelenggaraan pelayanan upaya kesehatan perseorangan maupun upaya kesehatan masyarakat, yang mungkin atau pernah terjadi terhadap pasien, pengunjung, petugas, keluarga, dan masyarakat. Pelaksanaan identifikasi dan kajian pemberian asuhan harus sesuai dengan prinsip PPI.

b)     Berdasarkan kajian tersebut, disusun strategi dalam pencegahan dan pengendalian infeksi melalui (a) kewaspadaan isolasi yang terdiri atas dua lapis, yaitu kewaspadaan Standar dan kewaspadaan berdasar transmisi, (b) penggunaan antimikroba secara bijak, dan (c) pelaksanaan bundel infeksi terkait pelayanan kesehatan, antara lain, infeksi aliran darah primer, infeksi daerah operasi, infeksi saluran kemih akibat pemasangan kateter, dan infeksi lain yang mungkin terjadi akibat pelayanan kesehatan.

c)     Untuk penerapan kewaspadaan isolasi, perlu dipastikan:

(1)         ketersediaan alat pelindung diri (APD), sepeti sarung tangan, kacamata pelindung, masker, sepatu, dan gaun pelindung (sesuai risiko paparan);

(2)         ketersediaan linen yang benar;

(3)         ketersediaan alat medis sesuai dengan ketentuan;

(4)         ketersediaan peralatan penyuntikan yang aman; dan

(5)         pengelolaan limbah melalui penempatan yang aman dan pembuangan limbah klinis dan limbah yang berpotensi menularkan penyakit yang memerlukan pembuangan khusus, seperti benda tajam/jarum dan peralatan sekali pakai lainnya yang mungkin bersentuhan dengan tubuh cairan.

d)     Renovasi bangunan di area Puskesmas dapat merupakan sumber infeksi. Paparan debu dan kotoran konstruksi, kebisingan, getaran, kotoran, dan bahaya lain dapat merupakan bahaya potensial terhadap fungsi paru-paru dan keamanan karyawan dan pengunjung. Oleh karena itu, Puskesmas harus menetapkan Kriteria risiko untuk menangani dampak tersebut yang dituangkan dalam bentuk regulasi tentang penilaian risiko dan pengendalian infeksi (infection control risk assessment/ICRA).

2)       Elemen Penilaian:

a)     Dilakukan identifikasi dan kajian risiko infeksi terkait dengan penyelenggaraan pelayanan di Puskesmas (D,W).

b)     Disusun dan dilaksanakan strategi untuk meminimalkan risiko infeksi terkait dengan penyelenggaraan pelayanan di Puskesmas dan dipastikan ketersediaan (a) sampai (c) yang tercantum dalam bagian Pokok Pikiran (D,W).


 

c.  Kriteria 5.5.3

Puskesmas yang mengurangi risiko infeksi terkait dengan pelayanan kesehatan perlu melaksanakan dan mengimplementasikan program PPI untuk mengurangi risiko infeksi baik bagi pasien, petugas, keluarga pasien, masyarakat, maupun lingkungan.

1) Pokok Pikiran:

a)  Program pencegahan dan pengendalian infeksi di Puskesmas adalah program yang dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengurangi risiko tertular dan menularkan infeksi di antara pasien, petugas, keluarga, masyarakat, dan lingkungan melalui penerapan kewaspadaan isolasi yang terdiri atas kewaspadaan Standar dan kewaspadaan berdasar transmisi, penggunaan antimikroba secara bijak, dan bundel untuk infeksi terkait pelayanan kesehatan.

b)  Pelaksanaan program tersebut perlu dipantau secara terus-menerus untuk menjamin penerapan yang konsisten.

c)  Kewaspadaan Standar dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan melalui hal sebagai berikut:

(1)   Kebersihan tangan

Kebersihan tangan merupakan salah satu cara yang sangat efektif dalam pencegahan infeksi yang wajib dilakukan baik oleh petugas kesehatan, pasien, pengunjung, maupun masyarakat luas. Penerapan dan edukasi tentang kebersihan tangan perlu dilakukan secara terus-menerus agar dapat dilaksanakan secara konsisten.

(2)   Penggunaan alat pelindung diri (APD) secara benar dan sesuai indikasi

Alat pelindung diri (APD) digunakan dengan benar untuk mencegah dan mengendalikan infeksi. APD yang dimaksud meliputi tutup kepala (topi), masker, google (perisai wajah), sarung tangan, gaun pelindung, sepatu pelindung digunakan secara tepat dan benar oleh petugas Puskesmas, dan digunakan sesuai dengan indikasi dalam pemberian asuhan pasien.

(3)   Etika batuk dan bersin

Etika batuk dan bersin diterapkan untuk semua orang untuk kasus infeksi dengan transmisi droplet atau airborne. Ketika batuk atau bersin, seseorang harus menutup hidung dan mulut dengan menggunakan tisu atau lengan dalam baju, segera membuang tisu yang sudah dipakai ke dalam tempat sampah, kemudian mencuci tangan dengan menggunakan air bersih dan sabun atau pencuci tangan berbasis alkohol, serta wajib menggunakan masker.

(4)   Penempatan pasien dengan benar

Pasien dengan penyakit infeksi harus ditempatkan terpisah dengan pasien bukan penyakti infeksi. Penempatan pasien harus disesuaikan dengan pola transmisi infeksi dan sebaiknya ditempatkan di ruangan tersendiri. Jika tidak tersedia ruangan tersendiri, dapat dilakukan kohorting. Jarak antara tempat tidur pasien yang satu dengan yang lain minimal 1 meter.

(5)   Penyuntikan yang aman

Tindakan penyuntikan yang aman perlu memperhatikan kesterilan alat yang digunakan dan prosedur penyuntikannya. Pemakaian spuit dan jarum suntik steril harus sekali pakai serta berlaku juga pada penggunaan vial multidosis untuk mencegah timbulnya kontaminasi mikroba saat obat dipakai pada pasien. Penyuntikan yang aman berdasarkan prinsip PPI meliputi:

(a)   menerapkan teknik aseptik untuk mencegah kontaminasi alat injeksi;

(b)   semua alat suntik yang dipergunakan harus sekali pakai untuk satu pasien dan satu prosedur, walaupun jarum suntiknya berbeda;

(c)    gunakan dosis tunggal (single dose) untuk obat injeksi dan cairan pelarut (flushing);

(d)   pencampuran obat dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan

(e)    pengelolaan limbah tajam bekas pakai perlu dikelola dengan benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(6)   Dekontaminasi peralatan perawatan pasien dengan benar.

Penurunan risiko infeksi dilakukan dengan kegiatan dekontaminasi melalui pembersihan awal (pre cleanning), pembersihan, disinfeksi, dan/atau sterilisasi dengan mengacu pada kategori Spaulding yang meliputi:

a)        kritikal, berkaitan dengan alat kesehatan yang digunakan pada jaringan steril atau sistem pembuluh darah dengan menggunakan teknik sterilisasi, seperti instrumen bedah dan partus set.

b)       semikritikal, berkaitan dengan peralatan yang digunakan pada selaput mukosa dan area kecil di kulit yang lecet dengan menggunakan disinfeksi tingkat tinggi (DTT), seperti oropharyngeal airway (OPA)/Guedel, penekan lidah, dan kaca gigi.

c)        nonkritikal, berkaitan dengan peralatan yang digunakan pada permukaan tubuh yang berhubungan dengan kulit yang utuh dengan melakukan disinfeksi tingkat rendah, seperti tensimeter atau termometer.

Proses dekontaminasi tersebut meliputi tindakan sebagai berikut.

(a)   Pembersihan awal dilakukan oleh petugas di tempat kerja dengan menggunakan APD dengan cara membersihkan diri dari semua kotoran, darah, dan cairan tubuh dengan air mengalir untuk kemudian melakukan transportasi ke tempat pembersihan, disinfeksi, dan sterilisasi.

(b)   Pembersihan merupakan proses secara fisik untuk membuang semua kotoran, darah, atau cairan tubuh lainnya dari permukaan peralatan secara manual atau mekanis dengan mencuci bersih peralatan dengan detergen (golongan disinfenktan dan klorin dengan komposisi sesuai dengan Standar yang berlaku) atau larutan enzymatic, dan ditiriskan sebelum dilakukan disinfeksi atau sterilisasi.

(c)    Disinfeksi tingkat tinggi dilakukan untuk peralatan semikritikal untuk menghilangkan semua mikroorganisme, kecuali beberapa bakteri endospora (endospore bacterial) dengan cara merebus, menguapkan, atau menggunakan disinfektan kimiawi.

(d)   Sterilisasi merupakan proses menghilangkan semua mikroorganisme, termasuk endospora dengan menggunakan uap bertekanan tinggi (autoclave), panas kering (oven), sterilisasi kimiawi, atau cara sterilisasi yang lain. Dekontaminasi lingkungan adalah pembersihan permukaan lingkungan yang berada di sekitar pasien dari kemungkinan kontaminasi darah, produk darah, atau cairan tubuh. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan cairan desinfektan seperti klorin 0,05% untuk permukaan lingkungan dan 0,5% pada lingkungan yang terkontaminasi darah dan produk darah. Selain klorin, dapat digunakan desinfektan lain sesuai dengan ketentuan.

(7)   Pengelolaan linen dengan benar

Pengelolan linen yang baik dan benar adalah salah satu upaya untuk menurunkan risiko infeksi. Linen terbagi menjadi linen kotor noninfeksius dan linen kotor infeksius. Linen kotor infeksius adalah linen yang terkena darah atau cairan tubuh lainnya. Penatalaksanaan linen yang sudah digunakan harus dilakukan dengan hati-hati. Kehati-hatian ini mencakup penggunaan APD oleh petugas yang mengelola linen dan kebersihan tangan sesuai dengan prinsip PPI, terutama pada linen infeksius. Fasilitas kesehatan harus membuat regulasi pengelolaan. Penatalaksanaan linen meliputi penatalaksanaan linen di ruangan, transportasi linen ke ruang cuci/laundry, dan penatalaksanaan linen di ruang cuci/laundry. Prinsip yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan linen adalah selalu memisahkan antara linen bersih, linen kotor, dan linen steril. Dengan kata lain, setiap kelompok linen tersebut harus ditempatkan secara terpisah.

(8)   Pengelolaan limbah dengan benar dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan

Puskesmas setiap harinya menghasilkan limbah, terutama limbah infeksius, benda tajam, dan jarum yang apabila pengelolaan pembuangan dilakukanI dengan tidak benar dapat menimbulkan risiko infeksi. Pengelolaan limbah infeksius meliputi pengelolaan limbah cairan tubuh infeksius, darah, sampel laboratorium, benda tajam (seperti jarum) dalam penyimpanan khusus (safety box), dan limbah B3. Proses edukasi kepada karyawan mengenai pengelolaan yang aman, ketersediaan tempat penyimpanan khusus, dan pelaporan pajanan limbah infeksius atau tertusuk jarum dan benda tajam. Pengelolaan limbah meliputi limbah sebagai berikut:

(a)   Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh, sampel laboratorium, produk darah, dan lain-lain yang dimasukkan ke dalam kantong plastik berwarna kuning dan dilakukan proses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(b)   Limbah benda tajam adalah semua limbah yang memiliki permukaan tajam yang dimasukkan ke dalam penyimpanan khusus tahan tusukan dan tahan air (safety box). Penyimpanan tidak boleh melebihi ¾ isi kotak penyimpanan tersebut.

(c)   Limbah cair infeksius segera dibuang ke tempat pembuangan limbah cair (spoel hoek).

(d)   Pengelolaan limbah dimaksud meliputi identifikasi, penampungan, pengangkutan, tempat penampungan sementara, dan pengolahan akhir limbah.

Dalam menjalankan tugas pelayanan, petugas kesehatan perlu dilindungi dari terpapar infeksi.

Pelindungan petugas dilakukan melalui pemeriksaan berkala, pemberian vaksinasi, dan pelindungan, serta tindak lanjut jika terjadi pajanan.

(9)   Perlindung petugas terhadap infeksi

Petugas kesehatan dalam menjalankan tugas pelayanan perlu dilindungi terhadap terpapar infeksi. Perlindungan petugas dilakukan melalu pemeriksaan berkala, pemberian vaksinasi, dan perlindungan serta tindak lanjut jika terjadi pajanan.

d) Penerapan kewaspadaan Standar perlu dipantau oleh tim PPI atau petugas yang diberi tanggung jawab agar dilaksanakan secara periodik dalam penyelenggaraan kegiatan pelayanan Puskesmas.

2) Elemen Penilaian:

a)     Terdapat bukti penerapan dan pemantauan prinsip kewaspadaan Standar sesuai dengan Pokok Pikiran pada angka (1) sampai dengan angka (9) sesuai dengan prosedur yang ditetapkan (R,D,O,W).

b)     Jika ada pengelolaan pada Pokok Pikiran angka (6) sampai dengan angka (8) yang dilaksanakan oleh pihak ketiga, Puskesmas harus memastikan Standar mutu diterapkan oleh pihak ketiga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (D,W).

 

d. Kriteria 5.5.4

Puskesmas melakukan upaya kebersihan tangan sesuai Standar.

1) Pokok Pikiran:

a)     Puskesmas melakukan edukasi dan menyediakan sarana edukasi untuk kebersihan tangan bagi pengunjung dan petugas puskesmas.

b)     Puskesmas wajib menyediakan sarana dan prasarana untuk melakukan kebersihan tangan, antara lain:

(1)   fasilitas cuci tangan meliputi air mengalir, sabun, tisu pengering tangan/handuk sekali pakai; dan/atau

(2)   hand rubs berbasis alkohol yang ketersediaannya harus terjamin di Puskesmas.

c) Penanggung jawab PPI melakukan evaluasi dan tindaklanjut penerapan PPI di Puskesmas secara periodik sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.

2) Elemen Penilaian:

a)     Dilakukan edukasi kebersihan tangan pada seluruh karyawan Puskesmas, pasien, dan keluarga pasien (D,W).

b)    Sarana dan prasarana untuk kebersihan tangan tersedia di tempat pelayanan (O).

c)     Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan kebersihan tangan secara periodik sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan (D,W).


 

e.     Kriteria 5.5.5

Dilakukan upaya pencegahan penularan infeksi dengan penerapan kewaspadaan berdasar transmisi dalam penyelenggaraan pelayanan pasien yang dapat ditularkan melalui transmisi.

 

1)     Pokok Pikiran:

a)     Program PPI dalam kewaspadaan isolasi terdiri atas kewaspadaan Standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi. Kewaspadaan berdasar transmisi meliputi kewaspadaan terhadap penularan melalui kontak, droplet, dan air borne.

b)    Penularan penyakit air borne disease, termasuk penularan yang diakibatkan oleh prosedur atau tindakan yang menimbulkan aerosolisasi, merupakan salah satu risiko yang perlu diwaspadai dan mendapat perhatian khusus di Puskesmas.

c)     Untuk mengurangi risiko penularan air borne disease, dilakukan antara lain dengan penggunaan APD, penataan ruang periksa, penempatan pasien, ataupun transfer pasien dilakukan sesuai dengan prinsip PPI. Upaya pencegahan juga perlu ditujukan untuk memberikan pelindungan kepada staf, pengunjung, serta lingkungan pasien. Pembersihan kamar dengan benar setiap hari selama pasien tinggal di Puskesmas dan pembersihan kembali setelah pasien pulang harus dilakukan sesuai dengan Standar atau pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi.

d)    Untuk mencegah penularan airborne disease, perlu dilakukan identifikasi pasien yang berisiko dengan memberikan masker, menempatkan pasien di tempat tersendiri atau kohorting, dan mengajarkan etika batuk.

e)     Untuk pencegahan penularan transmisi airborne, ditetapkan alur dan SOP pengelolaan pasien sesuai dengan ketentuan.

2)     Elemen Penilaian:

a)       Dilakukan identifikasi penyakit infeksi yang ditularkan melalui transmisi airborne dan prosedur atau tindakan yang dilayani di Puskesmas yang menimbulkan aerosolisasi serta upaya pencegahan penularan infeksi melalui transmisi airborne dengan pemakaian APD, penataan ruang periksa, penempatan pasien, ataupun transfer pasien sesuai dengan regulasi yang disusun (R,O,W)

b)       Dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap hasil pemantauan terhadap pelaksanaan penataaan ruang periksa, penggunaan APD, penempatan pasien, dan transfer pasien untuk mencegah transmisi infeksi (D,W).

 

     f. Kriteria 5.5.6

Ditetapkan dan dilakukan proses untuk menangani outbreak infeksi, baik di Puskesmas maupun di wilayah kerja Puskesmas.

1) Pokok Pikiran:

a)     Puskesmas menetapkan kebijakan tentang outbreak penanggulangan sesuai dengan wewenangnya untuk menjamin pelindungan kepada petugas, pengunjung, dan lingkungan pasien.

b)    Kriteria outbreak infeksi terkait dengan pelayanan kesehatan di Puskesmas adalah sebagai berikut:

(1)         Terdapat kejadian infeksi yang sebelumnya tidak ada atau sejak lama tidak pernah muncul yang diakibatkan oleh kegiatan pelayanan kesehatan yang berdampak risiko infeksi, baik di Puskesmas maupun di wilayah kerja Puskesmas.

(2)         Peningkatan kejadian sebanyak dua kali lipat atau lebih jika dibanding dengan periode sebelumnya.

(3)         Kejadian dapat meningkat secara luas dalam kurun waktu yang sama.

(4)         Kejadian infeksi ditetapkan sebagai outbreak oleh pemerintah.

c) Dalam keadaan outbreak, disusun dan diterapkan panduan, protokol kesehatan, dan prosedur yang sesuai untuk mencegah penularan penyakit infeksi.

   2) Elemen Penilaian:

a)     Dilakukan identifikasi mengenai kemungkinan terjadinya outbreak infeksi, baik yang terjadi di Puskesmas maupun di wilayah kerja Puskesmas (D,W).

b)    Jika terjadi outbreak infeksi, dilakukan penanggulangan sesuai dengan kebijakan, panduan, protokol kesehatan, dan prosedur yang disusun serta dilakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan penanggulangan sesuai dengan regulasi yang disusun (D,W).

No comments:

Post a Comment

accreditation of primary health facilities

CHAPTER 1 Leadership and Management of Community Health Centers; CHAPTER 2 Implementation of Public Health Efforts Oriented to Promotive an...